Hudhur ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz menguraikan sifat-sifat terpuji Khalifah (Pemimpin Penerus) bermartabat luhur dan Rasyid (lurus) dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Hadhrat Abu Bakr ibn Abu Quhafah, radhiyAllahu ta’ala ‘anhu.
Penjelasan mengenai latar belakang terjadinya Perang Yamamah antara kaum Muslimin di bawah komandan Hadhrat Khalid bin Walid (ra) menghadapi Banu Hanifah yang dipimpin seorang pengaku Nabi, Musailamah al-Kadzdzaab.
Surat dakwah dari Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam kepada raja Yamamah, pemimpin Banu Hanifah. Kedatangan delegasi Banu Hanifah kepada Nabi Muhammad (saw). Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam berjumpa Musailamah.
Musailamah menulis surat kepada Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam dan jawabannya dari Nabi (saw). Musailamah memperkenalkan perubahan dalam Syariat setelah mengaku Nabi.
Tafsir al-Qurthubi mengenai nubuatan kaum Muslim akan berperang melawan bangsa yang gagah perkasa yang mana itu ialah Banu Hanifah.
Mimpi Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam melihat dua gelang yang beliau artikan akan munculnya dua pendusta yang salah satunya ialah Musailamah dari kalangan Banu Hanifah di Yamamah.
Setelah kewafatan Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam, Khalifah Abu Bakr (ra) mengutus beberapa Amir seperti Hadhrat Ikrimah (ra) dan Hadhrat Syurahbil atau Syarjil untuk menghadapi Musailamah dan keduanya gagal. Bahkan, mereka ditegur lewat surat oleh Khalifah karena mengabaikan petunjuk teknis dari Khalifah yaitu tidak tergesa-gesa melakukan peperangan sampai datangnya Hadhrat Khalid (ra) ke tempat mereka.
Sifat-sifat Komandan Hadhrat Khalid bin Walid (ra): tidak pernah meremehkan kekuatan musuh, kewaspadaan dan kejelian demi keselamatan pasukan dan kemenangan dalam peperangan.
Kewafatan beberapa Ahmadi dan informasi Shalat jenazah gaib.
Khotbah Jumat Sayyidina Amirul Mu-minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 20 Mei 2022 (Hijrah 1401 Hijriyah Syamsiyah/Syawal 1443 Hijriyah Qamariyah) di Masjid Mubarak, Islamabad, Tilford, UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya).
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم
[بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم* الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يوْم الدِّين * إيَّاكَ نعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضَّالِّينَ]
(آمين)
Kemarin tengah disampaikan berkenaan dengan perang Yamamah pada zaman Hadhrat Abu Bakr (ra) Siddiq ra. Dalam penjelasan perang Yamamah tertulis bahwa Yamamah merupakan satu kota terkenal di wilayah Yaman. Saat ini daerah tersebut masuk ke wilayah Arab Saudi. Pada masa itu Yamamah merupakan daerah yang hijau subur. Sebagaimana tertulis berkenaan dengan Yamamah bahwa Yamamah merupakan salah satu diantara kota yang indah. Di daerah tersebut dijumpai banyak sekali barang berharga, pohon dan kurma. Yamamah dihuni oleh Banu Hanifah yang merupakan kaum yang gagah berani.
Berkenaan dengan mereka, dalam tafsir al-Qurthubi mengenai ayat سَتُدْعَوْنَ إِلَىٰ قَوْمٍ أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ تُقَاتِلُونَهُمْ أَوْ يُسْلِمُونَ “Kamu akan diajak berperang melawan suatu kaum yang gagah perkasa atau mereka akan masuk Islam.” (Surah al-Fath, 48:17)
Dalam tafsir “Kalian akan berperang melawan mereka atau mereka akan masuk Islam”, tertulis وعن الحسن أيضا : فارس والروم . وقال ابن جبير : هوازن وثقيف . وقال عكرمة : هوازن . وقال قتادة : هوازن وغطفان يوم حنين . وقال الزهري ومقاتل : بنو حنيفة أهل اليمامة أصحاب مسيلمة . وقال رافع بن خديج : والله لقد كنا نقرأ هذه الآية فيما مضى ستدعون إلى قوم أولي بأس شديد فلا نعلم من هم حتى دعانا أبو بكر إلى قتال بني حنيفة فعلمنا أنهم هم “Al-Hasan mengatakan bahwa yang dimaksud kaum yang gagah perkasa adalah kaum Faris (Persia) dan Rum (Rumawi). Ibnu Jubair meriwayatkan yang dimaksud adalah Kabilah Hawazin dan Bani Tsaqif. Adapun az-Zuhri dan Maqatil mengatakan yang dimaksud adalah Banu Hanifah, penduduk Yamamah, yakni kawan-kawannya Musailamah. Rafi Bin Khudaij mengatakan, ‘Kami sebelum ini biasa membaca ayat tersebut, namun kami belum tahu siapa yang dimaksud dengan kaum gagah berani ini. Hingga Hadhrat Abu Bakr (ra) memanggil kami untuk berperang melawan Banu Hanifah, kami baru mengetahui bahwa yang dimaksud adalah kaum tersebut.’”[1]
Ketika Hadhrat Rasulullah (saw) menulis surat berisi tabligh untuk para raja pada awal tahun 7 hijriah atau sebagian berpendapat pada tahun 6 Hijriah, satu surat dikirimkan kepada raja Yamamah Hauzah bin Ali dan penduduk Yamamah. Di dalamnya Raja dan penduduknya diseru kepada Islam.
Ketika berbagai perwakilan datang ke Madinah pada tahun 9 Hijriah, datang juga perwakilan Banu Hanifah dari Yamamah. Dalam perwakilan tersebut hadir juga Mujjaa’ah Bin Murarah (مُجَّاعَة بن مرارة) yang kepadanya dihadiahkan oleh Rasulullah (saw) tanah yang tidak berpenduduk, yang diminta olehnya. Dalam perwakilan tersebut hadir Naharur Rajjal bin ‘Unfuwah (نَهَارٌ الرَّجَّالُ بْنُ عُنْفُوَةَ), selain itu hadir juga Musailamah Al-Kadzdzab Tsumamah Bin Kabir Bin Habib (مسيلمة الكذاب ثمامة بن كبير بن حبيب).[2] Menurut Ibnu Hisyam Namanya adalah Musailamah Bin Tsumamah (مُسَيْلِمَةُ بْنُ ثُمَامَةَ) yang dijuluki Abu Tsumamah (أبو ثمامة).[3]
Selama di Madinah, Perwakilan Bani Hanifah tersebut tinggal di rumah seorang wanita anshar bernama Ramlah Bin Harits. Ketika berbagai perwakilan datang untuk baiat kepada Rasulullah (saw), beliau (saw) menetapkan sebuah rumah di Madinah yang akan ditempati oleh mereka. Rumah tersebut milik Ramlah binti Harits, wanita dari Banu Najjar.[4] Rumah tersebut sangat luas.
Ketika orang-orang Banu Hanifah berangkat untuk menemui Rasulullah (saw), mereka tidak membawa serta Musailamah Kadzab. Musailamah ditugaskan untuk menjaga barang-barang mereka. Ketika mereka menyatakan masuk Islam, mereka menyebutkan perihal Musailamah dengan mengatakan, يَا رَسُولَ اللَّهِ، إنَّا قَدْ خَلَّفْنَا صَاحِبًا لَنَا فِي رِحَالِنَا وَفِي رِكَابِنَا يَحْفَظُهَا لَنَا “Wahai Rasulullah (saw)! Kami meninggalkan satu orang kawan kami di dekat barang-barang dan kendaraan kami, ia tengah menjaga barang barang kami.”
Rasulullah (saw) pun memerintahkan untuk memberikan hadiah yang sama banyaknya untuk Musailamah seperti yang diterima oleh yang lainnya. Rasulullah (saw) bersabda, أَمَا إنَّهُ لَيْسَ بِشَرِّكُمْ مَكَانًا، أَيْ لِحِفْظِهِ ضَيْعَةَ أَصْحَابِهِ “ Dari sisi martabat, dia (Musailamah) tidak kurang dari kalian karena ia tengah menjaga barang-barang rekan-rekannya.” Lalu perwakilan tersebut pamit kepada Rasulullah (saw) dan membawa serta juga hadiah yang diberikan untuk Musailamah.[5]
Dari Riwayat tersebut diketahui bahwa selain Musailamah, seluruh perwakilan Banu Hanifah hadir ketika mulaqat (berjumpa) dengan Rasulullah (saw). Namun dalam sebagian Riwayat disebutkan juga perihal Musailamah mulaqat dengan Rasulullah (saw). Umumnya terdapat Riwayat yang menyatakan bahwa Musailamah mulaqat dengan Rasulullah (saw).
