Rasulullah, Kebebasan Berbicara dan Kontroversi Kartun

Rasulullah, Kebebasan Berbicara dan Kontroversi Kartun

Atif Munawar Mir di Masjid Mississauga pada tanggal 20 Maret 2008

Kebebasan berbicara dan kartun nabi muhammad rasulullah

Topik pidato saya adalah Rasulullah dan kebebasan berbicara.

“Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam) adalah pahlawan rohani yang telah mengembalikan Tauhid Ilahi ke dunia ini pada tingkat tertinggi dan jiwanya telah melebur dalam bersimpati kepada umat manusia. Oleh karenanya Allah, yang mengetahui rahasia hatinya, telah meninggikan derajat beliau di atas semua nabi… dan menganugerahkan kepadanya apa yang ia inginkan sepanjang hidupnya.

Ahmad, Hadhrat Mirza Ghulam, “Nabi Muhammad”, Esensi Ajaran Islam, London Mosque, 1979, hal 136

Kata-kata Hazrat Masih Mau’ud di atas mengungkapkan kecintaan dan penghargaan tertinggi yang kita miliki terhadap Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam)

Ketika sosok yang sangat kita cintai dan hormati dihinakan dengan dalih kebebasan berbicara, seperti dalam kasus kartun kontroversi Denmark, bagaimanakah seharusnya kita menanggapinya? Haruskah kita membakar bendera, melakukan demonstrasi dengan kekerasan atau mengeluarkan fatwa? Tentu saja tidak! Melainkan hal yang logis adalah kita merujuk kembali kepada kehidupan Rasullullah (Shallallahu alaihi wa sallam) dan mencari petunjuk dari keteladanan dan ajaran-ajaran beliau. Sebelum kita menarik pelajaran dari kehidupan Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam), penting bagi kita untuk mengetahui niat mereka yang mendukung kartun tersebut. Dalam kaitan ini, saya bagi pidato saya dalam tiga bagian:

  1. Apa perspektif Barat pada kasus kontroversi kartun ini?
  2. Apa pandangan Islam terhadap kebebasan berbicara?
  3. Bagaimana seharusnya umat Muslim menanggapi kontroversi kartun ini?

Apa Perspektif Barat tentang Kontroversi Kartun?

Mengapa beberapa orang menganggap kebebasan berbicara sebagai lisensi untuk menghina dan menyinggung sesama? Pada titik ini, saya ingin mengatakan baik media Amerika Utara dan masyarakat umum telah bertindak untuk menghalangi penerbitan kartun tersebut.

Akan tetapi, beberapa pemerintahan di Eropa, media, dan mereka yang disebut intelektual secara besar-besaran telah menunjukan sikap tidak sensitif terhadap perasaan kaum muslim. Bagi mereka, kontroversi ini menjadi ajang peraduan antara kebebasan berbicara dan prinsip-prinsip Islam yang menurut mereka restriktif. Reaksi pembakaran bendera, kekerasan jalanan dan perilaku destruktif dari umat Islam sangatlah disesalkan. Tetapi sama disesalkan juga respon dari para wartawan Denmark yang menanggapinya dengan kembali menerbitkan kartun serupa dengan dalih kebebasan berbicara.

Bagaimana kartunis Denmark membela diri dari publikasi kartun yang ofensif tersebut? Mereka bersikeras bahwa publikasi tidak harus ditafsirkan sebagai penghinaan terhadap Nabi Suci (Shallallahu alaihi wa sallam) umat Islam. Sebaliknya, mereka berpendapat bahwa tujuan mereka adalah untuk meningkatkan kebebasan berbicara. Tidak menjadi masalah bagi mereka, apakah kartun itu memang menunjukkan kehidupan sebenarnya dari Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam) atau tidak. Yang penting bagi mereka adalah keyakinan bahwa kebebasan berbicara itu tidak boleh dibatasi bahkan jika ia mendorong pada kebohongan dan menguatkan stereotip yang berbahaya.

