Riwayat Sahabat Rasulullah (saw), Mush’ab bin Umair (ra)

khalifah-islam-ahmadiyah-hazrat-mirza-masroor-ahmad

Keteladanan Para Sahabat Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam (Manusia-Manusia Istimewa, seri 69)

Pembahasan lanjutan mengenai seorang Ahlu Badr (Para Sahabat Nabi Muhammad (saw) peserta perang Badr), Hadhrat Mush’ab bin Umair radhiyAllahu ta’ala ‘anhu dan panduan teknis menghadapi wabah virus korona.

Khotbah Jumat

Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 06 Maret 2020 (Aman 1399 Hijriyah Syamsiyah/ 10 Rajab 1441 Hijriyah Qamariyah) di Masjid Baitul Futuh, Morden, London, UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya)

أشْهَدُأنْلاإلهإِلاَّاللَّهُوَحْدَهُلاشَرِيكلَهُ،وأشْهَدُأنَّمُحَمَّداًعَبْدُهُوَرَسُولُهُ. أمابعدفأعوذباللهمنالشيطانالرجيم.

بسْمِاللهالرَّحْمَنالرَّحيم* الْحَمْدُللهرَبِّالْعَالَمينَ* الرَّحْمَنالرَّحيم* مَالكيَوْمالدِّين* إيَّاكَنَعْبُدُوَإيَّاكَنَسْتَعينُ* اهْدنَاالصِّرَاطَالْمُسْتَقيمَ* صِرَاطالَّذِينَأَنْعَمْتَعَلَيْهِمْغَيْرالْمَغْضُوبعَلَيْهمْوَلاالضالِّينَ. (آمين)

Pada khotbah yang lalu saya telah menyampaikan berkenaan dengan Hadhrat Mush’ab bin Umair (مصعب بن عمير بن هاشم بن عبد مناف بن عبدالدار) radhiyAllahu Ta’ala ‘anhu, namun masih ada sebagian yang tersisa yang akan saya lanjutkan pada hari ini. Hadhrat Mushlih Mau’ud radhiyAllahu Ta’ala ‘anhu menjelaskan [dalam buku Pengantar Mempelajari Al-Qur’an] perihal pengkhidmatan Hadhrat Mush’ab bin Umair (ra) kala beliau (ra) ditugaskan di Madinah sebagai Muballig, “Allah ta’ala berkali-kali mengabarkan kepada Rasulullah (saw), ‘Telah tiba saatnya bagimu untuk hijrah.’ Keterangan-keterangan tentang tempat yang akan dituju juga diberitahukan. Tempat itu kota yang banyak sumber air dan kebun kurma. Beliau menyangka Yamama. Tetapi persangka­an itu segera ditanggalkan. Beliau menunggu dengan keyakinan bahwa tempat mana atau bagaimana yang akan ditetapkan untuk dituju pasti akan menjadi tempat pembibitan Islam sesuai dengan nubuatan dari Allah Ta’ala.

Hari ziarah haji tahunan mendekat dan dari segala penjuru Arabia peziarah-peziarah mulai mengalir ke Mekkah. Rasulullah (saw) menjumpai tiap-tiap rombongan dan menjelaskan kepada mereka Keesaan Tuhan dan menganjurkan untuk meninggalkan segala macam pelampauan batas dan bersiap-siap menyambut tiba­nya kerajaan Ilahi. Beberapa orang memperhatikan dan menjadi tertarik. Beberapa ingin mendengarkan, tetapi diusir oleh orang­orang Mekkah. Beberapa yang telah mengambil kebulatan tekad berhenti menertawakan.

Rasulullah (saw) ada di lembah Mina ke­tika beliau melihat serombongan orang yang terdiri atas enam atau tujuh orang.

Beliau mengetahui kemudian bahwa mereka dari suku Khazraj, suku yang bersekutu dengan kaum Yahudi.