Dikatakan juga, mungkin saja ketika mulaqat yang kedua kali terjadi pertemuan antara Musailamah dengan Rasulullah (saw). Lebih lanjut dijelaskan sbb: Ketika perwakilan ini hadir ke hadapan Rasulullah (saw), saat itu Musailamah ikut hadir. Saat itu mereka mengajak Musailamah menemui Rasulullah (saw) dalam keadaan tertutup kain. Rasulullah (saw) berada diantara para sahabat, di tangan beliau terdapat sebatang ranting kurma. Musailamah berbincang dengan Hudhur (saw) dan mengajukan beberapa permohonan. Rasulullah (saw) bersabda, لَوْ سَأَلْتنِي هَذَا الْعَسِيبَ مَا أَعْطَيْتُكَهُ “Sekalipun engkau meminta ranting kurma ini yang ada ditangan say aini, saya tidak akan memberikannya padamu.”[6]
Dari riwayat-riwayat yang terdapat dalam sahih bukhari diketahui bahwa Musailamah tidak pergi untuk menjumpai Rasulullah (saw), melainkan Rasulullah (saw) sendiri yang pergi untuk menemuinya. Sebagaimana Ubaidullah Bin Abdillah Bin Utbah (عُبَيْدَ اللَّهِ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ) meriwayatkan, بَلَغَنَا أَنَّ مُسَيْلِمَةَ الْكَذَّابَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ، فَنَزَلَ فِي دَارِ بِنْتِ الْحَارِثِ، وَكَانَ تَحْتَهُ بِنْتُ الْحَارِثِ بْنِ كُرَيْزٍ، وَهْىَ أُمُّ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرٍ، فَأَتَاهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَمَعَهُ ثَابِتُ بْنُ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ، وَهْوَ الَّذِي يُقَالُ لَهُ خَطِيبُ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَفِي يَدِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَضِيبٌ، فَوَقَفَ عَلَيْهِ فَكَلَّمَهُ فَقَالَ لَهُ مُسَيْلِمَةُ إِنْ شِئْتَ خَلَّيْتَ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الأَمْرِ، ثُمَّ جَعَلْتَهُ لَنَا بَعْدَكَ. فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ” لَوْ سَأَلْتَنِي هَذَا الْقَضِيبَ مَا أَعْطَيْتُكَهُ وَإِنِّي لأَرَاكَ الَّذِي أُرِيتُ فِيهِ مَا أُرِيتُ، وَهَذَا ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ وَسَيُجِيبُكَ عَنِّي “. فَانْصَرَفَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم “Kami mendapatkan kabar bahwa Musailamah datang ke Madinah dan berhenti di rumah putrinya Harits. Putri Harits Bin Kuraiz adalah istrinya dan ia juga ibu dari Abdullah Bin Aamir. Rasulullah (saw) datang menemuinya disertai oleh Hadhrat Tsabit Bin Qais Bin Syamas, yang disebut sebagai juru bicara Rasulullah (saw). Saat itu di tangan Rasulullah (saw) terdapat tongkat. Rasulullah (saw) berdiri didekat Musailamah dan tengah berbincang dengannya. Musailamah berkata kepada Rasulullah (saw):”Jika anda menghendaki, serahkan kepada kami urusan diantara kita. Tetapkanlah saya sebagai pengganti setelah anda, yakni maksudnya adalah kenabian. Inilah permintaannya. Rasulullah (saw) bersabda: “Sekalipun tongkat ini yang kamu minta dari saya, saya tidak akan memberikannya, saya menganggapmu sebagai orang yang berkenaan dengannya telah diperlihatkan kepada saya dalam mimpi. Ia adalah Tsabit Bin Qais, akan mewakili saya untuk memberikan jawaban padamu”. Kemudian Rasulullah (saw) pun pergi.[7]
Demikian pula dalam Riwayat lainnya disebutkan bahwa Hadhrat Ibnu Abbas meriwayatkan, قَدِمَ مُسَيْلِمَةُ الْكَذَّابُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَجَعَلَ يَقُولُ إِنْ جَعَلَ لِي مُحَمَّدٌ مِنْ بَعْدِهِ تَبِعْتُهُ. وَقَدِمَهَا فِي بَشَرٍ كَثِيرٍ مِنْ قَوْمِهِ، فَأَقْبَلَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَمَعَهُ ثَابِتُ بْنُ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ، وَفِي يَدِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قِطْعَةُ جَرِيدٍ حَتَّى وَقَفَ عَلَى مُسَيْلِمَةَ فِي أَصْحَابِهِ، فَقَالَ ” لَوْ سَأَلْتَنِي هَذِهِ الْقِطْعَةَ مَا أَعْطَيْتُكَهَا وَلَنْ تَعْدُوَ أَمْرَ اللَّهِ فِيكَ، وَلَئِنْ أَدْبَرْتَ لَيَعْقِرَنَّكَ اللَّهُ، وَإِنِّي لأَرَاكَ الَّذِي أُرِيتُ فِيهِ مَا رَأَيْتُ، وَهَذَا ثَابِتٌ يُجِيبُكَ عَنِّي “. ثُمَّ انْصَرَفَ عَنْهُ Musailamah al-Kadzab pernah datang pada zaman Rasulullah (saw) dan berkata: Jika Muhammad (saw) mengangkat saya sebagai penggantinya setelahnya, maka saya akan mau mengikutinya. Ini merupakan penjelasan dari Riwayat sebelumnya. Ia datang Bersama dengan banyak orang dari antara kaumnya. Rasulullah (saw) datang menemuinya disertai oleh Hadhrat Qais Bin Tsabit Bin Syamas. Saat itu di tangan Rasulullah (saw) terdapat sebuah tongkat dahan kurma. Lalu Rasulullah (saw) berdiri di depan Musailamah yang tengah berada diantara kawan kawannya. Rasul bersabda: Sekalipun hanya tongkat ini yang kamu minta dariku, maka aku tidak akan memberikannya dan engkau sekali kali tidak akan dapat melampaui putusan Allah Ta’ala berkenaan dengan dirimu. Jika engkau berpaling maka Allah akan memotong akarmu dan aku melihat bahwa engkaulah orang yang mengenainya telah banyak diperlihatkan kepadaku didalam mimpi. Ia adalah Tsabit Bin Qais yang akan memberikan jawaban kepadamu mewakiliku. Lalu Rasulullah (saw) meninggalkannya dan kembali. Riwayat Bukhari.[8]
Hadhrat Ibnu Abbas meriwayatkan, فَسَأَلْتُ عَنْ قَوْلِ، رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ” إِنَّكَ أُرَى الَّذِي أُرِيتُ فِيهِ مَا أُرِيتُ “. فَأَخْبَرَنِي أَبُو هُرَيْرَةَ Saya bertanya perihal sabda Rasulullah (saw) yang menyatakan bahwa aku mendapatimu sebagai orang yang mengenainya telah diperlihatkan kepadaku didalam mimpi. Hadhrat Abu Hurairah mengatakan kepada saya, Rasulullah (saw) bersabda, بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ رَأَيْتُ فِي يَدَىَّ سِوَارَيْنِ مِنْ ذَهَبٍ، فَأَهَمَّنِي شَأْنُهُمَا، فَأُوحِيَ إِلَىَّ فِي الْمَنَامِ أَنِ انْفُخْهُمَا، فَنَفَخْتُهُمَا فَطَارَا فَأَوَّلْتُهُمَا كَذَّابَيْنِ يَخْرُجَانِ بَعْدِي، أَحَدُهُمَا الْعَنْسِيُّ، وَالآخَرُ مُسَيْلِمَةُ ‘Suatu ketika saya tengah tidur, di dalam mimpi saya melihat dua gelang emas di tangan saya. Kondisi tersebut membuat saya khawatir. Kemudian didalam mimpi tersebut diwahyukan kepada saya agar saya meniupnya. Lalu saya meniupnya dan kedua gelang emas itu terbang menghilang. Saya memahami tabirnya sebagai dua orang pendusta yang akan muncul setelahku.[9]
Perawi bernama Ubaidullah (عُبَيْدُ اللَّهِ) mengatakan, فَقَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ أَحَدُهُمَا الْعَنْسِيُّ الَّذِي قَتَلَهُ فَيْرُوزُ بِالْيَمَنِ، وَالآخَرُ مُسَيْلِمَةُ الْكَذَّابُ “Diantara kedua orang itu salah satunya adalah Ansi yang mana telah dibunuh di Yaman oleh Feroz. Sedangkan yang kedua adalah Musailamah Al Kadzab. (Riwayat Bukhari)[10]
Dari Riwayat tersebut diatas diketahui bahwa Musailamah Kadzab datang ke Madinah lebih dari satu kali. Kali pertama ketika perwakilan dari kaumnya meninggalkannya untuk menjaga barang barang, sehingga ia tidak dapat mulaqat dengan Rasulullah (saw). Sedangkan kali kedua adalah datang ke Madinah dan terjadi pertemuan dengan Rasulullah (saw). Pada saat itu ia mengajukan permintaan agar menjadi penerus sepeninggal Rasulullah (saw).
Berkenaan dengan ini tertulis pada syarh Bukhari (Kitab komentar terhadap Kitab Hadits Shahih al-Bukhari) berjudul Fathul Bari, وَيُحْتَمَل أَنْ يَكُون مُسَيْلِمَة قَدِمَ مَرَّتَيْنِ الْأُولَى َكَانَ تابعًا وكان رَئِيس بَنِي حَنِيفَة غَيْره وَلِهَذَا أقام في حفظ رِحَالهمْ ، ومرة مَتْبُوعًا وَفِيهَا خَاطَبَهُ النَّبِيّ – صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، أَوْ الْقِصَّة وَاحِدَة وَكَانَتْ إِقَامَته فِي رِحَالهمْ بِاخْتِيَارِهِ أَنَفَة مِنْهُ وَاسْتِكْبَارًا أَنْ يَحْضُر مَجْلِس النَّبِيّ – صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، وَعَامَلَهُ النَّبِيّ – صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – مُعَامَلَة الْكَرَم عَلَى عَادَته فِي الِاسْتِئْلَاف “Mungkin saja Musailamah mengunjungi Madinah dua kali. Kali pertama ketika yang menjadi pemimpin Banu Hanifah bukan dia melainkan yang lain dan Musailamah menjadi pengikutnya, karena itulah saat itu ia ditugaskan untuk menjaga barang-barang. Kali kedua ia datang ketika ia menjadi pemimpin dan orang-orang menjadi pengikutnya. Saat itu juga terjadi perbincangan antara dia dengan Rasulullah (saw). Atau mungkin juga itu satu peristiwa bahwa ia sendiri yang memilih untuk berhenti di dekat barang-barang dikarenakan perasaan enggan dan takabbur untuk datang ke majlis Rasulullah (saw), namun disebabkan Rasulullah (saw) mempunyai kebiasaan mencintai perdamaian, beliau (saw) tetap menemuinya dan memperlakukannya dengan hormat.”
Disebutkan juga dalam Hadits bahwa ia datang dengan membawa serta orang dalam jumlah banyak dan dikatakan, أَنَّ عَدَد مَنْ كَانَ مَعَ مُسَيْلِمَة مِنْ قَوْمه سَبْعَة عَشَر نَفْسًا “Dia datang bersama dengan 17 orang.”[11] Ini pun membuktikan bahwa kedatangan Musailamah ke Madinah lebih dari satu kali.
Ketika perwakilan tersebut kembali [dari Madinah] dan tiba di Yamamah, maka musuh Allah Ta’ala bernama Musailamah menjadi murtad, ia mendawakan kenabian. Ia mengatakan, أَلَمْ يَقُلْ لَكُمْ حِينَ ذَكَرْتُمُونِي لَهُ: أَمَا إنَّهُ لَيْسَ بِشَرِّكُمْ مَكَانًا، مَا ذَاكَ إلَّا لَمَا كَانَ يَعْلَمُ أَنِّي قَدْ أُشْرِكْتُ فِي الْأَمْرِ مَعَهُ، ثُمَّ جَعَلَ يَسْجَعُ لَهُمْ الْأَسَاجِيعَ “Aku pun telah disertakan dalam kenabian bersama dengan Rasulullah (saw). Tidakkah ketika kalian menyebutkan perihalku kepada Rasulullah (saw), lalu Rasulullah (saw) mengatakan bahwa dari sisi maqom dan martabat, Musailamah tidaklah lebih buruk dari kalian? Rasulullah (saw) mengatakan itu semata mata karena beliau mengetahui bahwa beliau (saw) adalah nabi dan mengetahui bahwa saya pun telah disertakan dalam perkara (kenabian) beliau.”