Akankah filsuf Barat yang telah memperjuangkan kebebasan berbicara pada abad ke 18 dan 19 setuju dengan pendapat kartunis Denmark? Jawabannya adalah tidak.

Ketika para filsuf barat memperjuangkan kebebasan berbicara antara abad 18 dan 19, mereka percaya bahwa kebebasan berbicara akan menuntun kepada kebenaran, moralitas dan pemenuhan diri. Tapi, sayangnya, ini tidak terjadi pada hari ini.

Tampaknya, dengan berjalannya waktu, kebebasan berbicara telah menjadi lebih penting dari kebenaran dan moralitas itu sendiri. Di mata wartawan Denmark, kebebasan berbicara mengesampingkan semua nilai-nilai lainnya. Pada suatu masa, filsuf Barat mendewakan ide kebenaran dan ritualnya adalah dengan menjunjung kebebasan berbicara. Namun seiring dengan waktu, ritual itu sendiri menjadi objek dari pendewaan. Dengan kata lain, metode yang digunakan untuk menemukan kebenaran menjadi lebih penting daripada kebenaran itu sendiri. Sehingga para wartawan Denmark tersebut telah jatuh ke dalam perangkap yang sama seperti para ekstrimis agama.

Ketika menyerang nilai-nilai Islam, media barat sering menekankan nilai kebebasan berbicara seolah-olah kebebasan berbicara dalam masyarakat mereka mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Tapi ini bukan masalahnya. Kebebasan berbicara selalu menjadi konflik dan dengan demikian perlu diimbangi dengan nilai-nilai dalam masyarakat. Sebagai contoh, salah satu nilai penting di banyak negara barat adalah hidup rukun dan damai di antara semua ras, agama dan suku bangsa. Oleh karena itu sangat penting adanya keseimbangan antara kebebasan berbicara dan hidup berdampingan secara damai.

Itulah sebabnya pada pemerintah demokratis yang modern dalam satu bentuk atau lainnya, pada umumnya, memahami kebutuhan pembatasan kebebasan berbicara. Misalnya, Pengadilan Agung di negara Kanada pada tahun 1990, mengatur pada bagian 1 Piagam Hak dan Kebebasan bahwa “pembatasan kebebasan berbicara dibenarkan dalam masyarakat demokratis”. Pengadilan menyatakan bahwa karena propaganda kebencian dapat merugikan kita semua, maka menghentikan penyebarannya dapat membantu orang-orang dari latar belakang yang berbeda untuk hidup berdampingan – dan bahkan dapat mengurangi kekerasan di Kanada.”

Terkait:   Apakah Rasulullah mengajarkan Hukuman Mati bagi Orang yang Murtad?

Kebebasan berbicara di Amerika Serikat (AS) dilindungi oleh First Amendment (Amandemen Pertama). Namun, terdapat juga pembatasan dimana konstitusi Amerika Serikat juga memasukkan aturan kebebasan berbicara. Sebagai contoh, ujaran kebencian (hate speech) dan fitnah tidak dilindungi oleh First Amendment.

Sejauh ini saya telah membahas wartawan Denmark yang mempertahankan penerbitan kartun ini atas nama kebebasan berbicara. Ada beberapa yang mengklaim bahwa kartun ini, pada kenyataannya, mengatakan yang sebenarnya. Mereka mengklaim bahwa Rasulullah mengajarkan terorisme. Hal ini sangat jauh dari kebenaran. Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam) mencintai perdamaian dan sangat menjunjung tinggi martabat manusia dan kehidupan.

Kami tidak mengatakan bahwa mereka harus berhenti mengkritik Islam meskipun mereka mungkin berprasangka atau terpengaruh oleh media. Kami katakan, bagaimanapun, mereka bisa mengekspresikan pendapat mereka dengan cara yang layak dan patut. Kartun itu jelas dimaksudkan untuk mengejek dan menghina. Tujuan mereka bukanlah edukasi atau diskusi. Mereka hanyalah hasil dari rasa prasangka dan kebencian belaka.

