Keteladanan Para Sahabat Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam (Manusia-Manusia Istimewa seri 125, Khulafa’ur Rasyidin Seri 03, Hadhrat ‘Umar ibn al-Khaththab radhiyAllahu ta’ala ‘anhu Seri 15)
Khotbah Jumat Sayyidina Amirul Mu-minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 10 September 2021 (10 Tabuk 1400 Hijriyah Syamsiyah/03 Shafar 1443 Hijriyah Qamariyah) di Masjid Mubarak, UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya).
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.
بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ. (آمين)
Sedang berlangsung pembahasan mengenai masa kekhalifahan Hadhrat ‘Umar radhiyAllahu ta’ala ‘anhu dan dikisahkan mengenai peperangan-peperangan yang terjadi di masa tersebut. Dengan mengkaji buku-buku Tarikh, diketahui bahwa pada masa Hadhrat Abu Bakr radhiyAllahu ta’ala ‘anhu berlangsung pengepungan Damaskus hingga beberapa bulan dan tidak lama setelah kewafatan beliau kaum Muslimin meraih kemenangan dalam perang tersebut. Bagaimanapun, karena perang ini terjadi di masa Hadhrat Abu Bakr (ra), rinciannya akan disampaikan nanti pada pembahasan mengenai Hadhrat Abu Bakr (ra), insya Allah. Saya akan menyampaikan peristiwa-peristiwa yang terjadi setelah penaklukkan Damaskus.
Peristiwa Setelah Penaklukan Damaskus
Setelah Damaskus berhasil ditaklukkan, Hadhrat Abu Ubaidah radhiyAllahu ta’ala ‘anhu mengutus Hadhrat Khalid bin Walid radhiyAllahu ta’ala ‘anhu ke pertempuran Baqaa’. Baqaa’ adalah satu wilayah yang luas terletak di antara Damaskus, Baalbek dan Homs (Hims atau Emesa) yang di dalamnya terdapat banyak sekali perkampungan. Beliau pun menaklukkannya dan mengutus satu kesatuan pasukan (sariyyah) untuk tindakan lebih lanjut.
Di sebuah mata air bernama Maysanun, orang-orang Romawi bertemu dengan pasukan tambahan tersebut, kemudian terjadi pertempuan di antara keduanya. Secara kebetulan seorang Romawi bernama Sinan berhasil menyerang kaum Muslimin dari arah belakang Beirut dan mensyahidkan orang-orang Islam dalam jumlah yang signifikan. Beirut adalah satu kota yang terkenal di negeri Syam yang terletak di tepi laut. Oleh karena itu, mata air tersebut diberi nama ‘Ainusy Syuhaadaa dengan merujuk pada para syuhadaa tersebut.
Hadhrat Abu Ubaidah radhiyAllahu ta’ala ‘anhu menetapkan Hadhrat Yazid bin Abu Sufyan radhiyAllahu ta’ala ‘anhuma sebagai wakil beliau di Damaskus dan Yazid mengutus Dihyah bin Khalifah (دحية بن خليفة) radhiyAllahu ta’ala ‘anhu bersama dengan satu kesatuan pasukan ke Tadmur (تدمُر) untuk membuka jalan menuju kemenangan di sana. Tadmur adalah satu kota kuno dan masyhur di wilayah Syam yang terletak 5 hari perjalanan dari Aleppo. Hadhrat Yazid (ra) yang tengah dibahas di sini adalah putra Hadhrat Abu Sufyan (ra). Demikian juga beliau (Hadhrat Abu Ubaidah) mengutus Abu Zahra al-Qusyairi (أبا الزهراء القشيري) ke Batsinah (البثينة) dan Hauran (حوران), namun penduduk di sana berdamai.[1] Batsinah adalah nama satu desa di dekat Damaskus. Hauran adalah satu wilayah yang luas di Damaskus yang di dalamnya terdapat banyak sekali perkampungan dan lahan pertanian.
Hadhrat Syurahbil bin Hatsanah radhiyAllahu ta’ala ‘anhu membiarkan Tiberias ibu kota negeri Urdun (Yordania), dan menguasai seluruh negeri itu dengan cara berperang sedangkan orang-orang Tiberias melakukan perjanjian damai.
Setelah meraih kemenangan, Hadhrat Khalid (ra) kembali dari wilayah Baqaa’. Orang-orang Baalbek (Ba’labak) berdamai dengan beliau dan beliau menulis perjanjian damai bersama mereka. [2]
Tertulis di dalam tarikh bahwa Baalbek adalah satu kota kuno yang terletak 3 hari perjalanan dari Damaskus. Maksud dari hari perjalanan di sini adalah perjalanan dengan sarana-sarana di masa itu, seperti dengan menunggang unta dan kuda.
Penaklukan Fihl
Terdapat satu tempat bernama Fihl yang ditaklukkan pada tahun ke-14 Hijriah.[3] Hadhrat Abu Ubaidah (ra) menulis surat ke hadapan Hadhrat ‘Umar (ra), “Saya mengetahui bahwa Heraklius tinggal di Homs dan ia mengirim pasukan ke Damaskus dari sana. Namun saya sulit untuk memutuskan apakah pertama-tama harus menyerang Damaskus atau Fihl.” Fihl juga nama satu tempat di Syam.
Hadhrat ‘Umar (ra) sebagai jawaban menulis, “Pertama, serang dan taklukkanlah Damaskus karena itu adalah benteng Syam dan ibukotanya. Bersamaan dengan itu, kirimlah pasukan berkuda ke Fihl untuk menghadang mereka supaya tidak maju ke arahmu. Jika Fihl ditaklukkan sebelum Damaskus itu lebih baik, jika tidak, setelah menaklukkan Damaskus, tinggalkanlah sebagian pasukan di sana dan berangkatlah ke Fihl dengan membawa seluruh pemimpin pasukan dan jika Allah Ta’ala memberikan kemenangan atas Fihl di tanganmu, pergilah kamu bersama Khalid ke Homs dan utuslah Syurahbil dan Amru ke Yordania dan Palestina.”[4]
Segera setelah Hadhrat Abu Ubaidah (ra) menerima surat Hadhrat ‘Umar (ra) ini, beliau mengutus sepuluh pemimpin pasukan ke Fihl, yang mana di antara mereka yang paling menonjol adalah Abu al-A’war as-Sulami (ra) dan beliau sendiri bersama dengan Khalid bin Walid (ra) berangkat ke Damaskus. Pasukan Romawi melihat kaum Muslimin datang ke arah mereka, mereka mengalirkan air danau Tiberias dan sungai Yordania ke tanah di sekitar mereka yang membuat seluruh daratan menjadi rawa dan sulit untuk diseberangi.[5]
Singkatnya, Heraklius mengirim pasukan untuk membantu Damaskus. Pasukan ini pun tidak bisa sampai ke Damaskus. Semua jalan tertutup karena banjir.
Namun, kaum Muslimin tetap tabah. Melihat keteguhan hati kaum Muslimin, orang-orang Kristen bersedia untuk berdamai dan mengirimkan pesan kepada Abu Ubaidah (ra) untuk mengutus seseorang sebagai perwakilan. Abu Ubaidah (ra) mengutus Hadhrat Mu’adz bin Jabal (ra) sebagai utusan. Hadhrat Mu’adz bin Jabal (ra) menyampaikan ajaran Islam ke hadapan mereka, namun mereka, yakni para musuh tidak menerimanya.
Di samping perkara-perkara lainnya, orang-orang Romawi mengajukan penawaran kepada Hadhrat Mu’adz (ra), “Kami memberikan kepada anda daerah Balqa dan sebagian Yordania yang terhubung ke tanah anda. Tinggalkanlah negeri ini dan pergilah ke Persia.”
Mereka sendiri yang pertama kali mengumpulkan pasukan [untuk menyerang umat Islam], kemudian ketika tampak saat kekalahan telah dekat lalu mereka mengajukan penawaran ini.
Hadhrat Mu’adz (ra) menolak dan kembali.
Orang-orang Romawi ingin berbicara secara langsung dengan Hadhrat Abu Ubaidah (ra). Oleh karena itu mereka mengirim seorang utusan khusus untuk tujuan ini. Ketika utusan ini sampai di perkemahan kaum Muslimin, Abu Ubaidah (ra) sedang duduk di tanah dan di tangan beliau ada anak-anak panah yang sedang beliau bolak-balikkan. Utusan itu berpemikiran bahwa komandan pasukan pasti memiliki pangkat dan posisi yang tinggi dan ini menjadi cara untuk mengenalinya. Namun ia melihat semua orang nampak satu corak. Akhirnya dengan takut ia bertanya, “Siapa komandan kalian?”
Orang-orang menunjuk ke arah Hadhrat Abu Ubaidah (ra).
Ia merasa heran dan bertanya dengan takjub kepada beliau, “Apakah benar Anda adalah komandan pasukan?”
Hadhrat Abu Ubaidah (ra) menjawab, “Ya”.
Utusan itu mengatakan, “Kami akan memberikan kepada pasukan Anda masing-masing dua koin emas per orang dan pergilah anda dari sini.”[6]
Hadhrat Abu Ubaidah (ra) menolak.
Utusan itu sangat marah atas hal ini dan beranjak pergi. Melihat sorot mata utusan tersebut, Hadhrat Abu Ubaidah (ra) memerintahkan pasukan untuk bersiaga dan menulis mengenai semua situasi tersebut kepada Hadhrat ‘Umar (ra). Hadhrat ‘Umar (ra) memberikan izin untuk melangkah maju karena pasukan Romawi sedang bersatu dan mengobarkan semangat, “Melangkahlah dengan teguh, Allah menjadi penolong kalian.”
Abu Ubaidah (ra) pada hari itu memerintahkan untuk bersiaga, namun orang-orang Romawi tidak datang untuk berperang dan keesokan paginya Hadhrat Khalid bin Walid (ra) hanya berserta pasukan berkuda pergi ke medan perang. Laskar Romawi juga telah siap. Terjadilah peperangan antara kedua pihak. Melihat keteguhan kaum Muslimin, komandan pasukan Romawi merasa sia-sia untuk melanjutkan peperangan dan ingin kembali.