Kemudian Musailamah mulai membuat buat sabda sabda palsu dan mengatakan sesuatu dengan meniru-niru Al Quran. Ia mengizinkan untuk tidak shalat. Ia mulai membuat-buat syariat sendiri dengan menghilangkan shalat.[12]
Berdasarkan satu Riwayat, ia menghilangkan dua shalat yakni shalat Isya dan subuh.[13] Ia pun menghalalkan perbuatan zina dan mabuk-mabukan bagi orang-orang. Ia juga memberikan kesaksian bahwa Hadhrat (saw) adalah nabi. Banu Hanifah sepakat dalam hal-hal itu dengannya.[14]
Satu penyebab lain yang memperkuat Musailamah adalah bergabungnya Rajjaal Bin ‘Unfuwah dengannya. Dengan cerdiknya ia mengakuinya. Pertama, disebabkan karena Musailamah memberikan banyak kemudahan dalam hal syariat dan katanya Allah Ta’ala telah mewahyukan kepadanya. Bersamaan dengan itu, Musailamah pun mengakui bahwa Rasulullah (saw) adalah nabi, itu bertujuan agar orang orang yang masuk Islam jangan sampai merasa dibawa terjauh dari Rasulullah (saw). Musailamah melakukan ini semua dengan penuh kemunafikan.
Tertulis bahwa satu penyebab lain yang memperkuat Musailamah adalah bergabungnya Rajjaal Bin ‘Unfuwah dengannya. Rajjaal ini juga adalah penduduk Yamamah dan ikut serta juga bersama dengan perwakilan dari Banu Hanifah. Setelah hijrah datang menemui Rasulullah (saw) di Madinah. Di sana ia mempelajari Al Quran dan mendapatkan ilmu agama. Ketika Musailamah memilih murtad, Rasulullah (saw) mengirim Rajjaal ke Yamamah sebagai Muallim untuk menghentikan orang-orang dari pengikutannya terhadap Musailamah. Namun namun justru ia malah menjadi penyebab kekacauan lebih dari Musailamah. Ketika Rajjaal melihat bahwa orang-orang antusias mengikuti Musailamah, maka untuk membuat dirinya dihormati di mata orang-orang, Rajjaal pun malah bergabung dengan Musailamah. (Ia dikirim untuk mengishlah atau memperbaiki orang-orang dan mengatasi masalah, namun malah bersekongkol dengan Musailamah.[15]
Seiring dengan memberikan pngakuan palsu kenabian Musailamah, Rajjaal pun menisbahkan satu sabda palsu yang seolah-olah dari Rasulullah (saw) bahwa Musailamah diikutsertakan dalam kenabian bersama dengan Rasulullah (saw). Ia mempropagandakan hal itu. Orang-orang meyakini ucapan Rajjaal karena ia menuntut ilmu al Quran. Ketika penduduk Yamamah melihat ada salah seorang sahabat Rasulullah (saw) yang memberikan kesaksian atas kenabian Musailamah dan sahabat tersebut mengajarkan Al Quran kepada orang orang, sehingga tidak ada celah lagi bagi mereka untuk mengingkari kenabian Musailamah. Orang-orang datang penuh antusias datang untuk baiat kepada Musailamah.
Musailamah juga menulis surat yang ditujukan kepada Rasulullah (saw) yang isinya sbb: مِنْ مُسَيْلِمَةَ رَسُولِ اللَّهِ، إلَى مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ: سَلَامٌ عَلَيْكَ، أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي قَدْ أُشْرِكْتُ فِي الْأَمْرِ مَعَكَ، وَإِنَّ لَنَا نِصْفَ الْأَرْضِ، وَلِقُرَيْشٍ نِصْفَ الْأَرْضِ، وَلَكِنَّ قُرَيْشًا قَوْمٌ يَعْتَدُونَ “Dari Rasul Allah, Musailamah untuk Muhammad Rasul Allah. Amma Ba’du. Tanah adalah milik kita, setengahnya milik Quraisy, namun Quraisy tidak bersikap adil.”
Sebagai jawaban, Rasulullah (saw) menulis surat kepadanya yaitu: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، مِنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ، إلَى مُسَيْلِمَةَ الْكَذَّابِ: السَّلَامُ عَلَى مَنْ اتَّبَعَ الْهُدَى. أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ الْأَرْضَ للَّه يُورَثُهَا مَنْ يُشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ Bismillahir rahmanir rahim. Dari Muhammad Rasul Allah (saw) kepada Musailimah al-Kadzdzab (sang pendusta). Ketahuilah, bumi adalah milik Allah. Dia menjadikan pewaris bagi siapa saja yang Dia kehendaki, dan akhir kehidupan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa. Selamat sejahtera bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk.”[16]
Di dalam satu riwayat tertera bahwa Hadhrat Habib bin Zaid al-Ansari (حبيب بن زَيْد بْن عَاصِم الأنصاري) mengantarkan surat Rasulullah (saw) kepada Musailimah. Tatkala ia menyampaikan surat itu, Musailimah bertanya, أتشهد أن محمدًا رسول الله؟ “Apakah kamu bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah?”
[Hadhrat Habib] menjawab, “Ya”. Lalu ia (Musailamah) bertanya, أتشهد أني رسول الله؟ “Apakah kamu bersaksi bahwa saya adalah Rasul Allah?”
Beliau mengelak dengan menjawab, أنا أصم لا أسمع “Saya tuli, tidak dapat mendengar.”
Musailimah berkali-kali mengulangi pertanyaan tadi dan Hadhrat Habib pun terus menjawab seperti itu. Setiap kali Hadhrat Habib tidak menjawab sesuai keinginan Musailimah, yaitu menerimanya sebagai nabi, maka ia menyiksanya dan memotong salah satu bagian tubuhnya. Ia disiksa agar mengakuinya, dan setiap saat Musailimah tidak mendapat jawaban, ada bagian tubuhnya yang dipotong. Hadhrat Habib menghadapinya dengan kesabaran yang luar biasa, hingga tubuhnya pun terpotong-potong seluruhnya. Di depan mereka, Hadhrat Habib pun meraih maqom kesyahidan.[17]
Musailimah telah mengibarkan bendera pemberontakan di Yamamah. Kini ia tidak hanya menda’wakan kenabian, bahkan ia juga melakukan kezaliman kepada mereka yang tidak menerimanya sebagai nabi. Musailimah mengobarkan api pemberontakan di Yamamah dan ia mengusir wakil Rasulullah (saw) di Yamamah, Hadhrat Tsamamah bin Utsal.
Tatkala Nabi yang mulia (saw) wafat, dan Hadhrat Abu Bakr (ra) mengirim berbagai pasukan untuk menanggulangi mereka yang murtad, maka saat itu beliau pun mengirim satu pasukan di bawah pimpinan Hadhrat Ikrimah untuk menghadapi Musailimah, dan selanjutnya dikirim juga pasukan bantuan di bawah pimpinan Hadhrat Syurahbil bin Hasanah untuk membantu mereka.
Hadhrat Abu Bakr (ra) menekankan kepada Hadhrat Ikrimah agar jangan sampai ada pertempuran dengan Musailimah sebelum kedatangan [pasukan] Syurahbil. Namun Hadhrat Ikrimah bersikap tergesa-gesa dan ia menyerang Yamamah sebelum kedatangan Hadhrat Syurahbil dengan anggapan agar ia segera mendapat kemenangan, namun kenyataannya mereka jatuh ke dalam musibah dan harus menghadapi kekalahan. Jumlah pasukan Musailimah saat itu sangat besar. Tatkala Hadhrat Syurahbil mengetahui kejadian ini, maka ia pun berhenti di tengah perjalanan.
Hadhrat Ikrimah lantas menulis semua kejadian ini kepada Hadhrat Abu Bakr (ra), lalu Hadhrat Abu Bakr (ra) menjawab dengan bersabda, لَا أَرَيَنَّكَ وَلَا تَرَانِي، لَا تَرْجِعَنَّ فَتُوهِنَ النَّاسَ، امْضِ إِلَى حُذَيْفَةَ وَعَرْفَجَةَ فَقَاتِلْ أَهْلَ عُمَانَ وَمَهْرَةَ، ثُمَّ تَسِيرُ أَنْتَ وَجُنْدُكَ تَسْتَبْرُونَ النَّاسَ، حَتَّى تَلْقَى مُهَاجِرَ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بِالْيَمَنِ وَحَضْرَمَوْتَ “Saya tidak ingin melihat wajah Anda (jangan Anda jumpai saya) dan tidaklah Anda akan melihat saya (saya juga tidak ingin menemui kalian). Anda telah mengingkari petunjuk yang saya berikan. Janganlah kembali kemari [ke Madinah] karena akan dapat menimbulkan rasa ciut dalam diri orang orang. Pergilah Anda dan pasukan Anda ke tempat Hadhrat Hudzaifah dan Arfajah dan ikutlah bersama-sama mereka untuk berperang menghadapi orang-orang Oman dan Mahrah.” Muhrah adalah suatu tempat yang terletak di pantai tenggara Arab, di daerah tepi lautan India. “Setelah dari sana, pergilah bersama pasukanmu ke Yaman dan Hadramaut. Anda akan bertemu dengan pasukan Islam di sana [untuk menghadapi para pemberontak].”[18] Hadramaut pun adalah satu negara bagian di sebelah timur Yaman, dan di bagian selatannya berbatasan dengan lautan.
Di dalam satu riwayat lain tertera bahwa bunyi surat dari Hadhrat Abu Bakr (ra) adalah sebagai berikut:Anda tidak layak baik dalam hal belajar dan mengajar. mengapa untuk hal yang sepele saja yaitu tata cara berperang, Anda yang seharusnya mahir kini tidak mengetahui. Anda takut untuk belajar lebih jauh. Di saat Anda kelak bertemu dengan saya, Anda akan melihat bagaimana saya memperlakukan Anda. Mengapa Anda tidak tetap bertahan hingga kedatangan Syurahbil dan dengan bantuannya Anda berperang?