Beliau ber­tanya, “أَفَلَا تَجْلِسُونَ أُكَلِّمُكُمْ؟“ ’Apakah Anda sekalian bersedia mendengarkan apa yang akan saya katakan?’1

Mereka telah mendengar tentang beliau dan sangat tertarik. Mereka menyatakan sepakat bersedia untuk duduk mendengarkan penjelasan dari beliau. Rasulullah (saw) meng­habiskan beberapa waktu untuk menceriterakan bahwa Kerajaan Ilahi akan segera datang bahwa berhala-berhala akan lenyap bahwa Keesaan Tuhan harus menang, dan kesalehan dan kesucian sekali lagi akan berkuasa.

Apakah penduduk Madinah siap untuk menerima nikmat agung ini? Mereka menyimak penjelasan Rasulullah dan terkesan lalu berkata: ‘Kami menerima ajaran anda, selebihnya, apakah Madinah siap untuk memberikan perlindungan kepada umat Islam ataukah tidak, untuk itu kami akan kembali dan berbicara terlebih dahulu dengan kaum kami. Tahun depan kami akan datang lagi untuk menyampaikan keputusan kaum kami kepada Anda.’

Mereka lalu pulang. Mereka mulai menyampaikan ajaran Rasulullah (saw) kepada sahabat-sahabat dan sanak-saudara. Pada masa itu ada dua suku Arab dan tiga suku Yahudi di Madinah. Suku-suku Arab itu suku Aus dan Khazraj dan suku-suku Yahudi itu Banu Quraidhah, Banu Nadhir dan Banu Qainuqa. Suku Aus dan Khazraj sedang terlibat dalam peperangan. Suku Quraidhah dan Banu Nadhir bersekutu dengan suku Aus, se­dangkan Banu Qainuqa dengan suku Khazraj. Karena peperangan itu meletihkan dan tak ada henti-hentinya, maka mereka cende­rung kepada perdamaian. Akhirnya, mereka sepakat mengakui kepala suku Khazraj, Abdullah bin Ubayy bin Salul, sebagai raja Madinah.

Disebabkan oleh hubungan dengan Yahudi, sehingga kabilah Aus dan Khazraj selalu mendengarkan nubuatan-nubuatan Bible. Ketika Yahudi menceritakan perihal musibah dan penderitaannya, pada akhirnya mereka mengatakan, ‘Seorang nabi akan lahir yang akan menjadi permisalan Musa dan waktu kedatangannya telah dekat. Ketika ia datang, maka kami akan unggul (berkuasa) lagi di dunia, musuh-musuh Yahudi akan dibinasakan.’

Ketika penduduk Madinah ini mendengar perihal pendakwaan Rasulullah (saw) dari para Haji (yang telah berziarah ke Ka’bah di Makkah) ini, kebenaran Rasulullah (saw) tertanam dalam diri mereka sehingga mereka mengatakan, ‘Tampaknya inilah nabi yang dikabarkan oleh orang Yahudi itu kepada kami.’

Setelah mendengar itu, banyak sekali para pemuda yang terkesan dengan kebenaran ajaran Rasulullah (saw). Nubuatan-nubuatan yang pernah mereka dengar dari orang Yahudi telah membantu mereka untuk beriman.

Pada kesempatan haji di tahun berikutnya, dua belas orang Madinah datang ke Mekkah menggabungkan diri kepada Rasulullah s.a.w. Sepuluh di antaranya dari suku Khazraj dan dua dari suku Aus. Mereka berjumpa dengan Rasulullah (saw) di lembah Mina dan sambil memegang tangan Rasulullah s.a.w., mereka dengan penuh khidmat menyatakan janji iman akan Tauhid Ilahi dan mereka ber­tekad menjauhkan diri dari segala kejahatan biasa, dari pem­bunuhan anak kecil, dan dari fitnah-memfitnah. Mereka bertekad bulat untuk taat kepada Rasulullah (saw) dalam segala hal yang makruf (baik).