Hadhrat Khalid (ra) menyeru, “Romawi telah selesai mengerahkan kekuatannya, sekarang giliran kita.” Bersamaan dengan itu serentak kaum Muslimin menyerang dan mengalahkan orang-orang Romawi. Orang-orang Kristen menghindari pertempuran karena sedang menunggu bala bantuan. Hadhrat Khalid (ra) memahami tipu daya mereka ini. maka beliau mengatakan kepada Hadhrat Abu Ubaidah (ra) bahwa, “Orang-orang Romawi telah ketakutan dengan kita. Inilah saatnya menyerang.” Oleh karena itu saat itu juga diumumkan bahwa besok akan dilakukan serangan, lakukanlah persiapan. Di bagian akhir malam Hahdrat Abu Ubaidah (ra) menyusun pasukan. Pasukan Romawi berjumlah kurang lebih 50.000 pasukan.
Dua orang sejarawan yang menulis riwayat hidup Hadhrat ‘Umar (ra), yaitu Haikal dan Shalabi meriwayatkan juga bahwa pasukan Romawi berjumlah 80 ribu hingga 100 ribu orang.[7] Singkatnya, terjadilah pertempuran hebat selama satu jam. Setelah itu laskar Romawi mengalami kekalahan dan lari tunggang langgang. Setelah itu Hadhrat ‘Umar (ra) memerintahkan supaya seluruh tanah yang berhasil direbut tetap dalam kepemilikan para pemiliknya. Tidak ada lahan yang diambil dari siapapun. Nyawa, harta, lahan, bangunan dan rumah-rumah ibadah semua orang tetap terjaga. Hanya diambil tempat memadai untuk masjid-masjid. Jika ada tanah yang diambil, maka itu diambil untuk tujuan pembangunan masjid-masjid. Lahan-lahan lainnya tetap dalam kepemilikan para pemiliknya.
Penaklukan Baysan
Kemudian riwayat mengenai penaklukkan Baysan. Ketika Syurahbil (ra) telah meraih kemenangan di peperangan Fihl, beliau maju ke arah Baysan dengan membawa pasukannya yang termasuk di dalamnya Amru, kemudian mengepungnya. Pada saat itu Abu al-A’war (ra) bersama beberapa pemimpin pasukan lainnya mengepung Tiberias. Baysan adalah tempat yang terletak di selatan Tiberias sejauh 18 mil.
Di wilayah Yordania tersebar kabar kekalahan yang dialami oleh orang-orang Romawi secara terus-menerus di Damaskus dan setelah itu dalam pertempuran-pertempuran yang lainnya. Orang-orang Romawi mengetahui bahwa Syurahbil bersama dengan Amru bin al-‘Ash (ra), Harits bin Hisyam (ra), Sahl bin Amru (ra) dengan membawa pasukan mereka pergi menuju Baysan sehingga di setiap tempat orang-orang berkumpul di dalam benteng. Sesampainya Syurahbil beserta pasukannya di Baysan, mereka mengepung kota tersebut hingga beberapa hari, namun setelah itu sebagian orang di sana keluar untuk melawan. Kaum Muslimin berperang dengan mereka dan menghabisi mereka. Orang-orang yang tersisa berdamai dan mengajukan permohonan yang disetujui oleh kaum Muslimin dengan syarat-syarat seperti di Damaskus. Persyaratan-persyaratan yang diberlakukan pada penaklukkan Damaskus, atas dasar itu pula lah permohonan mereka disetujui.[8]
Penaklukan Tiberias
Selanjutnya penaklukkan Tiberias. Ketika penduduk Tiberias mendapatkan kabar mengenai penaklukkan Baysan dan perjanjiannya, mereka melakukan perjanjian damai dengan Abu al-A’war as-Sulami (ra) dengan syarat mereka dibawa ke hadapan Syurahbil. Abu al-A‘war menyetujui permintaan mereka. Maka dilakukan perjanjian damai dengan penduduk Tiberias dan Baysan dengan persyaratan-persyaratan perjanjian seperti di Damaskus dan tercapai juga kesepakatan bahwa setengah dari rumah-rumah di kota-kota dan kampung-kampung di dekatnya akan dikosongkan untuk orang-orang Islam dan setengahnya lagi akan ditinggali oleh orang-orang Romawi sendiri dan setiap tahunnya per orang dari mereka akan membayarkan satu dinar dan memberikan bagian yang telah ditentukan dari hasil pertaniannya. Setelah itu, para pemimpin kaum Muslimin beserta pasukan mereka tinggal di pemukiman dan proses perdamaian Yordania telah selesai, dan semua pasukan bantuan menetap di berbagai tempat di wilayah Yordania dan kabar suka kemenangan disampaikan ke hadapan Hadhrat ‘Umar (ra).[9]
Penaklukan Homs (Hims/Emesa/Amasia)
Kemudian penaklukkan Homs (Hims atau Emesa atau Amasia) pada tahun ke-14 Hijriah. Setelah itu Hadhrat Abu Ubaidah (ra) melaju ke Homs yang merupakan satu kota yang masyhur di Syam dan sangat penting dari sisi militer dan politik. Homs terletak di Syam di antara Damaskus dan Aleppo. Di Homs terdapat sebuah kuil besar yang banyak dikunjungi orang dari tempat-tempat yang jauh dan merasa bangga menjadi pemujanya.[10]
Kemudian orang-orang Romawi sendiri maju dan ingin melakukan perlawanan di dekat Homs. Satu pasukan besar keluar dari Homs dan berperang dengan orang-orang Islam, namun mereka mengalami kekalahan.
Sesampainya di Homs, Hadhrat Abu Ubaidah (ra) dan Hadhrat Khalid bin Walid (ra) mengepung kota tersebut. Ketika itu cuaca sangat dingin. Orang-orang Romawi merasa yakin bahwa orang-orang Islam tidak akan bisa berperang hingga waktu yang lama di medan terbuka. Bersamaan dengan itu mereka mengharapkan bantuan dari Heraklius yang lalu Heraklius mengirimkan satu pasukan dari Jazirah, namun Hadhrat Sa’d bin Abi Waqqash (ra) yang ditugaskan untuk pertempuran Iraq, mengirimkan sebagian pasukan Muslim untuk menghadapi pasukan ini yang berhasil menghentikan pasukan tersebut di sana.
Para sejarawan menulis bahwa orang-orang Romawi mengenakan kaus kaki dari kulit, tetap saja kaki mereka menjadi mati rasa. Sedangkan kaki para sahabat atau pasukan Muslim tidak mengenakan apa-apa selain sepatu. Heraklius menjanjikan bantuan kepada penduduk Homs dan menyemangati mereka untuk berperang, lalu ia sendiri pergi. Para penduduk Homs menutup benteng dan berlindung. Ketika mereka keluar untuk berperang melawan kaum Muslimin, pada hari itu sangat dingin.
Orang-orang Romawi menunggu bantuan dari Heraklius dan mengharapkan supaya orang-orang Islam menjadi lemah karena cuaca dingin lalu melarikan diri. Namun, orang-orang Islam memperlihatkan keteguhan dan bantuan dari Heraklius pun tidak kunjung sampai kepada penduduk kota itu. Dan hari-hari musim dingin pun berlalu, penduduk Homs merasa yakin bahwa sekarang tidak mungkin lagi menghadapi orang-orang Islam. Oleh karena itu, mereka mengajukan perdamaian. Orang-orang Islam menerimanya dan membiarkan semua rumah di kota itu untuk penduduk kota dan seperti halnya di Damaskus dilakukan perjanjian damai dengan syarat membayar kharaj (pajak tanah) dan jizyah.
Hadhrat Abu Ubaidah (ra) menyampaikan seluruh peristiwa tersebut kepada Hadhrat ‘Umar (ra) yang sebagai jawabannya datang perintah dari Hadhrat ‘Umar (ra), أقم في مدينتك وادع أهل القوة والجلد من عرب الشام، فإني غير تارك البعثة إليك بمن يكانفك، إن شاء اللَّه “Sekarang menetaplah di sana dan kumpulkanlah kabilah-kabilah Arab yang kuat di Syam di bawah bendera Anda. Saya juga, insya Allah, akan terus mengirim dukungan bantuan dari sini.”[11]
Peristiwa Marj al-Rum
Kemudian terdapat satu tempat bernama Marj al-Rum. Pada tahun tersebut terjadi peristiwa Marj al-Rum. Marj al-Rum adalah satu tempat di dekat Damaskus. Peristiwa itu sebagai berikut. Hadhrat Abu Ubaidah (ra) bersama Hadhrat Khalid bin Walid (ra) berangkat dari Fihl menuju Homs. Semuanya telah sampai di tempat perkemahan Dzul Kila’.
Pergerakan mereka ini diketahui oleh Heraklius sehingga ia mengutus (توذر البطريق) Tudzara Bitrik (Theodore the Patricius). Ia tinggal di Marj Damaskus dan sisi baratnya.
Abu Ubaidah memulai dari Marj al-Rum dan pasukannya. Pada saat itu, keadaan orang-orang Islam adalah, musim dingin telah tiba dan tubuh mereka dipenuhi luka. Ketika mereka tiba di Marj al-Rum, Syanas, seorang Romawi juga telah tiba dan ia bersama pasukan berkuda berkemah di dekat Theodore. Sebenarnya Syanas ini datang untuk membantu Theodore dan menyelamatkan orang-orang Homs. Ia tinggal di satu sisi dengan pasukannya. Ketika malam tiba, komandan lainnya, Theodore berangkat dari sana dan disebabkan kepergiannya tempat itu menjadi kosong. Lawan yang akan dihadapi Theodore adalah Hadhrat Khalid bin Walid, sedangkan Syanas berhadapan dengan Hadhrat Abu Ubaidah (ra).
Ketika Hadhrat Khalid (ra) mendapatkan kabar Theodore telah berangkat dari sana menuju Damaskus, maka Hadhrat Khalid (ra) dan Hadhrat Abu Ubaidah (ra) sepakat mengambil keputusan supaya Hadhrat Khalid (ra) pergi mengejar Theodore. Hadhrat Khalid (ra) malam itu membawa satu pasukan berkuda dan mengejarnya.