Kini pergilah menemui Huzaifah (حُذَيْفَةُ بْنُ مِحْصَنٍ الْحِمْيَرِيُّ) dan bantulah ia. Anda telah tidak menepati perintah Khalifah, menganggap diri Anda sebagai orang yang besar, dan Anda tidak berkeinginan untuk belajar. Kini, janganlah Anda datang menemui saya. Jika tidak, Anda akan mengetahui bagaimana saya akan memperlakukan Anda. Namun untuk saat ini, pergilah Anda menuju Hudzaifah dan bantulah ia dalam menjalankan rencananya yang karenanya ia dikirim. Jika ia tidak lagi memerlukan bantuan Anda, maka pergilah Anda menuju Yaman dan Hadramaut, dan tolonglah sosok Muhajir bin Abi Umayyah.[19]
Hadhrat Abu Bakr (ra) sebelumnya telah mengirim Muhajir bin Abu Umayyah ke Hadramaut untuk menghadapi Kabilah Kindah. Hadhrat Abu Bakr (ra) telah memerintahkan Hadhrat Syurahbil untuk tinggal di sana hingga ada perintah selanjutnya. Kemudian, sebelum mengirim Hadhrat Khalid bin Walid ke Yamamah, Hadhrat Abu Bakr (ra) menulis kepada Syurahbil, “Tatkala Khalid datang menemui Anda, dan Anda telah selesai dalam misi bala bantuan di Yamamah, bergeraklah menuju Qudha’ah, dan laporkanlah bersama Hadhrat Amr bin ‘Ash tentang bagaimana keadaan para pemberontak di Qudha’ah yang telah menolak memeluk Islam, lalu rapatkanlah barisan untuk melawan mereka. Mereka tidak hanya mengingkari, tetapi juga memusuhi.
Hadhrat Syurahbil pun bersikap tergesa-gesa dan seperti halnya Hadhrat Ikrimah, ia melakukan tindakan yang bertentangan dengan petunjuk Hadhrat Abu Bakr (ra). Ia telah memulai pertempuran melawan Musailimah sebelum kedatangan Hadhrat Khalid, dan beliau pun menerima kekalahan. Akibatnya, Hadhrat Khalid menampakkan kemarahannya kepada beliau.
Hadhrat Abu Bakr (ra) pun telah mengirim pasukan tambahan di bawah pimpinan Hadhrat Tsalit (سليط بن عمرو بن عبد شمس العامري القرشي) sebagai bantuan bagi Hadhrat Khalid untuk menjaga daerah yang mereka tinggalkan.[20]
Hadhrat Abu Bakr (ra) mengirim Hadhrat Khalid untuk menghadapi Musailimah. Beliau pun mengirim satu golongan kaum Muhajir dan Ansar untuk berperang bersama-sama mereka. Hadhrat Abu Bakr (ra) mengangkat Hadhrat Tsabit bin Qais sebagai Amir golongan Ansar dan Hadhrat Abu Hudzaifah (أَبُو حُذَيْفَةَ) dan Zaid bin Khaththab (زَيْدُ بْنُ الْخَطَّابِ) sebagai Amir golongan Muhajirin. Maka dengan demikian, segenap kabilah yang ada di dalamnya pun masing-masing mengangkat seseorang sebagai pemimpin kelompok mereka. Hadhrat Khalid lalu menunggu kedatangan pasukan tersebut di tempat bernama Buthah. Buthah adalah suatu tempat di wilayah kabilah Bani Zu’aim. Alhasil tatkala segenap pasukan tersebut tiba menjumpai Hadhrat Khalid, maka mereka semua pun bergerak menuju Yamamah.[21]
Saat itu, jumlah tentara di kabilah Banu Hanifah sangatlah banyak. Mereka berjumlah 40 ribu prajurit. Saat itu jumlah orang-orang di Yamamah yang ada bersama Musailimah adalah 40 ribu orang. Atau menurut satu riwayat lain, jumlah mereka adalah 100 ribu orang atau bahkan lebih. Sementara itu jumlah prajurit Muslim adalah lebih dari 10 ribu. Alhasil, sebelum dimulainya pertempuran besar ini, orang-orang Muslim telah menangkap seorang petinggi Banu Hanifah.
Mengenai ini, di dalam satu riwayat tertera sebagai berikut: Mujjaa’ah bin Murarah, salah satu petinggi Banu Hanifah tengah keluar bersama satu kelompoknya, lalu orang-orang Muslim menangkapnya beserta teman-temannya. Hadhrat Khalid lalu menghabisi teman-temannya dan membiarkan Mujjaa’ah tetap hidup, karena ia adalah sosok yang sangat dihormati di Banu Hanifah.
Rincian selanjutnya adalah, tatkala Hadhrat Khalid tiba di ‘Aridh, beliau mengirim 200 prajurit berkuda untuk maju kedepan dan bersabda, “Siapapun yang Anda temui, tangkaplah mereka.” [22] Para prajurit berkuda itu lalu bergerak maju, kemudian mereka menangkap Mujjaa’ah bin Murarah Hanafi bersama 23 orang teman-teman kabilahnya, dimana saat itu mereka tengah mencari seseorang dari Banu Numair. Mereka yang tengah keluar itu dan tidak mengetahui kedatangan Hadhrat Khalid. Orang-orang Muslim lalu bertanya, “Siapakah kalian?”
Mereka menjawab, “Kami dari Banu Hanifah”.
Orang-orang Muslim menganggap bahwa mereka adalah utusan dari Musailimah. Tatkala terbit fajar, dan orang-orang pun melihatnya, maka kaum Muslim pun membawanya kepada Hadhrat Khalid. Tatkala Hadhrat Khalid melihat mereka, beliau pun berpendapat bahwa orang-orang ini adalah utusan dari Musailimah. Beliau bertanya kepada mereka, “Wahai Banu Hanifah, Apa pendapatmu mengenai majikanmu, Musailimah”.
Mereka menjawab dengan bersaksi bahwa ia adalah Rasul Allah.
Hadhrat Khalid bertanya kepada Mujjaa’ah, “Apa pendapatmu?”
Ia menjawab, “Demi Tuhan, saya tengah keluar mencari seseorang dari Banu Numair yang telah menyerang kabilah kami, dan saya bukanlah termasuk diantara orang-orang terdekat Musailimah”. Alhasil, saat itu ia berkelit dalam ucapannya dan berkata, “Saya telah hadir di hadapan Rasulullah (saw) dan telah memeluk Islam, dan saat ini pun saya masih berdiri di atasnya. Demikian pula orang-orang yang lainnya”.
Alhasil, Hadhrat Khalid memerintahkan untuk membunuh mereka. Tatkala tersisa Sariyah bin Musailimah bin Amir, ia lantas berkata, “Wahai Khalid, Jika engkau menginginkan kebaikan atau keburukan bagi segenap Yamamah, maka biarkanlah Mujjaa’ah hidup, karena ia akan membantumu di perang ini dan di hari-hari perdamaian kelak, karena ia adalah pemimpin mereka.”
Hadhrat Khalid lantas tidak membunuhnya. Beliau menyukai pendapat Sariyah ini. Beliau juga membiarkan Sariyah hidup. Terkait mereka berdua, beliau memerintahkan agar keduanya diikat dengan rantai besi. Hadhrat Khalid memanggil Mujjaa’ah yang saat itu ia telah dirantai, dan beliau berbincang dengannya. Mujjaa’ah menganggap bahwa Hadhrat Khalid akan membunuhnya.
Di saat itulah tatkala keduanya tengah berbicara, Mujjaa’ah berkata kepada beliau, “Wahai Ibnu Mughirah, (ini adalah julukan Hadhrat Khalid bin Walid) saya adalah seorang Muslim. Demi Allah, saya tidaklah kafir. Saya telah berada di majlis Rasul Karim (saw), dan saya beranjak dari sana sebagai seorang Muslim, dan kini saya tidak akan ikut untuk berperang”. Lalu ia pun mengulangi perkara mencari seorang dari Numairi.
Hadhrat Khalid bersabda, “Hanya ada sedikit jarak dari sini – yakni sebagai tahanan – dengan mati atau kebebasan. Hingga Allah Ta’ala memutuskan nasib kami di pertempuran ini sesuai kehendak-Nya dan Anda menyerahkan [nasib] istri Anda pada-Nya, yang telah Anda nikahi setelah kematian Malik bin Nuwairah”. Hadhrat Khalid memerintahkan agar ia diperlakukan sebagai tawanan dengan baik.
Mujjaa’ah beranggapan bahwa Hadhrat Khalid ingin menawannya supaya ia dapat memberitahu keberadaan musuh. Ia berkata, “Anda mengetahui bahwa saya pernah hadir di hadapan Rasul Karim (saw), dan saya telah baiat memeluk Islam Anda”. Mujjaa’ah berkali-kali mengulang hal ini. Ia berkata, “lalu saya pulang ke kaum saya, dan inilah keadaan saya hingga saat ini”.[23]
Namun dari peristiwa yang terjadi selanjutnya dapat diketahui bahwa ini semua adalah ucapan dusta. Ia berkata, “seperti itu jugalah keadaan saya kini”.
Setelah selesai dengan kelompok Mujjaa’ah, Hadhrat Khalid bergerak menuju Yamamah. Mendengar berita kedatangan beliau, Musailimah pun keluar bersama kabilahnya, yakni Banu Hanifah untuk menyerang beliau. Setiba di Uqraba (عُقْرَبَاءَ), [Musailimah] mendirikan kemah di sana. Tempat ini juga terletak di batas wilayah Yamamah, yaitu di batas daerah subur dan area pertanian mereka.
Hadhrat Khalid telah menyusun strategi jitu untuk menghadapi mereka. Beliau tidak pernah sekalipun menganggap remeh musuh. Di medan perang, beliau senantiasa penuh dengan persiapan dan kehati-hatian, jangan sampai musuh akan menyerang dengan tiba-tiba, atau apapun rencana jahat yang mungkin terjadi. Mengenai sifat beliau ini, dijelaskan bahwa Hadhrat Khalid sendiri sampai tidak istirahat, dan bahkan beliau memastikan agar yang lain beristirahat. Beliau melalui malam dengan segenap kesiapan. Tidak ada satu hal pun terkait musuh yang tidak beliau ketahui.