Ketika mereka pulang ke Madinah mereka mulai menablighkan keyakinan baru mereka. Semangat berkobar dan menyala-nyala. Patung-patung berhala diambil dari relung-relung mereka di dinding tembok dan dicampakkan ke jalan. Mereka yang biasa membungkuk dengan hormat di hadapan patung, mulai menegakkan kepala. Mereka bertekad hanya akan membungkuk di hadapan Tuhan Yang Mahaesa. Kaum Yahudi tercengang menyaksikannya. Ber­abad-abad persahabatan, penjelasan dan perdebatan gagal meng­adakan perubahan yang telah dicapai dalam beberapa hari oleh Sang Guru dari Mekkah itu. Penduduk Madinah biasa menjumpai beberapa orang Muslim baru yang tinggal di tengah-tengah mereka dan mencari keterangan tentang Islam. Tetapi orang-orang Muslim yang sedikit itu tidak dapat menampung pertanyaan-pertanyaan yang banyak dari ratusan bahkan ribuan orang, lagi pula pengetahuan mereka tidak cukup. Maka mereka itu mengambil keputusan untuk mengirim utusan ke Makkah mengajukan permohonan kepada Rasulullah (saw) untuk mengirimkan seseorang memberi pelajar­an Islam. Rasulullah (saw) berkenan mengirimkan Mush’ab, seorang dari antara orang-orang Muslim, yang telah pulang hijrah dari Abessinia (Habsyah). Mush’ab adalah muballigh Islam pertama yang dikirim ke luar kota Mekkah.”

Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda mengenai hal senada di tempat lain, “Ketika penduduk Madinah mendapatkan kabar mengenai Islam dan beberapa penduduk Madinah telah berjumpa dengan Rasulullah (saw) pada saat ibadah haji lalu meyakini kebenaran beliau (saw) dan mereka kembali kepada kaumnya serta menyampaikan perihal kedatangan seorang Rasul yang selalu diceritakan oleh orang-orang Yahudi Madinah yang mana telah muncul di Makkah. Mengetahui hal itu, timbul kecondongan dalam hati mereka kepada Rasulullah (saw).

Kemudian pada kesempatan haji yang kedua, mereka mengutus perwakilan kepada Rasulullah (saw). Perwakilan tersebut beriman setelah bertukar pikiran dengan Rasulullah dan baiat kepada beliau. Karena pada saat itu orang-orang Makkah menentang keras Rasulullah, sehingga pertemuan itu dilakukan di sebuah lembah tanpa diketahui oleh orang-orang Makkah dan terjadi juga baiat di sana. Karena itulah baiat itu disebut sebagai baiat Aqabah. Arti Aqabah adalah jalan terjal yang sulit dilalui untuk mencapai puncak gunung atau bukit.

Untuk mengelola orang-orang yang telah beriman di Madinah, Rasulullah (saw) menetapkan para perwakilan mereka (orang-orang Madinah) sebagai ketua-ketua lalu mendorong mereka untuk menyebarkan Islam. Beliau (saw) mengutus seorang pemuda bernama Mush’ab bin Umair untuk membantu mereka mengajarkan agama kepada umat Muslim di sana.”

Ketika pergi mereka mengundang Rasulullah (saw) yakni jika Rasulullah terpaksa harus meninggalkan Makkah, dipersilahkan datang ke Madinah. Setelah mereka kembali ke Madinah, dalam jangka waktu yang singkat saja Islam menyebar di Madinah. Rasulullah (saw) lalu mengirimkan beberapa sahabat lainnya ke Madinah yang diantaranya adalah Hadhrat Umar (ra). Setelah mendapatkan perintah untuk hijrah, beliau (saw) sendiri berangkat ke Madinah. Setelah Rasul menetap di sana, dalam jangka waktu yang sangat singkat, seluruh penduduk Madinah yang sebelumnya adalah musyrik, baiat masuk Islam.

Setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah (saw) menjalinkan persaudaraan antara Hadhrat Mush’ab bin Umair dengan Hadhrat Abu Ayyub al-Anshari. Hadhrat Mush’ab bin Umair ikut serta pada perang Badr dan Uhud. Pada perang Badr dan Uhud, Hadhrat Mush’ab memegang bendera muhajirin yang besar. Ketika perang Badr, bendera Muhajirin dipegang oleh beliau yang diberikan oleh rasul kepada beliau.