Apa pandangan Islam Terhadap Kebebasan Berbicara?

Kebebasan berpendapat, menghina rasulullah, kartun

Dalam Islam, kebenaran diletakkan sebagai hal yang paling mulia. Islam mengingatkan kita untuk mengatakan yang sebenarnya.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul ini dengan hak dari Tuhan-mu; maka kamu berimanlah, itu baik bagimu. Dan, jika kamu ingkar, maka sesungguhnya kepunyaan Allah segala apa yang ada di seluruh langit dan di bumi. Dan, Allah itu Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (4:171)

Namun, Islam tidak memaksakan kita untuk menerima kebenaran.

Allah berfirman: “Tidak ada paksaan dalam agama. Sesungguhnya jalan benar itu nyata bedanya dari kesesatan…” (2:257)

Bagaimana dengan mereka yang berselisih paham dengan kaum muslim? Mereka memiliki kebebasan berbicara untuk berselisih paham dengan Muslim. Seberapa besar perselisihan paham diperbolehkan? Berikut adalah contoh dari kehidupan Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam) yang akan menggambarkan hal tersebut.

Sekembali dari suatu ekspedisi seorang munafik menggunakan kata-kata yang menghina terhadap Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam). Ucapan-ucapan tersebut membuat kaum Muslim sangat tersinggung dan seorang sahabat bahkan menyarankan untuk membunuh pelakunya. Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam) tidak mengizinkan siapapun untuk melakukan hal tersebut. (Ahmad, Hadhrat Mirza Tahir, “Inter-religious Peace and Harmony”, Islam’s Response to Contemporary Issues)

Kejadian dengan jelas menerangkan kepada umat Islam bagaimana mereka harus menanggapi hasutan seperti itu.

Fakta bahwa Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam) mengampuni mereka yang telah melempari beliau dengan batu, mereka yang melecehkan beliau dan menyiksa para pengikut beliau, membuktikan bahwa penghinaan terhadap Rasulullah-pun tidak dapat dihukum dalam Islam.

Ayat-ayat ini jelas menunjukkan bahwa Allah telah memberikan kebebasan berbicara kepada umat manusia terlepas dari agama mereka tapi bagaimana Anda menggunakan kebebasan berbicara Anda maka hal itu akan dinilai oleh Allah.

Hadist-hadist berikut memberikan gambaran seperti apa Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam) mengajarkan dan mempraktikkan bagaimana seseorang menjalankan kebebasan berbicara:

  1. “Seorang mukmin tidak mengejek, atau mencela, atau mencaci maki atau berbicara tidak sopan”.
  2. “Rusaklah mereka yang berlebih-lebihan.”
  3. Perkataan yang baik adalah amal

Dalam tiga kalimat sederhana berikut, Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam) telah mengajarkan pada kita prinsip-prinsip dari kebebasan berbicara:

  • Jangan angkuh
  • Jangan membumbui atau melebih-lebihkan cerita
  • Berbiacra hal-hal kebajikan adalah mulia asalkan hal-hal yang dikatakan adalah benar adanya

Media Denmark telah melanggar hampir semua tiga prinsip ini, dimana sangat penting untuk kelangsungan keadilan dan menjaga keharmonisan masyarakat.

Hanya dengan menjaga perilaku ini, kita dapat memastikan bahwa kebebasan berbicara akan menjunjung rasa keadilan dan menjaga keharmonisan masyarakat. Mengingat dunia yang semakin saling terkait di mana masyarakat menjadi semakin plural, nilai-nilai ini menjadi lebih penting lagi.

Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

“Dan, janganlah kalian memaki apa yang diseru mereka selain Allah, maka mereka memaki Allah karena rasa permusuhan, tanpa ilmu…” (6:109)

Apa yang Ayat di atas ajarkan kepada kita? Ayat ini mengajarkan kita untuk menghormati keyakinan orang lain tidak peduli seberapa tidak masuk akalnya keyakinan tersebut. Ayat ini juga mengajarkan bahwa sikap tidak menghormati keyakinan orang lain akan membuat mereka juga tidak menghormati keyakinan anda dan kebiasaan saling balas membalas ini akan membuat konflik sosial dan merusak perdamaian.

Terkait:   Hak dan Tanggung Jawab Pria dan Wanita dalam Islam

Seorang yang skeptis mungkin berpendapat bahwa umat Islam menggunakan dalih kesopanan, kejujuran dan saling menghargai untuk terus membatasi kebebasan berbicara. Ini adalah kekhawatiran yang bisa diterima.

Anda dapat menanggapi kekhawatiran ini dengan tiga poin berikut:

  1. Negara-negara barat seperti Kanada dan Amerika Serikat, dan PBB semua menempatkan batasan-batasan pada kebebasan berbicara. Jadi pembatasan kebebasan berbicara diperlukan.
  2. Dapat dikatakan bahwa dengan dibiarkannya kebebasan berbicara dapat menyebabkan masyarakat menjadi anarki. Jika itu terjadi, maka akan mencerai-beraikan masyarakat di mana pada akhirnya kebebasan berbicara tidak ada sama sekali.
  3. Terlalu banyak memberikan kebebasan berbicara dapat menyakiti nilai-nilai lain seperti keadilan dan perdamaian. Oleh karena itu, kita harus mampu menjaga keseimbangan antara kebebasan berbicara dan nilai-nilai lainnya. Keseimbangan terbaik diperoleh ketika kita berbicara apa yang kita yakini secara sopan bukan dengan cara-cara yang menghina.

Pada ayat Al-Quran lainnya, Allah berfirman:

“Dan, sesungguhnya Dia telah menurunkan kepadamu di dalam Kitab ini bahwa apabila kamu mendengar Ayat-ayat Allah diingkarnya dan dicemoohkannya, maka janganlah kamu duduk bersama mereka sebelum mereka beralih ke dalam percakapan lainnya. Jika demikian, sesungguhnya kamu niscaya semisal mereka. Sesungguhnya Allah akan menghimpun orang-orang munafik dan orang-orang kafir semua di dalam Jahannam.” (4:141)

Ayat ini menjelaskan bahwa apabila orang-orang memperolok-olokan ayat-ayat Allah, maka menjauhlah dari mereka.

Tetapi untuk dunia sekarang ini, dapatkan kita menjauh? Pada masa sekarang ini, media elektronik, media cetak, internet dan lainnya digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk memprogandakan kehinaan terhadap Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam) ke seluruh penjuru dunia.

Pada konteks ini, bagaimana kita memahami ayat Al-Qur’an yang menyuruh kita untuk menjauh dari mereka yang menghina agama anda? Haruskah kita hanya mengganti saluran TV atau merubah frekuensi radio ketika kita mendengar pernyataan yang menyinggung Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam)? Haruskah kita hanya berhenti membaca surat kabar yang memuat hal-hal yang mengejek dan merendahkan dan tidak melakukan apa-apa?

Jawabannya, tentu saja, tidak. Al-Qur’an hanya menghindari diskusi dengan mereka yang memiliki kebiasaan mengejek ayat-ayat Allah. Anda diperintahkan untuk pergi menjauh dari situasi seperti itu.

Bagaimana seharusnya umat Muslim menanggapi?