Telah tiba waktu untuk mengatur barisan pasukan. Sosok yang akan memegang panji pertempuran adalah Hadhrat Abdullah bin Hafs bin Ganim. Lalu tugas ini diberikan kepada Hadhrat Salim Maula Abu Huzaifah. Di pertempuran ini, Hadhrat Khalid mengirim Hadhrat Syurahbil di barisan depan dan beliau membagi pasukan ke dalam 5 bagian. Di bagian depan ada Hadhrat Khalid al-Makhzumi. Di bagian sayap kanan ada Hadhrat Abu Huzaifah, di sayap kiri ada Hadhrat Syuja’. Di bagian tengah ada Hadhrat Zaid bin Khattab (زَيْدُ بْنُ الْخَطَّابِ). Beliau mengangkat Hadhrat Usamah bin Zaid untuk memimpin pasukan berkuda. Beliau meletakkan pasukan unta di bagian belakang, berdekatan dengan kemah pasukan, dimana para wanita Muslim menungganginya. Ini adalah pengaturan terakhir sebelum dimulai pertempuran. Sementara itu, pasukan Musailimah Kadzdzab pun telah siap sedia.
Syurahbil putra Musailamah (شُرَحْبِيلُ بْنُ مُسَيْلِمَةَ) menyeru kepada kabilahnya, يَا بَنِي حَنِيفَةَ، قَاتِلُوا؛ فَإِنَّ الْيَوْمَ يَوْمُ الْغَيْرَةِ، فَإِنِ انْهَزَمْتُمْ تُسْتَرْدَفُ النِّسَاءُ سَبِيَّاتٍ، وَيُنْكَحْنَ غَيْرَ خَطِيبَاتٍ، فَقَاتِلُوا عَنْ أَحِسَابِكُمْ، وَامْنَعُوا نِسَاءَكُمْ “Wahai Banu Hanifah, ini adalah hari kita memperlihatkan semangat kita. Jika hari ini kalian kalah, maka wanita-wanita kalian akan menjadi hamba-hamba sahaya dan mereka akan dimanfaatkan dengan tanpa pernikahan. Maka dari itu, perlihatkanlah keberanian kalian pada hari ini demi menjaga wanita-wanita dan kehormatan kalian, dan lindungilah wanita-wanita kalian.”
Lalu selanjutnya pertempuran sengit pun terjadi. Pertempuran ini sedemikian rupa sengitnya, dimana ini tidak pernah dialami sebelumnya oleh kaum Muslim. Kaum Muslim menghadapi kekalahan. Meski demikian musuh pun menelan kerugian. Banu Hanifah mulai maju untuk membebaskan Mujjaa’ah dan bergerak menuju tempat bermukim Hadhrat Khalid. Mereka dapat sampai menemui Mujjaa’ah karena Hadhrat Khalid telah meninggalkan kemah beliau, dan Mujjaa’ah [hanya] ada di bawah pengawasan istri Hadhrat Khalid. Orang-orang murtad hendak membunuh istri beliau tetapi Mujjaa’ah menahannya dan berkata, أَنَا لَهَا جَارٌ، فَتَرَكُوهَا، وَقَالَ لَهُمْ: عَلَيْكُمْ بِالرِّجَالِ “Saya melindunginya”. Maka dari itu mereka melepaskannya. Mujjaa’ah berkata, عَلَيْكُمْ بِالرِّجَالِ “Seranglah kaum pria.”[24] Jadi, sebelumnya ia mengaku dirinya Muslim, namun kini ia berkata kepada segenap musuh untuk menyerang laki-laki Muslim. Lalu mereka menghancurkan kemah-kemah [pasukan Muslim].
Meskipun pasukan Islam telah mundur, namun tidak ada sedikitpun kegentaran dalam tekad, keberanian dan keteguhan dalam diri Hadhrat Khalid bin Walid. Beliau sedikit pun tidak memikirkan kekalahan yang ada. Hadhrat Khalid menyeru kepada segenap prajurit Muslim, امْتَازُوا أَيُّهَا النَّاسُ لِنَعْلَمَ بَلَاءَ كُلِّ حَيٍّ، وَلِنَعْلَمَ مِنْ أَيْنَ نُؤْتَى “Wahai kaum Muslim, berpisah-pisahlah dari barisan kalian (yakni bertempurlah bersama kabilah Anda masing-masing, dan berlombalah dalam menghadapi musuh, hingga kita kelak menyaksikan, kabilah manakah yang paling unggul dalam memperlihatkan keberaniannya)”.[25] Maksud dari seruan ini adalah, segenap pasukan Muslim agar bertempur di bawah panji kabilahnya masing-masing. Dengan ini, seakan-akan telah terlahir ruh baru di dalam segenap kabilah yang ada. Hal ini telah melahirkan gejolak baru untuk berlomba-lomba membuktikan kemampuan dan keberanian mereka masing-masing. Segenap kaum Muslim pun memberikan dorongan satu sama lain.
Hal ini secara lebih rinci tertera sebagai berikut: Hadhrat Tsabit bin Qais (ثَابِتُ بْنُ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ) berkata: بِئْسَ مَا عَوَّدْتُمْ أَنْفُسَكُمْ يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ! “Wahai segenap kaum Muslim, betapa buruknya perkara yang telah melingkupimu kini, (jika ini telah membuatmu gentar, maka ini sungguh hal yang buruk)”.
Para sahabat saling menyemangati satu sama lain untuk bertempur dan Hadhrat Tsabit berkata, يَا أَصْحَابَ سُورَةِ الْبَقَرَةِ، بَطَلَ السِّحْرُ الْيَوْمَ “Wahai penghapal Surah al-Baqarah! Hari ini sihir tidak akan bekerja.” Hadhrat Tsabit bin Qais menggali tanah hingga batas setengah kaki dan membenamkan diri beliau ke dalamnya. Saat itu beliau tengah memegang panji kaum Ansar, lalu beliau menyerbukkan ramuan kamper (kapur barus) ke tubuh beliau.[26]
Dalam adat istiadat Arab, mereka yang ingin memperlihatkan keberanian tinggi mereka, mereka melakukan sendiri apa yang akan dilakukan oleh orang lain di saat kematian mereka, yaitu mereka menanam setengah tubuh mereka sendiri di tanah, seolah dirinya telah siap untuk kematian dan mereka menyerbukkan ramuan wewangian yang biasa diberikan setelah jenazah dimandikan, atau berbagai obat-obatan yang dengannya jenazah dapat bertahan lama dan terjaga dari pembusukan. Alhasil, demikianlah tertera di dalam riwayat bahwa Hadhrat Tsabit mengenakan kain kafan, dan beliau tetap teguh dalam menghadapi musuh, hingga beliau pun meraih maqom kesyahidan.
Rinciannya insya Allah masih akan berlanjut pada kesempatan yang akan datang. Sekarang saya ingin menyampaikan riwayat beberapa Almarhum. Yang pertama adalah seorang syahid yang disyahidkan beberapa hari yang lalu, yaitu Abdussalam Sahib bin Master Munawwar Ahmad Sahib, Ketua Jemaat L-Plot Okara. Beliau disyahdikan pada 17 Mei. Beliau berusia 35 tahun. Seorang penentang Jemaat menikam beliau dengan pisau belati dan mensyahidkannya. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun. Kronologisnya adalah, Abdussalam Sahib bersama dengan dua putranya, Ananda Qomar Islam yang berusia 6 tahun dan Ananda Badar Islam yang berusia 4,5 tahun, keluar dari rumah untuk suatu pekerjaaan, bahkan beliau dipanggil untuk memperbaiki saluran air dan sebagainya dan nampaknya ini sudah direncanakan. Beliau dipanggil keluar dari rumah dengan perencanaan dan ditikam dari belakang oleh musuh. Bagaimanapun, ketika beliau keluar dari rumah, seorang penentang Jemaat bernama Hafiz Ali Raza alias Husain membuntuti beliau dan menyerang beliau dengan belati. Saat itu sore hari. Akibat dari serangan tersebut disebabkan luka-lukanya Abdussalam Sahib meninggal di tempat kejadian di hadapan dua putranya yang maksum. Pertama beliau diserang dari belakang pada bagian ginjal, lalu usus dan kemudian jantung, bagaimanapun, beliau syahid di tempat di hadapan putra-putra beliau dan pelaku melarikan diri dari tempat kejadian. Pembunuh ini mensyahidkan para Ahmadi untuk mencari surga. Pelaku adalah santri di Pesantren setempat, yaitu Jami’ah Aminiyah Farid, L-Plot, Distrik Okara dan dua hari sebelum kejadian ia baru saja lulus dari kursus Hafiz Al-Quran di pesantren tersebut. Pada acara kelulusan yang diadakan oleh pihak pesantren, Maulwi pengelola pesantren tersebut dalam pidatonya mengatakan kepada para wisudawan bahwa, “Kalian harus mengambil tindakan terhadap Jemaat Ahmadiyah”, dan memprovokasi serta menghasut untuk melakukan tindakan ekstrim. Bagaimanapun, dengan cara yang mana mereka ingin membawa orang-orang ke surga, mereka sendiri mencari jalan ke neraka dan mereka juga berusaha untuk mengirim orang-orang ke neraka.