Dalam riwayat lain tertulis dalam Sirat Khatamun Nabiyyin, “Pada perang uhud pun bendera muhajirin dipegang oleh Hadhrat Mush’ab bin Umair (ra). Rasulullah (saw) mengatur barisan lasykar Islam lalu menetapkan Amir bagi setiap kompi. Pada kesempatan itu dikabarkan kepada beliau (saw) bahwa bendera lasykar Quraisy dipegang oleh Thalhah bin Abi Thalhah (طَلْحَةَ بْنَ أَبِي طَلْحَةَ ، وَاسْمُ أَبِي طَلْحَةَ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبْدِ الْعُزَّى بْنِ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ الدَّارِ بْنِ قُصَيٍّ), sebagaimana Thalhah bin Abi Thalhah berasal dari keluarga yang berdasarkan aturan yang ditetapkan Qushay bin Kilab, leluhur Quraisy, berhak untuk memegang bendera Quraisy pada saat peperangan.2

Setelah mengetahui hal itu, Rasul bersabda, نَحْنُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ مِنْهُمْ ، أَيْنَ مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ ؟ ‘Kitalah yang lebih berhak untuk menampilkan kesetiaan kepada bangsa.’

Rasulullah (saw) lalu mengambil bendera Muhajirin dari Hadhrat Ali (ra) dan menyerahkannya kepada Hadhrat Mush’ab (ra) yang notabene berasal dari keluarga yang sama dengan Thalhah bin Abi Thalhah.”3

Hadhrat Mush’ab syahid pada kesempatan perang Uhud. Pada perang uhud ketika Hadhrat Mush’ab bertarung di depan Rasulullah (saw) dan beliau syahid dalam pertarungan itu. Beliau disyahidkan oleh Ibnu Qami-ah (atau Ibnu Qum-ah). Disebutkan dalam sejarah, أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ شُرَحْبِيلَ الْعَبْدَرِيُّ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: حَمَلَ مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ اللِّوَاءَ يَوْمَ أُحُدٍ، فَلَمَّا جَالَ الْمُسْلِمُونَ ثَبَتَ بِهِ مُصْعَبٌ، فَأَقْبَلَ ابْنُ قَمِيئَةَ وَهُوَ فَارِسٌ فَضَرَبَ يَدَهُ الْيُمْنَى فَقَطَعَهَا، وَمُصْعَبٌ يَقُولُ: {وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ} [آل عمران] الْآَيَةَ. وَأَخَذَ اللِّوَاءَ بِيَدِهِ الْيُسْرَى وَحَنَا عَلَيْهِ فَضَرَبَ يَدَهُ الْيُسْرَى فَقَطَعَهَا، فَحَنَا عَلَى اللِّوَاءِ وَضَمَّهُ بِعَضُدَيْهِ إِلَى صَدْرِهِ وَهُوَ يَقُولُ: {وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ} [آل عمران] الْآيَةَ. ثُمَّ حَمَلَ عَلَيْهِ الثَّالِثَةَ بِالرُّمْحِ فَأَنْفَذَهُ وَانْدَقَّ الرُّمْحُ، وَوَقَعَ مُصْعَبٌ وَسَقَطَ اللِّوَاءُ، وَابْتَدَرَهُ رَجُلَانِ مِنْ بَنِي عَبْدِ الدَّارِ سُوَيْبِطُ بْنُ سَعْدِ بْنِ حَرْمَلَةَ وَأَبُو الرُّومِ بْنُ عُمَيْرٍ، فَأَخَذَهُ أَبُو الرُّومِ بْنُ عُمَيْرٍ فَلَمْ يَزَلْ فِي يَدِهِ حَتَّى دَخَلَ بِهِ الْمَدِينَةَ حِينَ انْصَرَفَ الْمُسْلِمُونَ. “Pemegang bendera pada perang Uhud, Mush’ab bin Umair telah melaksanakan tugasnya dengan baik untuk menjaga bendera. Ketika beliau mengangkat bendera pada perang Uhud, datanglah Ibnu Qami-ah menyerang beliau dengan berkendara kuda lalu menebas tangan kanan beliau dengan pedang yang saat itu tengah memegang bendera dan tangan beliau putus. Saat itu Hadhrat Mush’ab mengatakan, {وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ} ‘Wa maa muhammadun illaa rasuulun qad khalat min qablihir rusul’ – ‘Muhammad hanyalah seorang utusan Allah yang telah berlalu utusan-utusan Allah sebelumnya.’ Beliau lalu memegang bendera dengan tangan kiri. Kemudian Ibnu Qami-ah menebas tangan kiri beliau hingga putus. Lalu beliau mendekap bendera itu dengan kedua lengan ke dada sembari mengatakan, {وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ} ‘Wa maa Muhammadun illaa rasuulun qad khalat min qablihir rusul’ – ‘Muhammad hanyalah seorang utusan Allah yang telah berlalu utusan-utusan Allah sebelumnya.’ Setelah itu Ibnu Qami-ah menyerang untuk yang ketiga kalinya dengan menancapkan tombak di dada beliau, sehingga tombak patah dan Hadhrat Mush’ab terjatuh bersama dengan benderanya. Kemudian, dua orang [pihak Muslim] yang berasal dari keturunan Banu Abdud Daar yang bernama Suwaibit bin Sa’d bin Harmalah dan Abu Rum bin Umair maju. Abu Rum memegang bendera dan terus berada di tangan beliau sampai pasukan Muslim kembali ke Madinah.”4