Akankah kartunis Denmark menghentikan penerbitan kartun ini jika kita pergi menjauh? Pengalaman mengatakan tidak. Kita telah menyaksikan bagaimana beberapa media, ketika dibiarkan, terus menemukan cara baru untuk menghina Nabi Isa (as). Oleh karenanya, kita jangan duduk diam tapi jangan juga bertindak kejam. Kita harus membuat protes yang damai dan membuat dunia barat menyadari bahwa pernyataan-pernyataan yang memperolok-olok dan menghina Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam) tidak termasuk cara dalam mempromosikan keadilan dan kebebasan berbicara. Jika konstitusi suatu negara di mana Muslim tinggal tidak melindungi kehormatan Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam), maka umat Islam harus menggunakan kebebasan berbicara mereka untuk menciptakan kesadaran masyarakat tentang kecintaan yang dimiliki oleh umat Islam kepada Nabi Muhammad (Shallallahu alaihi wa sallam).

Mencari Bimbingan dari Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam)

Apakah yang bisa kita lihat tentang prinsip kebebasan berbicara yang diajarkan oleh Rasulullah? Beliau tidak hanya mengajarkan tetapi juga mengamalkannya dengan perbuatan.

Ketika Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam) mulai mendakwahkan Islam, beliau sama sekali tidak menikmati kebebasan berbicara. Jadi bagaimana beliau mengubah orang-orang yang mengejek, menyiksa dan menghina beliau menjadi muslim yang taat?

Beliau memenangkan hati orang-orang tersebut dengan memperkenalkan sifat-sifat Allah dan meyakinkan mereka dengan menampilkan sifat-sifat Allah dan meyakinkan mereka untuk menampilkan sifat-sifat Allah dalam kehidupan sehari-hari. Beliau membuat mereka menyadari bahwa ajaran Allah ketika diinternalisasikan ke dalam jiwa manusia maka hal itu akan membuat seseorang menjadi kuat dan meyakinkan bahwa tidak akan ada hambatan atau perlawanan yang dapat menghalanginya.

Bimbingan dari Hazrat Masih Mau’ud (as)

Hazrat Masih Mau’ud (as), yang setiap hidup beliau selalu berdasarkan ajaran Al-Quran dan Sunnah, mengatakan, hampir 100 tahun yang lalu bahwa orang-orang yang “memfitnah para nabi dari agama lain … menabur benih permusuhan dan perselisihan di antara umat manusia”. (Ahmad, Hazrat Mirza Ghulam, Message of Peace)

Pada waktu itu beliau menganjurkan pakta perjanjian untuk saling menghormati antara umat Hindu dan umat Muslim. Menurut perjanjian yang diusulkan, kedua belah pihak diminta untuk saling menghormati keyakinan masing-masing.

Terkait:   Apakah Rasulullah Memerintahkan Memerangi umat Yahudi?

Jadi apa yang harus kita lakukan pada saat ini?

Berdasarkan ajaran Masih Mau’ud (as) barangkali yang dapat dilakukan umat Islam saat ini adalah mengusulkan persetujuan bersama dengan agama-agama lain bahwa semua agama diperbolehkan untuk menyebarkan ajarannya tetapi tanpa merendahkan atau menghina nabi masing-masing. Kita boleh untuk setuju dalam ketidaksetujuan dengan cara yang sopan. Sedangkan untuk ateis yang tidak terikat dengan agama manapun, mereka mungkin tidak mendapat manfaat dari persetujuan ini. Tetapi mudah-mudahan mereka akan dapat tersentuh dan berubah dengan kebaikan yang akan memotivasi terbentuknya persetujuan tersebut.

Bimbingan Ditawarkan oleh Hazrat Mirza Masroor Ahmad (aba)

Dalam konteks kontroversi kartun, inilah pesan dari Khalifatul Masih V (aba) bagi kita. Saran untuk umat Islam adalah sebagai berikut:

“Kita harus lebih banyak berdoa dari sebelumnya, kita harus mencoba dan mensucikan diri kita lebih keras dari sebelumnya, kita harus mengirim shalawat kepada Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam) lebih banyak lagi dari sebelumnya.”