Di sisi lain, Yazid bin Abu Sufyan mendapatkan kabar mengenai pergerakan Theodore ini. Beliau berhadapan dengan Theodore dan kedua laskar terlibat perang dengan sengit. Ketika keduanya sedang bertempur, dari belakang Hadhrat Khalid bin Walid (ra) bersama pasukannya tiba pada kesempatan yang tepat dan beliau menyerang Theodore dari belakang, yang hasilnya banyak yang tewas dan musuh terbunuh baik dari depan dan belakang [dari berbagai arah]. Kaum Muslimin menghabisi mereka. Yang tersisa hidup dari antara mereka hanyalah mereka yang memilih melarikan diri. Harta rampasan perang yang orang-orang Islam dapatkan pada perang ini di antaranya hewan tunggangan, senjata, pakaian, dsb.
Hadhrat Yazid bin Abu Sufyan (ra) membagikannya kepada pasukan beliau sendiri dan pasukan Hadhrat Khalid bin Walid (ra). Setelah itu Hadhrat Yazid berangkat ke Damaskus dan Hadhrat Khalid bin Walid (ra) kembali kepada Hadhrat Abu Ubaidah (ra). Yazid yang dikenal buruk dalam sejarah Islam adalah anak Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Sedangkan Yazid yang dibahas di sini adalah putra Abu Sufyan.[12]
Hadhrat Khalid bin Walid membunuh Theodore, pemimpin dari orang-orang Romawi. Ketika Hadhrat Khalid bin Walid (ra) pergi mengejar Theodore, Hadhrat Abu Ubaidah (ra) bertempur melawan Syanas. Marj al-Rum dipenuhi dengan mayat-mayat pasukan musuh.
Marjul Rum penuh dengan jasad-jasad musuh dan menyebabkan tempat tersebut berbau. Orang-orang Romawi yang telah melarikan diri, mereka terhindar darinya, sementara selain mereka tidak ada yang dapat selamat dari kematian. Pasukan Muslim mengejar mereka yang melarikan diri itu hingga ke Hims [Homs].[13]
Hadhrat Abu Ubaidah (ra) bergerak membawa pasukannya menuju Hamah (حماة). Hamah pun adalah kota kuno di Syiria yang saat itu berjarak sejauh 5 hari perjalanan dari Damaskus. Para penduduk Hamah lantas tunduk menerima mereka. Ketika penduduk Syazar (شزر) mengetahui itu, mereka pun mengadakan perdamaian seperti halnya penduduk Hamah. Syazar adalah satu desa yang terletak sejauh setengah hari perjalanan dari kota Hamah. Selanjutnya, Hadhrat Abu Ubaidah (ra) menaklukkan Salamiyah (السلمية). Salamiyah pun adalah desa yang berada sejauh dua hari perjalanan dari Hamah.
Penaklukan Ladziqiyah
Kemudian ada penaklukan Ladziqiyah yang terjadi pada 14 Hijriah. Pasukan Islam dibawah kepemimpinan Hadhrat Abu Ubaidah (ra) bergerak ke arah Laziqiyah yang adalah satu kota di Syam yang berada di garis pantai dan termasuk dalam daerah di batas wilayah Hims. Tatkala penduduk Ladziqiyah melihat pasukan Islam datang ke arah mereka, maka mereka menutup benteng dan tinggal di dalamnya; mereka lantas menutup pintu-pintu kota dan bersiap untuk melakukan pertempuran. Mereka yakin bahwa apabila pasukan Muslim mengepung mereka, mereka memiliki kekuatan untuk berperang, dan dalam kurun waktu itu akan datang bala bantuan dari Heraklius untuk mereka melalui jalan laut. Pasukan Muslim lantas mengepung kota tersebut. Kota ini sangat kuat dari segi pengaturan pertahanan dan tentara mereka cukup terkenal karena [banyaknya] pos penjagaan mereka.
Hadhrat Abu Ubaidah (ra) menyodorkan satu kiat baru untuk memenangkannya karena memang beliau piawai dalam strategi berperang. Beliau telah merasakan bahwa memenangkan perang ini sangatlah sulit. Jika mereka memilih bertahan dalam menghadapinya maka masa bermukim mereka pun akan lama dan ada kemungkinan di dalam masa yang panjang itu akan datang juga bantuan untuk musuh dan mereka akan terpaksa pulang membawa kegagalan. Atau, jika pengepungan kota itu semakin diperpanjang, rencana kepergian ke Antiokia akan menjadi tidak mungkin. Oleh karena itu, di satu malam, beliau memerintahkan untuk menggali banyak parit yang cukup mendalam di medan pertempuran dimana prajurit berkuda pun dapat bersembunyi di dalamnya, dan agar parit itu disembunyikan dengan rerumputan; lalu di waktu pagi, pengepungan pun dihentikan dan [seolah] sedang berangkat menuju Hims. Para penduduk kota yang melihat penghentian pengepungan itu pun gembira dan dengan tenang mereka membuka gerbang kota.
Dari arah lain, Hadhrat Abu Ubaidah (ra) kembali dengan laskarnya di kegelapan malam dan bersembunyi di parit yang tampak seperti gua tersebut. Di waktu pagi tatkala gerbang kota terbuka, pasukan Muslim pun menyerang mereka. Sejumlah prajurit Muslim telah menguasai gerbang-gerbang kota. Adapun mereka yang berada di luar benteng, mereka berlarian untuk menyelamatkan nyawa mereka, dan mereka yang berada di dalam kota, ketakutan menyelimuti mereka. Oleh karena itu, orang-orang yang berada di dalam kota, mereka terus berupaya mencari setiap jalan agar selamat. Mereka tidak memiliki jalan lain selain tunduk dan menerimanya. Maka dari itu, mereka pun menempuh perdamaian, dan mereka yang melarikan diri berupaya mencari perlindungan. Kaum Muslim akhirnya memasuki kota dan menaklukkannya.[14] Hadhrat Abu Ubaidah bin Jarrah (ra) mengadakan perdamaian melalui jizyah dan membiarkan gereja mereka tetap ada di bawah kekuasaan mereka. Setelah itu kaum Muslim membangun sebuah masjid di dekatnya. Setelah kemenangan ini, Hadhrat ‘Umar (ra) menulis bahwa pada tahun ini hendaknya jangan ada pergerakan lebih jauh.
Penaklukan Qinnasrin
Kemudian penaklukan Qinnasrin yang terjadi pada 15 Hijriah. Hadhrat Abu Ubaidah bin Jarrah mengutus pasukan dibawah pimpinan Hadhrat Khalid bin Walid (ra) ke Qinnasrin yang merupakan sebuah kota ramai di provinsi Aleppo. (Benteng Qinnasrin terletak diantara gunung yang ada di jalan menuju Aleppo). Hadhrat Khalid bin Walid (ra) lalu tiba di tempat bernama Hazir. (Hazir pun adalah satu tempat yang berada di dekat Aleppo). Tempat ini ada di bawah pimpinan sosok Romawi bernama Minas yang lalu bertempur melawan beliau. Setelah Heraklius, panglima perang Romawi yang tertinggi saat itu adalah Minas. Alhasil, penduduk di sana dan para Arab Kristen, mereka bertempur melawan kaum Muslim. Salah satu adat bangsa Arab adalah, mereka menjaga kotanya dengan membangun perkemahan di luar kota mereka. Jadi, para Arab Kristen tersebut pun menyiapkannya di luar kota sesuai dengan adat istiadat mereka. Ketika terjadi pertempuran hebat, Hadhrat Khalid (ra) membunuh banyak laskar Romawi serta membunuh pemimpin mereka, Minas.
Mengetahui hal ini, penduduk di sekitar mengirimkan pesan kepada Hadhrat Khalid bin Walid, “Kami pun adalah orang-orang Arab, dimana sesungguhnya kami tidak menginginkan peperangan. Kami telah diikutkan secara paksa ke dalam peperangan ini [oleh pemerintah penjajah Romawi]. Oleh karena itu, maafkanlah kami.” Atas hal ini Hadhrat Khalid (ra) menerima permohonan mereka dan menahan diri untuk melawannya.
Sebagian prajurit romawi melarikan diri dan bertahan di benteng Qinnasrin. Hadhrat Khalid (ra) mengejar mereka. Namun ketika beliau tiba di Qinnasrin, orang-orang Romawi telah menutup gerbang kota tersebut. Melihat ini, Hadhrat Khalid mengirim pesan kepada mereka, “Sekalipun Anda bersembunyi di balik awan, Allah Ta’ala pasti akan membawa kami kepadamu, atau menjatuhkan Anda ke hadapan kami”. Hingga beberapa hari mereka tetap bertahan di benteng. Namun akhirnya penduduk Qinnasrin pun menerimanya bahwa kini tidak ada lagi cara bagi mereka untuk terlepas. Maka dari itu, mereka memohon agar mereka diberi perlindungan sesuai dengan syarat-syarat perdamaian di Hims. Namun Hadhrat Khalid (ra) telah memutuskan untuk menjatuhkan hukuman disebabkan pelanggaran yang sebelumnya telah mereka lakukan. Atas sebab inilah Hadhrat Khalid tidak setuju atas hal lain apapun selain meruntuhkan kota tersebut [Hadhrat Khalid setuju permintaan menyerah dan damai mereka dengan syarat kota diruntuhkan].[15]
Para penduduk Qinnasrin menjatuhkan harapan mereka pada takdir dan melarikan diri ke Antiokia dengan membawa keluarga dan perbendaharaan mereka. Di waktu Hadhrat Abu Ubaidah bin Al-Jarrah (ra) tiba di Qinnasrin, beliau melihat keputusan Hadhrat Khalid bin Walid (ra) ini telah sungguh sesuai dengan asas keadilan sehingga benteng kota pun diruntuhkan. Setelahnya, beliau merasakan bahwa selain berlaku adil, juga hendaknya berlaku belas kasih. Apa yang telah dijalankan adalah bentuk keadilan terhadap musuh; sedangkan kini kaum Muslim pun hendaknya berlaku belas kasih. Maka dari itu, demi memperlihatkan sikap belas kasih, beliau pun memberikan perlindungan kepada segenap penduduk kota tersebut sesuai permintaan mereka. Dikatakan juga bahwa bangunan-bangunan dan tempat-tempat beribadah mereka pun telah dibagi dua [sebagian tetap menjadi milik mereka dan sebagian lagi diberikan kepada pihak Muslim]. Gereja-gereja dan rumah-rumah mereka pun telah dibagi dimana sebagian menjadi hak kaum Muslim dan sebagiannya lagi tetap menjadi bagian hak mereka.