Terkait:   Keteladanan Para Sahabat Nabi Muhammad (saw) seri-90

Ketika syahid Hadhrat Mush’ab berusia 40 tahun atau lebih dari itu.

Dalam menjelaskan riwayat tersebut Hadhrat Mirza Bashir Ahmad menulis dalam buku Sirat Khatamun Nabiyyin, “Lasykar Quraisy lebih kurang mengepung ke empat penjuru pasukan Muslim dan terus menekan dengan serangannya yang bertubi-tubi. Memang, meskipun umat Muslim tidak lama setelah itu masih dapat bertahan, namun seorang pasukan pemberani Quraisy bernama Abdullah bin Qami-ah menyerang pemegang bendera Muslim bernama Mush’ab bin Umair dengan menebas tangan kanannya dengan pedang. Mushab segera menahan bendera dengan tangan yang satu lagi lalu maju untuk menghadapi Ibnu Qami-ah, namun Ibnu Qami-ah menebas lagi tangan beliau yang kedua sampai putus. Setelah itu Mush’ab berusaha untuk mendekap bendera Islam dengan kedua lengan beliau ke dada. Ibnu Qami-ah menyerang untuk yang ketiga kalinya sehingga menyebabkan syahidnya beliau dan terjatuh.5

Bendera langsung ditahan oleh pasukan Muslim lainnya, namun karena perawakan Mush’ab bin Umair mirip dengan Rasulullah (saw) sehingga Ibnu Qami-ah beranggapan telah berhasil membunuh Rasulullah (saw). Mungkin juga itu hanya sebagai kenakalannya saja. Alhasil, ia berhasil mensyahidkan Mushab lalu ribut mengatakan bahwa ia telah membunuh Rasulullah (saw).6 Mendengar itu akal sehat pasukan Muslim pun menjadi hilang sehingga mereka sama sekali cerai-berai. Inilah penyebab kuat yang melemahkan semangat pasukan Muslim pada saat itu. Namun kemudian mereka bersatu lagi.”7

أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ انْصَرَفَ مِنْ أُحُدٍ مَرَّ عَلَى مُصْعَبِ بْنِ عُمَيْرٍ ، وَهُوَ مَقْتُولٌ عَلَى طَرِيقِهِ ، فَوَقَفَ عَلَيْهِ ، وَدَعَا لَهُ ، ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ : Ketika Hadhrat Rasulullah (saw) sampai di dekat jenazah Hadhrat Mush’ab bin Umair yang tengah tertelungkup di jalan, beliau berhenti di sana dan berdoa lalu menilawatkan ayat berikut, مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُم مَّن قَضَىٰ نَحْبَهُ وَمِنْهُم مَّن يَنتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا (23) Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya).” (Surah al-Ahzaab, 33: 24)