Ahmadiyah masuk dalam keluarga Almarhum Syahid melalui kakek buyut beliau, Hadhrat Nabi Bakhs Sahib, seorang sahabat Hadhrat Masih Mau’ud a.s. yang berasal dari Phamia, Distrik Hoshiarpur. Kakek Almarhum, yang terhormat Muhammad Shidiq Sahib adalah seorang Ahmadi keturunan. Setelah berdirinya Pakistan mereka pindah ke Okara. Almarhum Syahid menempuh pendidikan hingga Matriks atau Sekolah Menengah, kemudian mengelola lahan pertanian. Beliau juga tergabung dalam gerakan berberkat Waqaf-e-nou. Ibunda beliau menuturkan bahwa ketika beliau mengatakan kepada Almarhum bahwa, “Kamu juga Waqaf-e-nou. Dua kakakmu telah menjadi mubaligh, sedangkan kamu tidak.” Maka Almarhum menjawab bahwa, “Saya akan mengkhidmati mereka. Allah Ta’ala juga akan menerima pengkhidmatan saya ini dan apa yang saya kerjakan demi keluarga”, karena Almarhum menjadi tulang punggung keluarga dengan bertani dan profesi yang dijalaninya. Beliau membuat semua anggota keluarga tidak merasa khawatir secara finansial. Saat itu beliau mendapatkan taufik berkhidmat sebagai Qaid Khudamul Ahmadiyah dan dengan karunia Allah Ta’ala beliau juga tergabung dalam Nizam Al-Wasiyat. Beliau seorang yang sangat ramah dan penuh kasih. Dengan siapapun beliau bertemu, maka akan terjalin keakraban. Para ghair Ahmadi yang mengenal beliau juga mengatakan bahwa ini adalah kejadian yang sangat zalim, namun mereka tidak berani angkat bicara di hadapan para Maulwi radikal. Di Pakistan orang-orang yang baik benar-benar bungkam. Bagaimanapun, saudara-saudara dan kerabat Almarhum menuturkan berkenaan dengan Almarhum bahwa Almarhum seorang yang sangat mencintai Khilafat. Beliau biasa menolong secara diam-diam orang-orang yang membutuhkan tanpa membeda-bedakan mereka Ahmadi atau pun non-Ahmadi. Keramahan terhadap tamu adalah sifat beliau yang menonjol. Khususnya beliau selalu terdepan dalam mengkhidmati tamu-tamu dari pusat. Kerabat-kerabat beliau semuanya menulis bahwa beliau seorang yang sangat pemberani dan dikenal sebagai pemuda yang pemberani. Di masa lalu, pada hari eid Almarhum pernah menjadi sasaran tindak kekerasan oleh para penentang, saat itu Allah Ta’ala melindungi beliau, namun sekarang telah menjadi taqdir beliau.
Selain meninggalkan ayahanda beliau, yakni yang terhormat Master Munawwar Ahmad Sahib, Ketua Jemaat L-Plot, Distrik Okara, dan ibunda beliau, Shamshad Kautsar Sahibah, Almarhum juga meninggalkan istrinya, Farzanah Iram dan tiga orang anaknya, Qomar Islam yang berusia 6 tahun, Badar Islam yang berusia 4,5 tahun dan seorang anak perempuan, Azizah Sahar yang berusia 1,5 tahun. Almarhum Syahid memiliki empat saudara laki-laki, di antaranya Zuhur Ilahi Tauqir Sahib yang merupakan Muballigh yang bertugas di Research Cell. Hafiz Anwar Ahmad Sahib, seorang muballigh di Pakistan dan dua saudara laki-laki lainnya, satu orang tinggal di London dan satu lagi di Rabwah. Beliau memiliki tiga saudara perempuan, seorang saudara perempuan beliau adalah istri dari Zishan Khalid Sahib yang tinggal di Manchester, UK, kemudian seorang lagi tinggal di Kuwait dan seorang lainnya di London. Semoga Allah Ta’ala meninggikan derajat Almarhum Syahid dan menganugerahkan maqom yang tinggi di surga firdaus. Semoga Allah Ta’ala menjadi pelindung dan penolong putra-putra beliau yang maksum, istri beliau, kedua orang tua beliau serta mereka yang ditinggalkan. Di hadapan anak-anak yang tak berdosa ini ayah mereka disyahidkan, hanya Allah Ta’ala yang tahu bagaimana kondisi dan perasaan hati mereka. Anak paling besar – yang mana peristiwa itu terjadi di hadapannya – berusia 6 tahun, dan telah cukup menyadari apa yang terjadi, dikatakan bahwa saat ini ia benar-benar murung. Hanya Allah Ta’ala lah yang dapat menganugerahkannya kesabaran dan ketentraman dan semoga Allah Ta’ala melindungi anak-anak tersebut dan menyampaikan para musuh pada kesudahan yang buruk.
Syekh Sa’idullah Sahib dari Faisalabad yang baru-baru ini pergi ke Azerbaijan dan meninggal di sebuah hotel di sana karena serangan jantung pada usia 36 tahun. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun. Ahmadiyah masuk ke dalam keluarga beliau melalui kakek buyut beliau, Hadhrat Syekh Rahmatullah Sahib yang merupakan seorang sahabat Hadhrat Masih Mau’ud a.s. dan putra dari Hadhrat Syekh Janda Sahib, seorang sahabat Hadhrat Masih Mau’ud a.s. Hadhrat Syekh Rahmatullah Sahib memiliki toko obat di dekat Masjid Mubarak Qadian dan setelah bai’at beliau hijrah ke Qadian dari kampungnya, Tawakul Wala yang dekat dari Qadian.
Suatu kali seseorang mengeluhkan kepada Hadhrat Maulana Nuruddin Sahib (ra), Khalifatul Masih Awwal bahwa di dekat masjid seharusnya tidak ada toko. Hadhrat Maulana Nuruddin Sahib (ra) menyampaikan hal ini kepada Hadhrat Masih Mau’ud a.s., maka Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Mereka ini adalah Ashabu Sufah”. Kemudian Allah Ta’ala menganugerahkan kelapangan kepada para Ashabu Sufah ini dari segala segi dan mengembangkan keluarga mereka. Pada 2005 Almarhum menerima gelar BSc Honours di bidang Tekstil dari Manchester University. Setelah itu beliau sibuk menjalankan bisnis keluarga. Meskipun meraih kemajuan luar biasa secara duniawi, beliau merupakan contoh kerendahan hati dan kesederhanaan. Beliau biasa bergaul dengan setiap orang dari semua kalangan, memperlakukan setiap orang dengan penuh hormat dan memperlakukan setiap orang layaknya teman dan saudaranya. Beliau juga sangat memperhatikan para karyawan dan sangat bersikap simpati terhadap mereka. Beliau dengan penuh semangat ambil bagian dalam sedekah dan beliau juga biasa ikut serta dalam kegiatan-kegiatan amal di rumah sakit dsb. Beliau ikut serta pada setiap pos pengorbanan harta dalam Jemaat, bahkan beliau sendiri mengingatkan Sekretaris Mal untuk mengambil candah beliau dan memberitahukan mengenai setiap pos yang ada dan mengambil candahnya. Beliau sering ikut serta dalam proyek-proyek Humanity First. Beliau membangunkan rumah untuk orang lain, membantu pernikahan orang-orang misikin. Ketika bertemu seseorang, beliau berusaha untuk mempelajari hal-hal yang baik dan berusaha untuk mengamalkannya dalam kehidupan beliau.
Secara khusus pada bulan Ramadhan beliau banyak melakukan pengkhidmatan kemanusiaan. Almarhum dan kedua orang tuanya juga membangun sebuah masjid di Belize. Ini adalah sebuah proyek besar dan dengan karunia Allah Ta’ala di sana berdiri sebuah masjid besar yang indah. Dituliskan juga mengenai beliau bahwa beliau biasa menghentikan pekerjaan dan menyediakan waktu untuk melaksanakan shalat. Beliau dawam membaca Al-Qur’an dan membuat kehidupan beliau teratur. Ketika terjadi pembatasan untuk pergi ke masjid, beliau mengatur pelaksanaan salat berjamaah di rumah. Ketika beliau pergi jalan-jalan ke Malaysia, ketika di sana polisi menangkap beberapa anggota Jemaat di Masjid Jemaat, beliau pun mendapat karunia di penjara di jalan Allah meskipun tidak lama. Di antara yang ditinggalkan, selain istri dan dua anak, juga kedua orang tua beliau, 5 saudara laki-laki dan 1 saudara perempuan. Ibunda beliau, Asifah Sa’id Sahibah adalah Sadr Lajnah Daerah Faisalabad. Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan kesabaran dan ketabahan kepada mereka.
Dokter Hamid Mahmud Sahib menulis mengenai beliau bahwa beliau memiliki jalinan ketaatan dan kecintaan terhadap Jemaat dan khususnya Khilafat. Beliau berusaha membantu orang-orang dengan relasi-relasi sosial, politik dan pemerintahan beliau dan menganggap pengkhidmatan terhadap mereka yang membutuhkan sebagai kewajiban beliau. Ketika melihat seseorang dalam kesusahan, beliau menganggap itu sebagai kewajibannya untuk membantunya secara diam-diam. Beliau berupaya melakukannya dengan sangat diam-diam dan tanpa menampilkan diri.
Dokter Mas’ud Al-Hasan Nuri Sahib menuturkan bahwa Dzulfikar Sahib adalah seorang pemuda Ahmadi yang saleh, berwibawa dan mukhlis. Beliau menuturkan, “Sejak saya kenal dengannya, saya mengetahui dengan baik kecakapan-kecakapannya. Beliau dengan penuh semangat mengorbankan harta untuk program-program Humanity First. Semangat pengorbanan dan standar kedermawanan beliau sangat tinggi. Beliau biasa memberikan ratusan ribu rupee. Bersamaan dengan itu beliau pun memperlihatkan kerendahan hatinya. Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan maghfiroh dan rahmat kepada beliau dan memberikan kesabaran dan ketabahan kepada kedua orang tua beliau serta istri beliau. Semoga Allah Ta’ala menjaga anak-anak beliau dan memberikan taufik kepada mereka untuk mengikuti kebaikan-kebaikan beliau.
Jenazah yang ketiga adalah yang terhormat Tabassum Maqsud Sahib dari Kanada yang wafat beberapa hari yang lalu. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun. Ayahanda beliau, Malik Maqsud Ahmad Sahib disyahidkan pada peristiwa penyerangan yang terjadi pada 28 Mei 2010 di Daarudz Dzikr, Lahore. Kakek dari Malik Maqsud Ahmad Syahid adalah Hadhrat Malik Ali Bakhs Sahib dari Bhopal, seorang sahabat Hadhrat Masih Mau’ud (as) yang beriradah untuk baiat setelah mendengar Pidato Sialkot yang disampaikan oleh Hadhrat Masih Mau’ud (as). Malik Tabasum Maqsud Sahib mewaqafkan diri pada 1991. Pada 2006 beliau berkhidmat di Nazarat Umur Amah. Di departemen tersebut beliau mendapatkan taufik berkhidmat sebagai Naib Nazir Umur Ammah. Pada 2011 beliau ditetapkan sebagai Masyir Qanuni Tahrik Jadid. Pada 2016, dengan izin dari saya beliau pergi ke Kanada bersama dengan para keluarga syuhada. Awalnya beliau tidak ingin pergi, namun kemudian atas petunjuk saya beliau pun pergi. Di Kanada, selain berkhidmat di departemen Umur Amah dan Jaidad, beliau juga mendapatkan taufik berkhidmat sebagai Nazim Darul Qadha. Almarhum disiplin dalam salat dan puasa, dawam melaksanakan tahajud, sangat mencintai Al-Qur’an, memiliki ikatan yang mendalam dengan Khilafat dan mengucapkan labaik terhadap setiap seruan Khilafat. Beliau seorang yang sangat saleh dan penuh simpati. Di antara yang ditinggalkan, selain ibunda dan istri, juga seorang putra dan 3 orang putri. Anak laki-laki satu-satunya beliau, Dokter Athar Ahmad adalah seorang Waqaf Zindegi dan menantu beliau, Umar Faruq Sahib adalah seorang mubaligh. Almarhum Malik Tahir Ahmad Sahib adalah keponakan dari Amir Distrik Lahore.