Di dalam riwayat lain tertera bahwa ada beberapa tanah kota itu yang diambil dan di atasnya dibangun masjid, sementara segala sesuatu selain itu dibiarkan untuk penduduk setempat. Mereka yang telah melarikan diri ke Antiokia pun menerima keputusan jizyah ini dan pulang kembali. Sebagaimana daerah-daerah lain yang telah dikuasai, orang-orang di daerah ini pun telah diberi perlakuan yang lebih baik, dan atas dasar kesamaan yang hakiki, keadilan pun menjadi tegak diantara mereka. Siapapun yang sangat kuat tidak dapat berlaku aniaya dan pemaksaan terhadap siapapun yang lemah.
Penaklukan Qaisariyah (Kaisarea)
Selanjutnya, penaklukan Qaisariyah (Kaisarea) yang juga terjadi di tahun ke-15 Hijriyyah. Qaisariyah merupakan kota di Syam yang berada di tepi laut dan berjarak tiga hari perjalanan dari Tiberias. Terkait pertempuran ini, ada beberapa riwayat yang berbeda. Salah satunya pada 15 Hijriah (di tempat lain – di buku lain – tertera 16 Hijriah; ada riwayat lain menyebutkan 19 Hijriah serta 20 Hijriah).
Alhasil, tatkala Hadhrat Abu Ubaidah (ra) terus bergerak maju melakukan penaklukan di wilayah Romawi Selatan, Hadhrat Amru bin al-‘Ash (ra) dan Hadhrat Syarjil (Syurahbil) bin Hatsanah (ra) telah pernah bertempur dengan pasukan Romawi yang berkumpul di Palestina dan berupaya untuk mengalahkan mereka, dimana ini bukan perkara mudah.
Bala tentara Romawi dari segi jumlah dan peralatan sangatlah kuat. Mereka dipimpin oleh panglima perang Romawi yang paling besar yaitu Atrabun, dimana pandangan luas serta pengalaman berperangnya tidak ada bandingannya di antara bangsa-bangsa lain. Ia memikirkan untuk menyebar prajuritnya di berbagai tempat supaya dapat mengontrol pergerakan mereka dengan tangannya sendiri, dan jika ada beberapa kelompok tentaranya yang takluk terhadap kaum Arab Muslim, kelompok lain tidak akan terpengaruh karenanya. Oleh karena itu, ia pun menetapkan suatu pasukan besar ke Ramallah dan Ilia. Untuk menopang mereka, ia pun menetapkan prajurit-prajurit di Gaza, Sabastia, Nablus, Lut, dan Yafa’. Setelah itu, mereka tinggal menunggu kedatangan pasukan Arab. Ia sangat yakin akan meraih kemenangan atas bangsa Arab dan memiliki kekuatan untuk mencerai-beraikan kekuatan mereka.
Hadhrat Amru bin al-‘Ash (ra) pun merasakan keadaan yang cukup genting. Beliau berpikir, seandainya beliau maju bersama seluruh laskarnya dan merapatkan barisan untuk melawan Atrabun, maka tentara-tentara Romawi akan bersama-sama bersatu dan beliau tidak akan dapat meraih kemenangan atas mereka. Bahkan, bangsa Romawi akan mendapatkan kemenangan. [Hadhrat Amru bin al-‘Ash] menulis surat kepada Hadhrat ‘Umar (ra) yang kemudian memerintahkan Yazid bin Abu Sufyan, “Kirimkanlah saudaramu Mu’awiyah untuk menaklukan Qaisariya, supaya Atrabun (salah seorang Panglima Romawi) tidak dapat menerima bantuan dari jalan laut.”
Hadhrat ‘Umar (ra) menulis kepada Amir Mu’awiyah (ra), “Saya menjadikan Anda sebagai Wali (Amir) Qaisariyah. Bergeraklah ke sana, dan mohonlah bantuan kepada Allah untuk melawan mereka dan bacalah sebanyak-banyaknya لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ dan اللَّهُ رَبُّنَا وَثِقَتُنَا وَرَجَاؤُنَا وَمَوْلَانَا فَنِعَمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ. Artinya, ‘Kuasa untuk menghindar dari dosa dan melakukan kebaikan hanyalah ada pada Allah, Pemilik kemuliaan yang luhur dan yang Maha Mulia’ dan ‘Allah adalah Rabb kita dan kepada-Nya kita bertumpu dan Dia adalah tempat kita memohon. Dia adalah Pelindung kita. Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.’”[16]
Di dalam [buku] Al-Faruq [karya Maulana Syibli Nu’mani, sejarawan India] tertera, “Pada tahun ke-13 Hijriyyah, Hadhrat Amru bin al-‘Ash telah bertempur di Qaisariyah namun beliau tidak dapat menaklukkannya meski setelah pengepungan yang cukup lama. Hadhrat ‘Umar (ra) mengangkat Hadhrat Yazid bin Abi Sufyan untuk menggantikan Hadhrat Abu ‘Ubaidah (ra) setelah kewafatan Hadhrat Abu ‘Ubaidah (ra) dan memerintahkannya untuk mengupayakan penaklukkan ke Qaisariyah. Beliau bergerak bersama 17 ribu bala tentara dan mengepung kota itu. Yazid berangkat dan mengepung kota tersebut. Namun, ketika beliau jatuh sakit pada 18 Hijriah, beliau mengangkat saudaranya, Amir Mu’awiyah sebagai pengganti dan pergi ke Damaskus. Di sanalah lalu beliau wafat.
Qaisariyah terletak di pantai laut Syam dan merupakan suatu kabupaten di wilayah Palestina. Kini kota ini telah runtuh dan ditinggalkan [maksudnya tidak seramai pada zaman dahulu]. Namun di masa itu merupakan kota yang sangat besar yang menurut Baladuri, terdapat 300 pasar di dalamnya dan satu pasukan besar Romawi yang ditempatkan di sana. Di sana Romawi memiliki satu benteng perbatasan yang sangat kuat dan berbahaya. Setiba di Qaisariyah, Hadhrat Mu’awiyah (ra) pun mengepungnya. Terkadang bangsa Romawi itu [keluar] menyerang pasukan Muslim dan berakhir pada kekalahannya sehingga mereka pun kembali ke tempat-tempat perlindungan mereka. Pada akhirnya, ketika pengepungan itu telah berlangsung lama, satu hari mereka keluar dengan kehendak untuk bertempur namun tetap mengalami kekalahan dimana kekalahannya itu demikian memilukan karena di medan pertempuran itu mereka kehilangan 80.000 prajurit; dan jika ini ditambahkan dengan mereka yang telah melarikan diri, jumlah mereka bisa mencapai 100.000. Setelah penaklukan Qaisariyah dan kehancuran yang dialami oleh laskar mereka, umat Muslim pun menjadi tenang dan merasa terjaga. Sejak hal ini, pergerakan bala bantuan untuk orang-orang Romawi pun menjadi terhenti. Hadhrat Mu’awiyah (ra) lalu mengirimkan berita kemenangan bersama bagian khumus harta ghanimah kepada Hadhrat ‘Umar (ra).
Di dalam satu riwayat lain disebutkan Hadhrat Amir Mu’awiyah (ra) telah mengepung dengan perlengkapan yang sangat besar. Berkali-kali penghuni benteng tersebut keluar untuk bertempur dan mereka tetap saja menemui kekalahan; karena ini, beliau pun tetap tidak kunjung dapat menguasai kota tersebut. Suatu hari ada seorang Yahudi bernama Yusuf yang datang menemui Amir Mu’awiyah dan memberi tahu tempat lorong yang terhubung langsung hingga gerbang-gerbang yang ada di dalam kota. Alhasil beberapa prajurit pemberani masuk ke dalam benteng melalui jalan itu lalu membuka gerbang kota. Bersamaan dengan ini, segenap kekuatan militer mereka pun menjadi lumpuh dan kaum Muslim meraih kemenangan.”[17]
Hadhrat Ubadah bin Samit radhiyallahu ta’ala ‘anhu yang juga termasuk Sahabat yang ikut di perang Badar, juga ada di pertempuran ini. Terkait keberanian beliau di pertempuran Qaisariyah, ada tertera pada pengepungan Qaisariyah, Hadhrat Ubadah bin Samit (ra) saat itu sebagai panglima regu pasukan khusus Muslim. Beliau berdiri menasihati prajurit beliau agar menjauhi dosa-dosa dan memerintahkan mereka untuk senantiasa mengevaluasi dirinya sendiri. Kemudian beliau maju seraya membawa segenap prajurit beliau dan membinasakan banyak sekali laskar Romawi, namun beliau tidak sukses sepenuhnya di dalam maksud beliau. Beliau pun kembali ke tempat beliau semula dan menggerakkan prajurit-prajurit teman beliau, menyemangati mereka dan membawa mereka ke medan pertempuran.