Jadi respon terbaik bagi kontroversi kartun adalah menjadikan diri kita sendiri sebagai Muslim yang lebih baik lagi, mengusulkan persetujuan dengan agama-agama lain dan berdoa kepada Allah.

Apa lagi yang dapat dilakukan?

Langkah lainnya adalah menulis surat ke surat-kabar, saluran televisi dan menjadi kolumis. Kita memang tidak memiliki akses ke media tetapi kita memiliki kebebasan berbicara dan kita juga dapat menggunakan Internet. Selain itu, siswa-siswa Muslim sebaiknya sering menulis esai untuk profesor-profesor dan guru-guru mereka tentang kehidupan sejati Rasulullah, dengan asumsi mereka tidak berprasangka, selanjutnya mereka akan meneruskan pengetahuan mereka kepada siswa mereka yang lainnya yang di masa depan ada yang menjadi pembaca berita televisi, kolumnis, editor atau penulis berita. Bahkan lebih baik lagi jika Anda sendiri berusaha untuk menjadi jurnalis sebagaimana Khalifatul Masih IV (ra) dan V (aba) tekankan dari waktu ke waktu. Apa pun yang akan Anda lakukan, janganlah lupa dengan aturan-aturan kebebasan yang telah diajarkan oleh Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam).

Kesimpulan

Kebebasan berbicara adalah nilai yang luhur. Tapi hal itu harus dilakukan dalam kerangka kepatutan, kejujuran dan rasa hormat. Jika tidak, kebebasan berbicara akan menjadi sesuatu yang mengganggu. Ketika menyampaikan gagasan atau pendapat dengan unsur penghinaan, hal itu akan memperkuat kecenderungan bagi stereotip dan prasangka, sesuatu yang jelas-jelas tidak kita inginkan ataupun hal yang mampu kita hadapi dalam masyarakat yang majemuk. Nilai-nilai yang diajarkan kepada kita oleh Rasulullah ((Shallallahu alaihi wa sallam)) yang sederhana tapi elegan, yang dulu pernah diterapkan dalam setiap kondisi, pribadi, budaya, nasional atau internasional – akan membimbing kita menuju kebenaran sekaligus menjaga keadilan dan mempromosikan kerukunan bersama.

Sebelum peristiwa holocaust, kartun penghinaan yang merendahkan martabat Yahudi telah menyebabkan pembantaian ratusan ribu orang dari mereka. Sekarang kartunis-kartunis Denmark melakukan penghinaan terhadap Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam) dan seluruh umat Islam dianggap teroris. Ini adalah tanggung jawab kita bersama untuk menghilangkan mitos yang dibuat terhadap Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam) dan umat Islam. Sayangnya, media barat mendefinisikan kata kebebasan dalam istilah dari budaya dan sejarah mereka. Sebagai hasilnya, reaksi kita cenderung reaksioner dan apologis. Jangan salah paham kepada saya, peradaban barat telah berkontribusi besar bagi umat manusia dengan pondasi yang diletakkan oleh Bangsa Yunani, Romawi dan Islam. Kita harus menghargai kontribusi mereka dan menerima budaya mereka ke dalam budaya kita selama memang tidak bertentangan dengan Islam. Namun, sebagai Muslim dan warga dunia, kita memiliki sesuatu untuk ditawarkan kepada dunia barat juga. Salah satunya pada saat ini yang dapat kita tawarkan adalah memberitahukan kepada mereka tentang kehidupan dan ajaran yang indah dari Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam). Tetapi dalam berdiskusi kita harus berpedoman pada aturan yang diajarkan oleh Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam) kepada kita.

Semoga Allah senantiasa memberikan kemampuan bagi kita untuk membela kehormatan Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam) dan meyakinkan jurnalis Denmark untuk mengungkapkan pendapat mereka dengan cara yang patut, rasa hormat dan kejujuran.

Sumber: Alislam.org – Holy Prophet, Freedom of Speech and Cartoon Controversy
Penerjemah: Minsani Mariani

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.