Putri beliau, Raziah Tabassum menulis, “Beliau sangat hobi bertabligh. Suatu kali beliau pergi untuk bertabligh pada malam hari. Di sana para remaja laki-laki menyerang beliau. Namun beliau berhasil menyelamatkan diri. Dalam perkelahian itu sebuah pukulan mengenai mata beliau dan mata beliau terluka. Beliau dengan susah payah tiba di rumah, namun tidak menceritakan hal ini kepada siapapun. Setelah beberapa tahun, ketika mata beliau terasa sakit kembali dan diperlihatkan kepada Dokter, Dokter mengatakan bahwa ini disebabkan luka lama. Beliau lantas menceritakan peristiwa yang terjadi. Bagaimanapun beliau merasa senang bahwa lemahnya penglihatan beliau adalah dikarenakan menyampaikan pesan Hadhrat Masih Mau’ud a.s.
Malik Tahir Ahmad Sahib menulis, “Tabassum Maqsud Sahib dari sejak kecil memiliki kecenderungan pada kesalehan. Beliau melakukan pengkhidmatan di badan-badan dan juga di bawah nizam Jemaat. Hubungan yang mendalam dengan Khilafat dan ketaatan pada nizam Jemaat selalu menjadi ciri khas beliau. Beliau seorang yang sangat rendah hati dan bertawakal kepada Allah. Beliau memberikan tarbiyat yang sangat baik kepada anak-anaknya dan sangat berupaya untuk menjadikan mereka memiliki ikatan yang kuat dengan Khilafat dan Nizam Jemaat.
Hafiz Muhammad Akram Qureshi Sahib, Naib Wakilul Maal Tsaani menuturkan, “Saya memiliki hubungan yang sangat lama dengan beliau. Saya juga bertetangga dengan beliau. Beliau seorang yang sangat mukhlis, setia, penuh simpati, selalu bersemangat dalam mengkhidmati makhluk dan sangat mencintai Khilafat. Beliau memiliki keyakinan yang sempurna pada Dzat Allah Ta’ala. Suatu kali saya melihat beliau memberikan penjelasan kepada seseorang berkenaan dengan ma’rifat ilahi, maka saya melihat bahwa dari mata beliau mengalir air mata dikarenakan kecintaan dan pengagungan terhadap Allah Ta’ala.” Kemudian beliau menulis, “Seorang karyawan yang bekerja bersama beliau menceritakan kepada saya bahwa, “Beliau biasa mengatakan kepada saya bahwa, “Janganlah memperhatikan atau mendengarkan apa yang dilakukan oleh orang lain, cukup selamatkanlah keimananmu sendiri, janganlah meninggalkan Khilafat, karena tiada keamanan selain darinya.” Semasa Khudam pun beliau memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Jemaat dan selalu terdepan dalam pengorbanan jiwa, harta, waktu dan kehormatan. Beliau seorang pemuda yang cerdas, aktif, kuat, berperawakan tinggi dan atletis. Seluruh kecakapannya tersebut beliau gunakan untuk mengkhidmati Jemaat. Di usia mudanya beliau mendapatkan lisensi praktek di Mahkamah Agung. Beliau memiliki pengalaman dan kemampuan luar biasa untuk melakukan berbagai tugas dan melakukan perjalanan ke berbagai negara. Beliau tidak hanya berdiam diri di zona nyamannya. Namun beliau selalu rendah hati serta tidak pernah membanggakan dan menyombongkan diri.
Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan maghfiroh dan rahmat kepada beliau dan memberikan taufik kepada anak keturunan beliau untuk meneruskan kebaikan-kebaikan beliau.[27]
Khotbah II
الْحَمْدُ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا – مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ – وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ – عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ – أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُاللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
[1] (QS. Al-Fath, 48:17): قُل لِّلْمُخَلَّفِينَ مِنَ الْأَعْرَابِ سَتُدْعَوْنَ إِلَىٰ قَوْمٍ أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ تُقَاتِلُونَهُمْ أَوْ يُسْلِمُونَ ۖ فَإِن تُطِيعُوا يُؤْتِكُمُ اللَّهُ أَجْرًا حَسَنًا ۖ وَإِن تَتَوَلَّوْا كَمَا تَوَلَّيْتُم مِّن قَبْلُ يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا Katakanlah kepada orang-orang Badwi yang tertinggal: “Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam). Maka jika kamu patuhi (ajakan itu) niscaya Allah akan memberikan kepadamu pahala yang baik dan jika kamu berpaling sebagaimana kamu telah berpaling sebelumnya, niscaya Dia akan mengazab kamu dengan azab yang pedih”. Al-Qurthubi atau Qurtubi adalah seorang Imam, Ahli hadits, Alim, dan seorang mufassir (penafsir) Al-Qur’an yang terkenal. Nama lengkapnya adalah “Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr Al-Anshari al-Qurthubi” (Arab: أبو عبدالله القرطبي). Dia berasal dari Qurthub (Cordoba, Spanyol) dan mengikuti mahzab fiqih Maliki. Dia sangat terkenal melalui karyanya sebuah Kitab Tafsir Al-Qur’an, yang dikenal sebagai Tafsir Al-Qurthubi. Imam Qurthubi meninggal dunia dan dimakamkan di Mesir, pada Senin, 09 Syawal tahun 671 H. Karya Imam Qurthubi yang paling terkenal adalah sebuah tafsir Al-Qur’an yang diberinya judul “Al-Jami’ li ahkam al-Qur’an wa al-Mubayyin Lima Tadhammanahu Min as-Sunnah wa Ayi al-Furqan” atau yang lebih dikenal sebagai Tafsir Qurthubi saja. Kitab ini tergolong besar yang terdiri hingga 20 jilid. Kitab tafsir ini merupakan salah satu tafsir terbesar dan terbanyak manfaatnya dalam sejarah Islam. Didalamnya penulis tidak mencantumkan kisah-kisah atau sejarah, Penulis memfokuskan dalam menetapkan hukum-hukum al-Qur’an, melakukan istimbath atas dalil-dalil, menyebutkan berbagai macam qira’at, i’rab, nasikh dan mansukh. Tafsir Al-Qurthubi menggunakan sumber penafsiran Bil-Ma’tsur & Bir-Ra’yi, juga bercorak fikih Maliki. Karya-karya lain: Al-Asna fi Syarh Asma’illaj al-Husna, At-Tidzkar fi Afdhal al-Adzkar
Syar at-Taqashshi, Qam’ al-Hirsh bi az-Zuhd wa al-Qana’ah, At-Taqrib likitab at-Tamhid, Al-I’lam biima fi Din an-Nashara min al-Mafasid wa al-Auham wa Izhharm Mahasin Din al-Islam, At-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa umur al-Akhirah, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai “Buku Pintar Alam Akhirat”
[2] Futuhul Buldaan (فتوح البلدان – البلاذري – ج ١ – الصفحة ١٠٥)
[3] As-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam (السيرة النبوية لابن هشام), (قُدُومُ وَفْدِ بَنِي حَنِيفَةَ وَمَعَهُمْ مُسَيْلِمَةُ الْكَذَّابِ).
[4] Fathul Baari syarh Shahih al-Bukhari (فتح الباري شرح صحيح البخاري » كتاب المغازي » باب قصة الأسود العنسي): كذا صرح به محمد بن سعد في طبقات النساء فقال : رملة بنت الحارث ويقال لها ابنة الحارث بن ثعلبة الأنصارية وساق نسبها . وأما زوجة مسيلمة وهي كيسة بنت الحارث فلم تكن إذ ذاك بالمدينة وإنما كانت عند مسيلمة باليمامة ، فلما قتل تزوجها ابن عمها عبد الله بن عامر بعد ذلك . الإضافة عن طبقات ابن سعد ١: ٣١٦، وفي تاريخ الطبري ٤: ١٧٣٧ ط.
بيروت ” فكان منزلهم في دار ابنة الحارث امرأة من الأنصار ثم من بني النجار “، انظر أيضا الجزء السادس من إرشاد الساري بشرح صحيح البخاري للقسطلاني 6: 435، وقيل إن التي نزل عليها هي رملة بنت الحدث – بدال مهملة بعد الحاء المهملة لابراء – والحدث هو ابن ثعلبة بن الحرث بن زيد بن الأنصار، وكانت دارها دار الوفود. إرشاد الساري 6: 435. Tarikh Madinah karya Ibnu Syabah an-Numairi (تاريخ المدينة – ابن شبة النميري – ج ٢ – الصفحة ٥٧٢). Kitab al-Ishabah (كتاب الإصابة في تمييز الصحابة) karya Ibnu Hajar al-Asqalani (ابن حجر العسقلاني).
[5] As-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam (السيرة النبوية لابن هشام), kedatangan perutusan Banu Hanifah dan bersama mereka ada Musailamah (قُدُومُ وَفْدِ بَنِي حَنِيفَةَ وَمَعَهُمْ مُسَيْلِمَةُ الْكَذَّابِ), keadaan Rasulullah terhadap Musailamah (مَا كَانَ مِنْ الرَّسُولِ لِمُسَيْلِمَةَ).
[6] As-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam (السيرة النبوية لابن هشام), kedatangan perutusan Banu Hanifah dan bersama mereka ada Musailamah (قُدُومُ وَفْدِ بَنِي حَنِيفَةَ وَمَعَهُمْ مُسَيْلِمَةُ الْكَذَّابِ), keadaan Rasulullah terhadap Musailamah (مَا كَانَ مِنْ الرَّسُولِ لِمُسَيْلِمَةَ).
[7] Shahih al-Bukhari 4378, 4379, Kitab al-Maghazi (كتاب المغازى), bab kisah al-Aswad al-Ansi (باب قِصَّةُ الأَسْوَدِ الْعَنْسِيِّ).