Setelah membawa pasukan yang sedemikian besar, beliau tetap tidak kunjung sampai pada maksud beliau dan kembali seraya memperlihatkan keheranan dan takjub beliau. Beliau pun berkata, “Wahai prajurit penolong Islam, sungguh saya termasuk dalam kelompok pembesar yang ikut di baiat Aqabah, yakni beliau adalah yang termuda diantara para tokoh sahabat saat itu. Namun, saya adalah yang paling berumur lama dari antara mereka. Allah telah memutuskan untuk saya agar saya dapat hidup lama hingga kini saya pun tengah bertempur bersama Anda sekalian melawan musuh ini… Saya bersumpah demi Dzat yang di tangannya ada jiwa saya, kapan saja saya membawa segenap Jemaat Muslim untuk melawan Jemaat kaum musyrik, mereka lantas menjadikan kosong medan pertempuran untuk kami, yakni kemenangan pun menjadi milik kami dan Allah telah memberi kami kemenangan atas mereka. Lantas, apa yang membuat Anda sekalian tidak dapat menyingkirkan mereka tatkala Anda menyerang mereka?”
Kemudian terkait kekhawatiran yang menyelimuti beliau ini, beliau sampaikan dalam kata-kata berikut, “Saya mengkhawatirkan dua hal dari Anda sekalian. Yaitu apakah diantara Anda sekalian ada yang berkhianat, atau ketika Anda menyerang, Anda tidak sebagai sosok yang tulus.” (yaitu apakah sebagai pengkhianat, atau tidak ikhlas; setelahnya, atau pada saat menyerang, Anda tidak ikhlas).
Selanjutnya, beliau menekankan kepada mereka agar memohon syahadah (kesyahidan) dengan hati yang sebenar-benarnya dan bersabda, “Saya akan senantiasa ada di depan Anda semua dan sama sekali tidak akan mundur ke belakang, hingga Allah Ta’ala kelak menganugerahkan kemenangan, atau menganugerahkan kematian syahid.”
Alhasil, tatkala pasukan Romawi dan Muslim saling menggempur satu sama lain, Hadhrat Ubadah bin Samit melompat dari kuda beliau dan bergerak berjalan. ‘Umair bin Sa’d Ansari (عمير بن سعد الأنصاري) melihat beliau tengah berjalan sehingga perihal panglima pasukan Muslim yang bertempur seraya berjalan kaki pun ‘Umair siarkan hingga berkata, “Setiap orang hendaknya mengikuti beliau.”[18]
Maka dari itu, semua orang pun menggempur pasukan Romawi dengan sangat luar biasa dan menyudutkan mereka. Pada akhirnya mereka melarikan diri ke kota dan berlindung di benteng mereka. Sebagaimana halnya prajurit Arab Muslim yang telah menaklukkan Qaisariyah, demikian pula mereka telah menaklukkan Gaza. Di masa kekhalifahan Hadhrat Abu Bakr (ra) pun satu ketika kaum Muslim telah menguasai Gaza, namun selanjutnya mereka dikeluarkan dari sana. Tatkala kedua tempat perbatasan ini telah ada di bawah kekuasaan kaum Muslim, Hadhrat Amru bin al-‘Ash (ra) pun menjadi tenang di kawasan tepi laut. Peristiwa ini masih berlanjut kemudian.
Saat ini saya ingin menyampaikan perihal beberapa almarhum. Saya akan menshalatkan jenazah mereka setelah shalat jumat. Pertama, (مکرمہ خدیجہ صاحبہ اہلیہ مکرم مولوی کے محمد علوی صاحب صابق مبلغ کیرالہ) Ibu[mukarramah] Khadijah Sahibah, istri Bapak [mukarram] Maulwi K Muhammad Alwi Sahib, yang pernah sebagai Muballigh Kerala, yang wafat beberapa hari lalu di usia 80 tahun. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Ayahanda beliau, K Ni Muhyiddin Sahib, termasuk Ahmadi awal di Kerala. Almarhumah mendapat taufik masuk Jemaat di usia belia. Almarhum sangat penyabar, banyak bersyukur, dawam Puasa dan Shalat, sangat taat, membantu orang miskin, menghormati tamu, dan sosok yang sangat qana’at. Suami beliau adalah Muballigh Jemaat, yang karena kunjungan berhari-hari lamanya, kerap berada di luar rumah.
Namun demikian, almarhumah senantiasa banyak bersyukur dan tidak pernah mengeluh. Keluarga yang ditinggalkannya adalah 2 putra dan 5 putri. Beliau adalah Mushiah. Putra sulung beliau, Mahmud Sahib adalah Muballigh Jemaat yang wafat di usia 54 tahun karena gagal ginjal. Putra beliau yang lain pun adalah Mu’allim Jemaat. Kelima putri beliau pun seluruhnya menikah dengan Muballigh.
Jenazah selanjutnya, Malik Sultan Rashid Khan Sahib (ملک سلطان رشید خان صاحب) dari Kot Fatah Khan, mantan Amir Daerah Attak. Almarhum wafat pada pertengahan malam tanggal 22-23 Agustus. Inna lillaahi wa innaa ilaihi raajiuwn. Dengan karunia Allah Ta’ala, beliau adalah seorang musi. Ayahanda beliau Kolonel Malik Sultan Muhammad Khan Sahib baiat di tangan Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) pada tahun 1923, pada usia 23 tahun. Beliau Ahmadi satu-satunya dalam keluarga, lalu menikah dengan Aisyah Siddiqah Sahibah, putri Choudry Muhammad Fatah Ahmad Sahib Siyal. Yang menikahkan mereka adalah Hadhrat Mushlih Mau’ud radhiyallahu ta’ala ‘anhu. Kakek Sultan Rashid Sahib bernama Malik Sultan Surkhru Khan.
Beliau mendapatkan kedudukan yang tinggi di kalangan kerajaan Inggris. Mendapatkan kursi kehormatan di kalangan kerajaan. Beliau mendapatkan kemuliaan untuk baiat ke dalam Jemaat Ahmadiyah 4 tahun kemudian paska baiatnya putra beliau.
Pengkhidmatan almarhum dalam Jemaat adalah sebagai berikut, dari tahun 1996 – 1999 dan dari tahun 2005-2014 mendapatkan taufik berkhidmat sebagai Amir Daerah Attak. Ketika wafat pun beliau masih menjabat sebagai Ketua Jemaat Kot Fatah Khan.
Beliau juga adalah kerabat Mir Muhammad Khan, mantan Gubernur Pakistan Barat namun keluarga itu kental dengan keduniaan. Meskipun ayah beliau setelah baiat sama sekali tidak meninggalkan duniawi, namun beliau termasuk orang yang mendahulukan agama diatas dunia. Ini jugalah yang menjadi keistimewaan Malik sultan Rashid Khan sahib. Pada awalnya beliau berwasiyat 1/10, di kemudian hari menjadi 1/7 dan juga melunasi hissa jaidad. Saya rasa untuk jaidad beliau berwasiyat 1/10 sedangkan dari penghasilan 1/7.
Saudari beliau, Rashidah Siyal menuturkan, “Suatu hari Hadhrat Khalifatul Masih Ar-Raabi (رحمه الله تعالى, rahimahullahu ta’ala) menulis surat kepada saya, bersabda, ‘Ayah Anda adalah pedang terhunus bagi Ahmadiyah. Corak itu jugalah yang terdapat dalam diri saudara saudara Anda.’”
Kemudian, Rashidah Siyal menuturkan berkenaan dengan almarhum, “Saudara kami memiliki jalinan sangat dalam dengan Khilafat. Beliau selalu cepat dalam mengamalkan setiap instruksi Khalifatul Masih. Dengan karunia Allah Ta’ala beliau senantiasa menjadi Khadim Khilafat yang dapat dipercaya dan selalu berkhidmat dengan penuh kecintaan. Beliau memiliki keruhanian yang sangat tinggi. Orang yang melihat beliau merasa bahwa beliau tidak punya ikatan dengan kehidupan duniawi.
Beliau sangat rendah hati, beliau tidak banyak bercerita berkenaan dengan jalinan kedekatannya dengan Allah Taala, bagaimanapun jalinan kedekatan beliau dengan Allah Ta’ala sangat kental. Siang dan malam beliau dipenuhi dengan doa doa untuk banyak orang, apakah itu kawan, kerabat ataupun orang yang tidak dikenali.
Jika ada kawan, kerabat bahkan orang lain tidak ada yang kembali dari rumah beliau dengan tangan kosong. Banyak juga orang yang memanfaatkan kedermawanan beliau dengan cara yang tidak jaiz. Tidak ada yang dapat menolak hal itu. Seorang wanita datang menemui keponakan saya dan mengatakan, ‘Bagaimana keadaan rumah orang-orang yang membutuhkan yang kompornya hanya menyala dengan bantuan uang pemberian Sultan Rashid Sahib.’ Itu artinya, mereka dapat makan dengan bantuan uang dari Sultan Rashid Sahib. ‘Kami tidak dapat memahami betapa tingginya kedermawanan beliau.’
Keponakan saya suatu hari bertanya kepada almarhum, ‘Apakah orang-orang yang anda khidmati akan menghargai anda dan mengingat kebaikan Anda?’
Beliau menjawab, ‘Mungkin tidak mengingatnya, namun niat saya hanya semata-mata semoga Allah T’ala ridha kepada saya.’”
Seorang saudari beliau, Naimah Sahibah menuturkan, “Di dalam diri almarhum terdapat gejolak besar untuk bertabligh. Beliau sering menjadi perantara baiatnya orang-orang yang berfitrat baik. Beliau selalu meluangkan waktu untuk bertabligh kepada orang yang berjumpa dengan beliau. Kawan non ahmadi sering datang menemui beliau pada sore hari setelah itu berdiskusi perihal kewafatan Isa Almasihi sampai berjam-jam, padahal itu dapat membahayakan beliau.