Beliau (saw) lalu bersabda, أَشْهَدُ أَنَّ هَؤُلاءِ شُهَدَاءُ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، فَأْتُوهُمْ وَزُورُوهُمْ ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لا يُسَلِّمُ عَلَيْهِمْ أَحَدٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ إِلا رَدُّوا عَلَيْهِ ‘Asyhadu anna haa-ulaa-i syuhadaa-a ‘indaLlaahi yaumal qiyaamah. fa-tuuhum wa zuuruuhum. Walladzi nafsi bi yadi-Hi laa yusallimu ‘alaihim ahadun ilaa yaumil qiyaamati illaa radduu ‘alaihi.’ – “Saya bersaksi pada hari kiamat mereka adalah syahid dalam pandangan Allah. Biasakanlah untuk datang berziarah kepada mereka. Kirimkanlah doa keselamatan atas mereka. Demi Dzat yang jiwa saya berada di tangan-Nya, siapa yang mengirimkan doa keselamatan kepada mereka (Syuhada Uhud), mereka akan menjawabnya pada hari kiamat.”8

Saudara Hadhrat Mush’ab, Hadhrat Abu Rum bin Umair dan Hadhrat Suwaibit bin Sa’d dan Hadhrat Amir bin Rabiah menurunkan jenazah beliau ke dalam kuburan.

Dalam buku Sirat Khatamun Nabiyyin Hadhrat Mirza Bashir Ahmad menulis, “Salah satu dari antara Syuhada (martir) Uhud adalah Mush’ab bin Umair. Beliau adalah muhajir pertama yang diutus ke Madinah sebagai muballigh Islam. Pada zaman Jahiliyah beliau dianggap sebagai pemuda yang paling mewah pakaiannya dan hidup dengan bergelimang harta. Setelah masuk Islam keadaannya sama sekali berubah.

Sebagaimana diriwayatkan, suatu ketika Rasulullah (saw) melihat pakaian di tubuhnya yang dipenuhi dengan tambalan. Ketika Rasulullah (saw) teringat dengan keadannya dulu, beliau (saw) mencucurkan air mata. Ketika Mush’ab syahid di medan Uhud, kain kafan yang ia miliki tidaklah cukup untuk menutupi tubuhnya. Jika kakinya ditutupi maka bagian kepala akan terbuka begitu juga sebaliknya. Atas perintah Rasulullah (saw) kain itu digunakan untuk menutupi bagian kepala sedangkan kaki ditutupi rerumputan.

Diriwayatkan dalam Kitab Shahih al-Bukhari, أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ ، أُتِيَ بِطَعَامٍ ، وَكَانَ صَائِمًا ، فَقَالَ : ‘Suatu hari dipersembahkan hidangan buka puasa di hadapan Hadhrat Abdur Rahman bin Auf yang tengah puasa. Beliau berkata: قُتِلَ مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ وَهُوَ خَيْرٌ مِنِّي ، كُفِّنَ فِي بُرْدَةٍ : إِنْ غُطِّيَ رَأْسُهُ بَدَتْ رِجْلاَهُ ، وَإِنْ غُطِّيَ رِجْلاَهُ بَدَا رَأْسُهُ ، وَأُرَاهُ “Mush’ab bin Umair telah syahid dan ia lebih baik dari saya. Beliau dikafani dengan satu kain yang tidak mencukupi untuk menutup jenazahnya. Jika kepalanya ditutupi dengan kain itu maka kedua kakinya terlihat dan jika kedua kakinya ditutup maka kepalanya tampak terlihat.”