[8] Shahih al-Bukhari 4373, 4374, Kitab al-Maghazi (كتاب المغازى), bab delegasi Banu Hanifah dan Hadits Tsumamah bin Utsal (باب وَفْدِ بَنِي حَنِيفَةَ، وَحَدِيثِ ثُمَامَةَ بْنِ أُثَالٍ).
[9] Shahih al-Bukhari, Kitab al-Maghazi (كتاب المغازى), bab delegasi Banu Hanifah dan Hadits Tsumamah bin Utsal (باب وَفْدِ بَنِي حَنِيفَةَ، وَحَدِيثِ ثُمَامَةَ بْنِ أُثَالٍ). Shahih al-Bukhari Kitab al-Manaqib (كتاب المناقب) bab tanda-tanda kenabian dalam Islam (باب عَلاَمَاتِ النُّبُوَّةِ فِي الإِسْلاَمِ).
[10] Shahih al-Bukhari, Kitab al-Maghazi (كتاب المغازى), bab kisah al-Aswad al-Ansi (باب قِصَّةُ الأَسْوَدِ الْعَنْسِيِّ)
[11] Fathul Bari (فتح الباري شرح صحيح البخاري » كتاب المغازي » باب وفد بني حنيفة وحديث ثمامة بن أثال).
[12] As-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam (السيرة النبوية لابن هشام), kedatangan perutusan Banu Hanifah dan bersama mereka ada Musailamah (قُدُومُ وَفْدِ بَنِي حَنِيفَةَ وَمَعَهُمْ مُسَيْلِمَةُ الْكَذَّابِ), keadaan Musailamah dalam hal kemurtadan dan pengakuan kenabiannya (ارْتِدَادُهُ وَتُنَبَّؤُهُ).
[13] Al-Bidayah (البداية والنهاية) karya Ibnu Katsir (ابن كثير), juz ke-6 (الجزء السادس) kisah Sajah dan Bani Tamim (قصة سجاح وبني تميم).
[14] As-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam (السيرة النبوية لابن هشام), kedatangan perutusan Banu Hanifah dan bersama mereka ada Musailamah (قُدُومُ وَفْدِ بَنِي حَنِيفَةَ وَمَعَهُمْ مُسَيْلِمَةُ الْكَذَّابِ), keadaan Musailamah dalam hal kemurtadan dan pengakuan kenabiannya (ارْتِدَادُهُ وَتُنَبَّؤُهُ): وَأَحَلَّ لَهُمْ الْخَمْرَ وَالزِّنَا، وَوَضَعَ عَنْهُمْ الصَّلَاةَ، وَهُوَ مَعَ ذَلِكَ يَشْهَدُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَنَّهُ نَبِيٌّ، فَأَصْفَقَتْ مَعَهُ حَنِيفَةُ عَلَى ذَلِكَ، فاللَّه أَعْلَمُ أَيُّ ذَلِكَ كَانَ .
[15] Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari gurunya, dari Abu Hurairah radhiallahu anhu. (Lihat: Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan-Nihayah, dalam bahasan Nabi palsu Musailimah Al-Kadzab). Perkataan Abu Hurairah radhiallahu anhu yang mengatakan, فَكَانَتْ فِتْنَةُ الرَّجَّالِ أَعْظَمَ مِنْ فِتْنَةِ مُسَيْلِمَةَ fitnah Ar-Rajjal bin Unfuwah lebih besar daripada Musailamah ini disebabkan akibat yang ditimbulkannya sangat besar. Karena sejak Ar-Rajjal bin Unfuwah membela Musailamah Al Kadzab, pengikut Nabi palsu ini semakin yakin kepada Musailamah dan semakin bertambah jumlahnya. Maka disinilah fitnah terbesarnya.
[16] As-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam (السيرة النبوية لابن هشام), perginya para Amir dan Amil sedekah dan zakat (خُرُوجُ الْأُمَرَاءِ وَالْعُمَّالِ عَلَى الصَّدَقَاتِ), surat-menyurat Musailamah dengan Nabi Muhammad (saw) (كِتَابُ مُسَيْلِمَةَ إلَى رَسُولِ اللَّهِ وَالْجَوَابُ عَنْهُ).
[17] Ibn ʿAbd al-Barr (d. 1071 CE) – al-Istīʿāb fī maʿrifat al-ṣaḥāba (ابن عبد البر – الاستيعاب في معرفة الصحابة).
[18] Al-Kaamil fith Taarikh (الكامل في التاريخ). Hadhrat Abu Bakr menulis kepada Hadhrat Syarjil, bersabda: فَكَتَبَ إِلَى شُرَحْبِيلَ بِالْمُقَامِ إِلَى أَنْ يَأْتِيَ خَالِدٌ، فَإِذَا فَرَغُوا مِنْ مُسَيْلِمَةَ تَلْحَقُ بِعَمْرِو بْنِ الْعَاصِ تُعِينُهُ عَلَى قُضَاعَةَ. “Kalian tunggu saja di tempat kalian hingga tiba Hadhrat Khalid bin Walid.”
[19] Al-Bidayah wan Nihayah karya ibnu Katsir.
[20] Nihaayatul Arab fi Funuunil Adab (نهاية الأرب في فنون الأدب) karya An-Nuwairi (النويري) bahasan (ذكر الحروب الكائنة بين المسلمين وبين مسيلمة وبين أهل اليمامة وقتل مسيلمة): قد ذكرنا أن أبا بكر الصديق لما عقد الأولوية، عقد لعكرمة ابن أبي جهل، وأمره بمسيلمة، ثم أردفه شرحبيل بن حسنة، فعجل عكرمة، وبادر الحرب ليذهب بصوتها، فواقعهم، فنكبوه، وأقام شرحبيل في الطريق حتى أدركه الخبر.
وكتب أبو بكر رضي الله عنه إلى عكرمة: يا بن أم عكرمة؛ لا أرينك ولا تراني على حالها، ولا ترجع فتوهن الناس، امض على وجهك حتى تساند حذيفة وعرفجة، فقاتل معهما أهل عمان ومهرة، وإن شغلا فامض أنت، ثم يسير ويسير جندك؛ تستبرئون من مررتم به حتى تلتقوا أنتم والمهاجر بن أبي أمية باليمن وحضرموت.
وكتب إلى شرحبيل يأمره بالمقام حتى يأتيه أمره، ثم كتب إليه قبل ان يوجه خالد بن الوليد بأيام إلى اليمامة: إذا قدم عليك خالد ثم فرغتم – إن شاء الله – فالحق بقضاعة حتى تكون ا،ت وعمرو بن العاص على من أبى منهم وخالف. .
[21] Tarikh al-Kamil, bahasan mengenai Musailamah dan penduduk Yamamah [ذِكْرُ مُسَيْلِمَةَ وَأَهْلِ الْيَمَامَةِ]
[22] Al-Iktifa’ bima Tadhammanahu min Maghazi Rasulillah wa Ats-Tsalatsah Al-Khulafa’ (الاكتفاء، بما تضمنه من مغازي رسول الله والثلاثة الخلفاء) karya Abu Ar-Rabi’ Sulaiman bin Musa Al-Kala’i Al-Andalusi (لأبي الربيع سليمان بن موسى الكلاعي الأندلسي (565-634هـ)) bahasan (ذكر تقديم خالد بن الوليد الطلائع أمامه من البطاح).
[23] Kitab Tarikh al-Khamis (كتاب تاريخ الخميس في أحوال أنفس النفيس) karya ad-Diyarbakri (الدِّيار بَكْري) (الجزء الثانى من تاريخ الخميس فى أحوال أنفس نفيس الخاتمة) (الفصل الثانى فى ذكر الخلفاء الراشدين وخلفاء بنى أمية والعباسيين) (ذكر أبى بكر الصديق رضى الله عنه) (ذكر تقديم خالد بن الوليد الطلائع امامه من البطاح). Tarikh ath-Thabari (تاريخ الطبري – الطبري – ج ٢ – الصفحة ٥١٠)
[24] Al-Kaamil fit Taarikh
[25] Tarikh ath-Thabari (اسم الکتاب : تاريخ الطبري المؤلف : الطبري، ابن جرير الجزء : 2 صفحة : 513)
[26] ‘Ali Muhammad Muhammad ash-Shalabi (عَلي محمد محمد الصَّلاَّبي) dalam karyanya Al-Insyirahu wa Raf’udh Dhayyiq fi Sirati Abi Bakr ash-Shiddiq syakhshiyatuhu wa ‘ashruhu (نام کتاب : الانشراحُ وَرَفعُ الضِّيق في سِيرة أبي بَكْر الصِّديق شخصيته وَعَصره نویسنده : الصلابي، علي محمد), penerbit Darut Tauzi’ wa Nasyr, Kairo-Mesir (دار التوزيع والنشر الإسلامية، القاهرة – مصر), tahun 1423 Hijriyyah atau 2002 (عام النشر: 1423 هـ – 2002 م), versi terjemahan Urdu terbitan Maktabah al-Furqan, Muzhaffaragah, Pakistan (ماخوذ از سیدناابوبکر شخصیت اور کارنامے از ڈاکٹر علی محمد صلابی مکتبہ الفرقان مظفرگڑھ پاکستان):
واهتم خالد بتدبير الخطط المحكمة، وكان – رضي الله عنه – لا يستخف بعدوه، وكان في ميدان المعركة على أهبة وحذر دائمين مخافة أن يفجأه عدوه بغارة غادرة والتفاف مكر، وقد وصف – رضي الله عنه – بأنه: كان لا ينام ولا يبيت إلا على تعبية، ولا يخفى عليه من أمر عدوه شيء . (حركة الردة للعتوم: ص 199). Ibnu Katsir dalam karyanya, Al-Bidayah wan Nihaayah (نام کتاب : البداية والنهاية – ط الفكر نویسنده : ابن كثير جلد : 6 صفحه : 324).
[27] Sumber referensi: www.alislam.org (website resmi Jemaat Ahmadiyah Internasional bahasa Inggris dan Urdu) dan www.Islamahmadiyya.net (website resmi Jemaat Ahmadiyah Internasional bahasa Arab) pada link https://www.islamahmadiyya.net/sermon.asp?recordId=34444 atau https://www.islamahmadiyya.net/cat.asp?id=116. Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Syahid (London-UK), Mln. Hasyim dan Mln. Fazli ‘Umar Faruq. Editor: Dildaar Ahmad Dartono.