Beliau juga memiliki corak yang aneh dalam kecintaan pada ibadah. Pada umumnya beliau menyendiri menutup pintunya untuk bermunajat kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala pun menganugerahkan rukya dan kasyaf kepada beliau. Suatu hari beliau pergi ke Abbot Abad pada musim panas, tiba-tiba beliau gelisah karena kesulitan uang. Tidak ada yang dapat dilakukan selain berdoa. Beliau melewati sederetan pohon rindang, terdengar suara tinggi dan jelas yang berbunyi, لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ‘Laa taqnathuu min rahmatillaahi’ – ‘janganlah berputus asa akan rahmat Allah.’”[19]
Istri Zubairi Sahib mantan Amir daerah Attak menuturkan, “Almarhum pernah bercerita kepada saudarinya bahwa pada masa Hadhrat Khalifatul Masih Ar-Raabi (رحمه الله تعالى, rahimahullahu ta’ala) almarhum tinggal di rumahnya untuk menghadiri rapat daerah. Wajah almarhum tampak gelisah, ketika ditanya alasannya, almarhum menjawab, ‘Saya akan harus menyampaikan ceramah namun tidak bisa melakukan persiapan sama sekali.’ Pada keesokan pagi harinya, beliau tampak bersemangat, datang untuk sarapan, berkata, ‘Pada malam tadi saya bermimpi berjumpa dengan Hadhrat Khalifatul Masih Tsalits (رحمه الله تعالى, rahimahullahu ta’ala). Dalam waktu sebentar saja Hadhrat Khalifatul Masih mendiktekan seluruh isi pidato kepada saya, sehingga Alhamdulillah pidato saya telah siap.’
Ketawakkalan beliau sedemikian rupa sehingga walaupun tinggal di sebuah desa yang dipenuhi penentang, beliau bertahan hidup selama bertahun-tahun dengan tenteram. Tidak ada ketakutan akan hal itu, beliau sangat pemberani. Selalu mengatakan, ‘Tanpa perintah Ilahi, daun pun tidak akan bergerak.’
Suatu hari pembantu beliau ingin memulangkan pengemis dengan tangan kosong, almarhum menasihati pembantu, ‘Jika Allah Ta’ala ingin menjadikan saya sebagai wasilah bagi seseorang, lantas bagaimana saya bias dengan beraninya memulangkannya dengan tanpa memberi apa-apa?’
Beliau mahir dalam berbagai topik dialog. Beliau telah berkali-kali menelaah buku Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihish shalaatu was salaam. Diri beliau dipenuhi banyak sekali keistimewaan, dawam puasa dan shalat, rajin tahajjud, pendoa, berbicara dengan sangat bijak, dan mengakhiri segala topik pembicaraan dengan tabligh. Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan magfirah dan kasih sayang kepada almarhum.
Berikutnya, Yth. Bapak Abdul Qoyum (مکرم عبد القیوم صاحب) dari Indonesia yang wafat pada tanggal 25 Agustus, pada usia 82 tahun. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiuwn. Beliau adalah putra Almarhum Maulana Abdul Wahid Sumatri Shahib (مولانا عبد الواحد صاحب سماٹری مرحوم), Muballigh pertama dari kalangan non Hindustani dan non Pakistani.
Beliau memperoleh gelar S1 bidang tehnik kimia di sekolah tehnik termashur di Indonesia, Institut Teknologi Bandung. Kemudian untuk melanjutkan pendidikan, melalui beasiswa pemerintah beliau berangkat ke Prancis dan memperoleh gelar master bidang ekonomi perminyakan. Kemudian beliau tetap bekerja di Direktorat Minyak dan Gas Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. Beliau memegang berbagai jabatan di pemerintahan. Setelah pensiun pun beliau masih dipekerjakan sebagai tenaga ahli di SKK Migas. Pada usia 73 tahun, meskipun sibuk dengan pekerjaannya, almarhum mendapatkan taufik untuk meraih gelar doktor (PHD) bidang tehnik kimia di Universitas Indonesia.
Almarhum memiliki jasa-jasa yang sangat menonjol untuk Negara. Pada tahun 1973, beliau mengusulkan sebuah formula kepada pemerintah berkenaan dengan penjualan gas alam cair sehingga dalam waktu 25 tahun (1974-2000), pemerintah mendaptkan keuntungan sekitar 110 milyar dollar.
Bagaimanapun, para Ahmadi dimanapun berada, senantiasa siap setiap saat untuk mengkhidmati negara dan bangsa. Namun dibeberapa daerah di Indonesia pun terjadi penentangan yang banyak terhadap Jemaat, sebagai akibat dari provokasi ulama. Meskipun demikian, tugas kita adalah untuk selalu bersikap setia kepada negara.
Beliau mendapatkan penghargaan-penghargaan tertinggi dari negara yang diberikan kepada Civil Servant (Layanan Publik, Pegawai Negeri Sipil). Tahun 2005 beliau mendapatkan penghargaan kedua tertinggi yang diberikan pemerintah Indonesia kepada orang yang berjasa sangat luar biasa di luar bidang kemiliteran. Orang yang mendapatkan penghargaan ini berhak dimakamkan di pemakaman pahlawan dengan upacara kemiliteran. Upacara kemiliteran ini pada umumnya dilaksanakan di pemakamam pahlawan. Tetapi untuk Almarhum, oleh aparatur militer dilaksanakan di pemakaman Mushian, Parung.
Almarhum adalah orang yang penuh kecintaan, selalu memperhatikan saudara-saudara beliau. Beliau selalu mengamalkan pesan dari ayahanda beliau, yaitu “jagalah adik-adik!”. Sepanjang hidup, pesan inilah yang terus beliau amalkan
Beliau sangat menghormati Muballigh dan waqaf zindegi. Adik beliau pun yang bernama Abdul Basit Sahib adalah seorang Muballigh dan Amir Jemaat Indonesia.
Beliau juga memperlakukan para bawahan dengan sangat baik. Ada seorang karyawan beliau menuturkan, “Saya diurus oleh almarhum sejak usia 9 tahun. Biaya sekolah dan keperluan lainnya ditanggung oleh almarhum. Karena perlakukan baik almarhum dan setelah membaca buku-buku Hadhrat Masih Mau’ud (as), saya menyatakan baiat masuk Jemaat.
Kasih sayang dan kedermawanan almarhum sangatlah tinggi. Tidak pernah membeda-bedakan orang berdasarkan status, selalu memperlakukan semua orang sama. Beliau tidak pernah membangga-banggakan diri beliau sendiri, tidak pernah pula membangga-banggakan kedudukan beliau.”
Mantan Staf beliau di PGN menuturkan, “Almarhum adalah sosok yg cerdas, antusias dan pekerja keras. Beliau adalah seorang pejabat yang sangat masyhur, namun meskipun demikian beliau rendah hati.”
Beliau adalah sosok yang sangat mencintai khilafat dan Jemaat. Kapan pun Jemaat memerlukan pengorbanan-pengorbanan, atau menghadapi kesulitan, beliau senantiasa membantu dan memberikan pengorbanan dengan ketulusan hati.
Ketika Hadhrat Khalifatul Masih ke-4 (رحمه الله تعالى, rahimahullahu ta’ala) berkunjung ke Indonesia, Hadhrat Khalifatul Masih tinggal di kediaman almarhum. Dalam menunaikan tugas sebagai pegawai pemerintah, Almarhum tidak pernah menyembunyikan bahwa beliau seorang Ahmadi. Tidak juga di kemudian hari, padahal di kemudian hari penentangan terhadap Jemaat cukup gencar. Namun beliau tidak pernah menyembunyikan statusnya sebagai Ahmadi. Beliau selalu siap bertabligh kepada kawan-kawan beliau dan dikenal sebagai seorang tokoh Ahmadi.
Suatu hari Direktur Utama PLN mengatakan kepada Pak Menteri bahwa Volume air di bendungan Cirata [terletak diantara Purwakarta, Cianjur dan Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat] telah berkurang. Jika dalam beberapa hari terus berkurang, maka bisa terjadi pemadaman listrik. Pak Menteri memiliki keyakinan akan doa almarhum lalu memerintahkan dirut PLN, “Minta tolong kepada pa Qoyum!” Lalu ia berkata kepada almarhum, “Tolong bantu saya.”
Almarhum menjawab, “Tulis surat kepada Hadhrat Khalifatul Masih melalui saya.” Lalu Dikirimlah sebuah surat permohonan doa. Ini terjadi hari Selasa. Pada keesokan harinya, Rabu turun hujan lebat sehingga bendungan dipenuhi dengan air.
Pengkhidmatan-Pengkhidmatan belau untuk Jemaat sebagai berikut, ketika pembangunan kompleks markaz Parung menghadapi berbagai kendala. Suatu hari Almarhum Mln. Mahmud Ahmad Cheema (yang waktu itu sebagai Amir dan Raisut Tablig) memanggil beliau dan menceritakan berkenaan dengan kendala-kendala dana yang dihadapi. Almarhum menjawab, “Insya Allah saya akan berusaha menyelesaikannya sendiri lalu beliau memenuhi kekurangan dana.” Dalam waktu dua tahun sebuah masjid besar selesai dibangun.
Sebagian besar biaya pembangunan Guest House dan perumahan muballigh di Markaz berasal dari beliau yang diantaranya ada 4 (empat) rumah Muballig yang 100 % biayanya dari beliau.
Masa-masa awal MTA Indonesia, hampir seluruh pembiayaan ditanggung oleh beliau dan istri beliau. Hal ini termasuk biaya pembelian kamera, salah satu rumah beliau di Jakarta Barat yang digunakan sebagai studio dan biaya untuk pembayaran allowance para kru MTA pun berasal dari almarhum. Masa-masa awal homeopathy di Indonesia, mulai dari obat-obat sampai klinik (tempat praktek) seluruh pembiayaannya ditanggung oleh keluarga almarhum. Masa-masa awal pembangunan SMA Al-Wahid, biaya pembangunannya berasal dari sumbangan keluarga almarhum. Beliau juga berperan sangat menonjol dalam pembangunan Guest House Indonesia, Sara-e-Ayyub (سرائي أيوب) di Qadian. Beliau juga membeli lahan tanah yang banyak lalu menghibahkannya kepada Jemaat untuk ditinggali.
Ma’sum Ahmad Shahib, Principal Jamiah Indonesia menulis, “Terkadang terjadi perdebatan cukup panjang dalam rapat majlis Amilah Nasional. Namun Ketika bapak Amir Nasional yang notabene adalah adik almarhum memerintahkan untuk menghentikan perdebatan, serta merta almarhum diam, beliau tidak memberikan gagasan lebih lanjut dan mengembalikannya.”
Semoga Allah Ta’ala memberikan maghfirah (pengampunan) dan rahmat (kasih sayang) kepada almarhum.
Jenazah berikutnya, Yth. Daudah Razaqi Yunus Sahib (مکرم داؤدہ رزاقی یونس صاحب) dari Benin yang wafat pada 27 Agustus pada usia 74 tahun. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiuwn.
Almarhum adalah salah satu awal di Benin. Saat itu beliau masih sendiri sebagai Ahmadi di keluarga beliau. Pada tahun 1967 kakak beliau, Almarhum Dzikrullah Daud Sahib, Ahmadi pertama di Benin, baiat masuk Jemaat dengan perantaraan almarhum. Istri dan anak anak masih belum Ahmadi, semoga Allah Ta’ala memberikan taufik-Nya kepada mereka.
Mia Qamar Ahmad, Amir dan juga Missionary Incharge menceritakan, “Almarhum menceritakan kisah baiatnya beberapa hari sebelum kewafatannya, ‘Ketika mendapatkan kabar baiatnya kakak saya Dzikrullah Daud di Nigeria, begitu juga saya mendengar berbagai ucapan orang-orag berkenaan dengan Jemaat, lalu saya pergi menemui beliau. Ketika melihat beliau mengenakan cincin bertuliskan, اَلَيْسَ اللّٰهُ بِكَافٍ عَبْدَهٗۗ Alaisallaahu bikaafin abdahu, saya langsung bertanya kepada kakak saya, “Bagaimana bisa mengenakan cincin ini, dan bagaimana keutamaan cincin ini dalam Jemaatmu?”[20]
Beliau berkata, “Pada cincin ini tertulis ayat Al Quran, اَلَيْسَ اللّٰهُ بِكَافٍ عَبْدَهٗۗ yang artinya ‘Tidakkah Allah Ta’ala Maha Cukup bagi hamba-Nya’ dan inilah yang diajarkan oleh pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad Qadiani (as) kepada kami.”
Lalu saya bertanya kepada kakak, “Apakah Ahmadiyah adalah agama yang terpisah dari Islam?”
Beliau berkata, “Imam yang kalian nanti-nantikan, kami meyakini Imam itu telah datang dan inilah Islam yang hakiki.” Setelah mendengarkan itu, saya mulai menelaah buku-buku karya Hadhrat Masih Mauud (as) diantaranya Filsafat Ajaran Islam lalu baiat masuk Jemaat.’”
Beliau terhitung sebagai Ahmadi terpelajar di Benin. Beliau menempuh Pendidikan jurusan bisnis manajemen di Perancis. Beliau juga adalah pensiunan pejabat direktur nasional perlistrikan dan air di Benin. Beliau adalah figur yang berwibawa, disegani dan terhormat, disiplin shalat lima waktu dan tahajjud dan seorang yang saleh dan mukhlis. Beliau sangat mencintai Hadhrat Masih Mauud (as) dan para Khalifah. Beliau memiliki kebiasaan menelaah buku-buku beliau-beliau. Beliau berkhidmat dalam berbagai bidang kepengurusan Jemaat dan benyak sekali pengkhidmatan yang beliau berikan terhadap Jemaat Benin. Sebelum menjabat sebagai kepala Humanity First, beliau biasa mengadakan camp camp layanan Kesehatan dan selalu sibuk sepanjang hari menyertai para dokter dalam mengkhidmati kemanusiaan dan tak jarang beliau melupakan makan.
Dr Qamar Ahmad Ali Sahib menuturkan, “Saya mendapatkan taufik untuk berkhidmat di Benin sebagai dokter Selama memberikan pelayanan medis di kamp-kamp, bagaimanapun tubuh lelah atau terlambat tidur karena perjalanan, namun ketika mata saya terbuka, saya selalu menyaksikan almarhum tetap mendirikan shalat tahajjud.”
Muzaffar Ahmad Sahib Zafar, Muballig menulis, “Kapan pun menyampaikan ceramah, beliau selalu menasihatkan untuk mengamalkan syarat baiat dengan penuh haru dan sering mengatakan kepada saya, ‘Selama setiap Ahmadi belum memahami ilham Hadhrat Masih Mau’ud (as) ini yang berbunyi اَلَيْسَ اللّٰهُ بِكَافٍ عَبْدَهٗۗ “alaisal laahu bikaafin abdahu” maka selama itu ia adalah seorang yang materialistis (duniawi).’”
Amir Sahib menulis, “Pada tahun 2006 beliau menghibahkan lahan tanah kepada Jemaat seluas 30 acre. Pada tahun 2021 saya mengungkapkan keinginan untuk membangun Gedung Madrasah Tahfiz Quran dan menghadiahkannya kepada Jemaat. Almarhum sambil tersenyum berkata, ‘Insya Allah dan ini pun telah dimulai.’ Beliau selalu mengatakan, ‘Jika anak-anak Ahmadi terpelajar, Jemaat Benin akan menjadi salah satu Jemaat besar di Afrika.’
Beliau sering menghadiahkan buku buku Jemaat yang sangat berharga kepada anak anak. Ketika berkunjung ke rumah Yatim Baitul Ikram, beliau menasihatkan ketuanya, dr Waleed Sahib, ‘Mohon perhatikan sebaik baiknya kesehatan dan keamanan anak-anak ini, karena mereka adalah anak-anak Jemaat dan bangsa kita dan kita semua adalah orang tua mereka, untuk itu doakan juga untuk mereka.’
Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan maghfirah dan kasih sayang-Nya kepada Almarhum, meninggikan mereka semua. Seperti yang telah saya katakan, saya akan pimpin shalat jenazah ghaib untuk mereka.
Khotbah II
اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا – مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ – وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ – عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ – أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Syahid (London-UK), Mln. Hasyim dan Mln. Fazli ‘Umar Faruq. Editor: Dildaar Ahmad Dartono. Sumber referensi: www.alislam.org (bahasa Inggris dan Urdu) dan www.Islamahmadiyya.net (Arab).
[1] Kitab Futuhul Buldaan menyebut Yazid bin Abu Sufyan yang memimpin (في فتوح البلدان: أن يزيد بن أبي سفيان فتح البثنية وحوران صلحا). Sementara Tarikh ath-Thabari menyebut Abu Zahra al-Qusyairi yang memimpin (وقال الطبري أن أبا الزهراء القشيري صالحهما على صلح أهل دمشق). Terjadi perbedaan riwayat terkait nama pimpinan umat Muslim dalam perjanjian damai dengan warga kota Batsinah dan Hauran. Hudhur V (atba) di sini memilih riwayat Tarikh ath-Thabari.
[2] Kitab al-Bidayah wan Nihayah (كتاب البداية والنهاية ط إحياء التراث) karya Ibnu Katsir (ابن كثير); pembahasan Khilafah ‘Umar bin al-Khaththab radhiyAllahu ‘anhu wa ardhaahu (خِلَافَةُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَأَرْضَاهُ), awal mula Khilafah ‘Umar bin al-Khaththab radhiyAllahu ‘anhu (بِدَايَةُ خِلَافَتِهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ]), Rincian peristiwa setelah penaklukkan Dimasyq (Damaskus), pasal pengutusan Khalid bin Walid ke Baqaa (فصل ثم إن أبا عبيدة بعث خالد بن الوليد إلى البقاع ففتحه بالسيف): “Syurahbil bin Hasanah berhasil menaklukkan Yordania seluruhnya dengan peperangan kecuali Thabariyyah yang penduduknya minta berdamai.”
[3] Fihl atau Fill, or Pella , was a town on the east bank of the Jordan, across from Baysan – sebuah kota di tepi timur Yordan (Bet Sh’an, Scythopolis ). Bisa dilihat di buku karya Yaqut, Mu’jam, II, 853; and Donner, Conquests, 130 and index. The History of al-Tabari (Terjemahan Tarikh ar-Rusul wal Muluk karya Imam ath-Thabari dalam bahasa Inggris), The challenge to the empires, translated and annotated by Khalid Yahya Blankinship, Editorial Board (dewan redaksi) Ihsan Abbas, University of Jordan, Amman (Yordania); C. E. Bosworth, The University of Manchester (Inggris Raya); Franz Rosenthal, Yale University (Amerika Serikat); Everett K. Rowson, The University of Pennsylvania (Amerika Serikat); Ehsan Yar-Shater, Columbia University (General Editor); Editorial Coordinator (Kepala Editor) ialah Estelle Whelan dari Center for Iranian Studies Columbia University (Amerika Serikat); Editor dalam SERIES IN NEAR EASTERN STUDIES ialah Said Amir Arjomand, penerbit State University of New York Press (Penerbitan Universitas New York-Amerika Serikat), 1993.
[4] Kitab al-Bidayah wan Nihayah (كتاب البداية والنهاية ط إحياء التراث) karya Ibnu Katsir (ابن كثير); pembahasan Khilafah ‘Umar bin al-Khaththab radhiyAllahu ‘anhu wa ardhaahu (خِلَافَةُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَأَرْضَاهُ), awal mula Khilafah ‘Umar bin al-Khaththab radhiyAllahu ‘anhu (بِدَايَةُ خِلَافَتِهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ]), Peristiwa penaklukkan Dimasyq (Damaskus) (ذِكْرُ فَتَحِ دِمَشْقَ), peristiwa penulisan perdamaian dengan warga Dimasyq (Damaskus) (كِتَابُ الصُّلْحِ إِلَى أَهْلِ دِمَشْقَ). Tercantum dalam buku berjudul Umar bin Khattab karya Muhammad Husain Haekal; diterjemahkan oleh Ali Audah. – Cet. 3. — Bogor ; Pustaka Litera AntarNusa, 2002. Judul asli dalam bahasa Arab, al-Faruq ‘Umar.
[5] Tercantum dalam buku berjudul Umar bin Khattab karya Muhammad Husain Haekal; diterjemahkan oleh Ali Audah. – Cet. 3. — Bogor ; Pustaka Litera AntarNusa, 2002. Judul asli dalam bahasa Arab, al-Faruq ‘Umar.
[6] Kitab al-Futuh (كتاب الفتوح – أحمد بن أعثم الكوفي – ج ١ – الصفحة ١٤٧). Tercantum juga dalam Al-Iktifa’ bima Tadhammanahu min Maghazi Rasulillah wa Ats-Tsalatsah Al-Khulafa’ (الاكتفاء، بما تضمنه من مغازي رسول الله والثلاثة الخلفاء) karya Abu Ar-Rabi’ Sulaiman bin Musa Al-Kala’i Al-Andalusi (لأبي الربيع سليمان بن موسى الكلاعي الأندلسي (565-634هـ)). Duta tadi menyampaikan tawaran, إن شئتم أعطيناكم دينارين دينارين، وثوبا ثوبا، وأعطيناك أنت ألف دينار، ونعطى الأمير الذى فوقك يعنون عمر بن الخطاب، ألفى دينار، وتنصرفون عنا “ “ “Mohon Anda bawa pulang kembali pasukan Anda dan sebagai imbalannya setiap orang dari pasukan Anda akan mendapatkan dari kami berupa dua dinar (dua Ashrafi, koin emas), sedangkan para komandan masing-masing akan mendapatkan 1000 dinar dan Khalifah kalian akan kami hadiahkan 2.000 dinar.”
[7] Haikal yang dimaksud ialah Muhammad Husain Haikal dari Mesir yang sudah wafat. Shalaby yang dimaksud di sini ialah sejarawan Ali Muhammad ash-Shalabi dari Libya, Afrika Utara dan tinggal di Qatar sekarang.
[8] The History of al-Tabari (Terjemahan Tarikh ar-Rusul wal Muluk karya Imam ath-Thabari dalam bahasa Inggris), The challenge to the empires, translated and annotated by Khalid Yahya Blankinship, bahasan The Caliphate of Umar b. al-Khattab, The Events of the Year 13 (634/635), Baysan. Menurut kitab ini peristiwa ini terjadi pada tahun ke-13 Hijriyyah.
[9] The History of al-Tabari (Terjemahan Tarikh ar-Rusul wal Muluk karya Imam ath-Thabari dalam bahasa Inggris), The challenge to the empires, translated and annotated by Khalid Yahya Blankinship, The Caliphate of Umar b. al-Khattab, The Events of the Year 13 (634/635), Tiberias.
[10] Menurut buku Al-Farooq karya ‘Allamah Shibli Nomani, kuil tersebut di zaman kuno (sebelum kekristenan dan Romawi dominan berkuasa), ditujukan untuk penyembahan matahari. Buku ini diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi the Great Omar atau Omar the Great: The Second Caliph of Islam, Volume 2; Pengarang Shiblī Nuʻmānī; Edisi 2; Penerbit Sh. M. Ashraf, 1961, Asli dari Universitas Indiana; Didigitalkan 4 Mei 2009. Universitas Michigan di Amerika Serikat melakukan digitalisasi buku ini pada 2008. Versi terjemahan bahasa Indonesia terbit pada masa Orde Baru dengan judul ‘Umar Yang Agung’.
[11] Tarikh ath-Thabari, tahun ke-15, bahasan kemenangan atas Hims (ذكر فتح حمص). The History of al-Tabari (Terjemahan Tarikh ar-Rusul wal Muluk karya Imam ath-Thabari dalam bahasa Inggris), The challenge to the empires, translated and annotated by Khalid Yahya Blankinship, bahasan The Caliphate of Umar b. al-Khattab, The Events of the Year 15 (634/635), The Conquest of Hims.
[12] Yazid kakak Mu’awiyah dikenal dengan julukan Yazid al-Khair, Yazid yang baik. Yazid yang dikenal buruk ialah Yazid anak Mu’awiyah. Yazid anak Mu’awiyah pada tahun kejadian diatas itu belum lahir.
[13] The History of al-Tabari (Terjemahan Tarikh ar-Rusul wal Muluk (تاريخ الطبري – الطبري – ج ٣ – الصفحة ٩٦) karya Imam ath-Thabari dalam bahasa Inggris), The challenge to the empires, translated and annotated by Khalid Yahya Blankinship, penerbit State University of New York Press (Penerbitan Universitas New York-Amerika Serikat), 1993. Tarikh ibnu Khaldun (تاريخ ابن خلدون), Khilafah Islamiyah (الخلافة الإسلامية), Peristiwa Marj ar-Rum dan penaklukan Negeri-negeri Syam setelahnya (وقعة مرج الروم وفتوح مدائن الشام بعدها).
[14] Sheikh Shah Moinuddin Ahmad Nadvi, Siyar al-Sahabah, Vol. 2 [Karachi, Pakistan: Dar al-Isha‘ah Urdu Bazar] 128; Asharah Mubasharah, Bashir Sajid, p. 809, Al-Badr Publications Urdu Bazar, Lahore, 2000; Yaqut Ibn Abd-Allah al-Hamawi, Mu‘jam al-Buldan, Vol. 5 [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah] p. 6.
[15] The History of al-Tabari, The challenge to the empires, (Terjemahan Tarikh ar-Rusul wal Muluk karya Imam ath-Thabari dalam bahasa Inggris), Caliphate of `Umar b. al-Khattib, The Events of the year 15, The Story of Qinnasrin, translated and annotated by Khalid Yahya Blankinship, penerbit State University of New York Press (Penerbitan Universitas New York-Amerika Serikat), 1993.
[16] Kitab al-Bidayah wan Nihayah (كتاب البداية والنهاية ط إحياء التراث) karya Ibnu Katsir (ابن كثير), tahun ke-15 (ثم دخلت سنة خمس عشرة), peristiwa Kaesaria (وقعة قيسارية). Tarikh ath-Thabari, tahun ke-15, bahasan kemenangan Kaisarea dan pengepungan Ghaza (ذكر فتح قيسارية وحصر غزة).
[17] Menurut buku Al-Farooq karya ‘Allamah Shibli Nomani, kuil tersebut di zaman kuno (sebelum kekristenan dan Romawi dominan berkuasa), ditujukan untuk penyembahan matahari. Buku ini diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi the Great Omar atau Omar the Great: The Second Caliph of Islam, Volume 2; Pengarang Shiblī Nuʻmānī; Edisi 2; Penerbit Sh. M. Ashraf, 1961, Asli dari Universitas Indiana; Didigitalkan 4 Mei 2009. Universitas Michigan di Amerika Serikat melakukan digitalisasi buku ini pada 2008. Versi terjemahan bahasa Indonesia terbit pada masa orde baru dengan judul ‘Umar Yang Agung’.
[18] Tercantum dalam Kitab Al-Iktifa’ bima Tadhammanahu min Maghazi Rasulillah wa Ats-Tsalatsah Al-Khulafa’ (الاكتفاء، بما تضمنه من مغازي رسول الله والثلاثة الخلفاء) karya Abu Ar-Rabi’ Sulaiman bin Musa Al-Kala’i Al-Andalusi (لأبي الربيع سليمان بن موسى الكلاعي الأندلسي (565-634هـ)), bahasan (ذكر ما وعدنا به قبل من سياقة فتح قيسارية حيث ذكرها أصحاب فتوح الشام خلافا لما أوردناه قبل ذلك عن سيف بن عمر ، مما لا يوافق هذا مساقا ولا زمانا ، حسب ما يوقف عليه فى الموضعين إن شاء الله تعالى). Tercantum juga dalam Kitab Fashlul Khithab fi Sirah Amiril Mu-minin ‘Umar ibnil Khaththab, syakhshiyatuhu wa ‘ashruhu karya Doktor Ali Muhammad Muhammad Ash Shalabi (فصل الخطاب في سيرة امير المؤمنين عمر بن الخطاب شخصيته وعصره بقلم علي محمد محمد الصلابي), Pasal ke-7 (الفصل السابع), Penaklukan Syam, Mesir dan sekitarnya (فتوح الشام ومصر وليبيا), bahasan pertama: penaklukan-penaklukan di Syam (المبحث الأول: فتوحات الشام), Penaklukan al-Quds (سابعاً: فتح القدس: 16هـ), pelajaran-pelajaran penting dan bermanfaat (أهم الدروس والعبر والفوائد), Pendirian Ubadah bin Shamit dalam penaklukan Kaesaria (موقف لعبادة بن الصامت في فتح قيسارِية). Tercantum juga dalam Kitab ad-Daulah al-Umawiyyah ‘Awamil al-Izdihaar wa tuda’iyaatil Inhiyaar (كتاب الدولة الأموية عوامل الإزدهار وتداعيات الإنهيار) karya Doktor ‘Ali Muhammad Muhammad ash-Shalabi (علي محمَّد محمَّد الصَّلابي). Tercantum juga dalam Kitab al-Wajiz fit Taarikh al-Islami (الوجيز في التاريخ الإسلامي) karya Inas Muhammad al-Bahiji (إيناس محمد البهيجي). Tercantum juga dalam Kitab Jamharah (جمهرة خطب العرب في عصور العربية الزاهرة) karya Ahmad Zaki Shafwat (أحمد زكي صفوت).
[19] Al-Qur’an, Surah az-Zumar, 39:54: قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ “Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.’” Dalam metode penomoran ayat-ayat Al-Qur’an Karim, sesuai dengan standar penomoran ayat-ayat Al-Qur’an Karim yang digunakan oleh Jemaat Ahmadiyah, bismillahirrahmaanirrahiim sebagai ayat pertama terletak pada permulaan setiap Surah kecuali Surah at-Taubah.
[20] Al-Qur’an, Surah az-Zumar, 39:37: اَلَيْسَ اللّٰهُ بِكَافٍ عَبْدَهٗۗ وَيُخَوِّفُوْنَكَ بِالَّذِيْنَ مِنْ دُوْنِهٖۗ وَمَنْ يُّضْلِلِ اللّٰهُ فَمَا لَهٗ مِنْ هَادٍۚ “Apakah Allah tidak cukup bagi hamba-Nya ? Dan mereka, menakut-nakuti engkau dengan orang-orang yang selain Dia. Dan barangsiapa disesatkan Allah, maka baginya tiada seorang pun pemberi petunjuk.”