Beliau pun mengatakan, وَقُتِلَ حَمْزَةُ وَهُوَ خَيْرٌ مِنِّي ، ثُمَّ بُسِطَ لَنَا مِنَ الدُّنْيَا مَا بُسِطَ ، أَوْ قَالَ : أُعْطِينَا مِنَ الدُّنْيَا مَا أُعْطِينَا ، وَقَدْ خَشِينَا أَنْ تَكُونَ حَسَنَاتُنَا عُجِّلَتْ لَنَا “Hamzah juga telah syahid dan ia lebih baik dari saya. Kita telah mendapatkan kelapangan rezeki duniawi atau berkata kita telah diberikan nikmat duniawi. Kami khawatir pahala amal-amal kebaikan kami telah disegerakan kepada kami di dunia ini dan kami takut jangan-jangan kami tidak akan mendapatkan balasan di akhirat atas kebaikan kami.” ثُمَّ جَعَلَ يَبْكِي حَتَّى تَرَكَ الطَّعَامَ Beliau lalu menangis kemudian meninggalkan makanan tersebut.”9

Rasa takut kepada Allah Ta’ala dan teringat akan perlakuan Allah Ta’ala di akhirat nanti yang karenanya beliau terharu dan mengatakan, ‘Kami sedemikian mendapatkan nikmat duniawi sehingga jangan sampai di akhirat nanti tidak akan mendapatkan apa-apa.’

Hadhrat Khabbab bin Arat meriwayatkan, هَاجَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبْتَغِي وَجْهَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فَوَجَبَ أَجْرُنَا عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَمِنَّا مَنْ مَضَى لَمْ يَأْكُلْ مِنْ أَجْرِهِ شَيْئًا مِنْهُمْ مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ قُتِلَ يَوْمَ أُحُدٍ فَلَمْ نَجِدْ شَيْئًا نُكَفِّنُهُ فِيهِ إِلَّا نَمِرَةً كُنَّا إِذَا غَطَّيْنَا بِهَا رَأْسَهُ خَرَجَتْ رِجْلَاهُ وَإِذَا غَطَّيْنَا رِجْلَيْهِ خَرَجَ رَأْسُهُ فَأَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُغَطِّيَ بِهَا رَأْسَهُ وَنَجْعَلَ عَلَى رِجْلَيْهِ إِذْخِرًا وَمِنَّا مَنْ أَيْنَعَتْ لَهُ ثَمَرَتُهُ فَهُوَ يَهْدِبُهَا يَعْنِي يَجْتَنِيهَا ‘Kami meninggalkan negeri bersama dengan Rasulullah, karena kami mengharapkan keridhaan Allah Ta’ala dan balasannya menjadi tanggungjawab Allah Ta’ala. Diantara kami ada juga yang telah meninggal dan tidak mendapatkan apa-apa sebagai ganjarannya [yang berupa harta duniawi] seperti Hadhrat Mush’ab bin Umair. Hadhrat Mush’ab syahid pada saat perang Uhud dan kami hanya mendapatkan satu kain (yaitu namirah, sejenis kain selendang yang bersulam sutera) yang kami gunakan untuk mengkafani. Jika kain tersebut kami tutupkan pada kepala maka terbukalah kakinya, sementara jika ditutupkan kakinya terbukalah kepalanya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh kami agar kain tersebut ditutupkan pada kepalanya, sementara kedua kakinya ditutup dengan dedaunan (rerumputan) ‘Idzkhir’, dan kami juga ada yang menjual buahnya yaitu dengan memetiknya.’10

Terdapat satu riwayat dari kitab Tirmidzi bahwa Hadhrat Ali bin Abi Thalib meriwayatkan, ‘Nabi (saw) bersabda (عَن المُسَيّبِ بنِ نَجَيّةَ قَالَ قَالَ عَلِيّ بن أبي طَالِبٍ‏:‏ قَالَ النّبيّ صلى الله عليه وسلم‏:‏): ‏”‏إِنّ كلّ نَبِيّ أُعْطِيَ سَبْعَةَ نُجَبَاءَ رُفَقَاءَ أَوْ قَالَ رُقَبَاءَ نقباء وَأُعْطِيتُ أَنَا أَرْبَعَةَ عَشَرَ “Setiap nabi dianugerahi 7 Najib Rafiq (teman atau sahabat) atau Raqib dan Naqib (penjaga dan pengawas). Tetapi, saya diberi 14.”

قُلْنا مَنْ هُمْ‏؟‏ “Siapa gerangan 14 itu?”

Hadhrat Ali berkata: أَنَا وابْنَايَ وَجَعْفَرُ وَحَمْزَةُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَمُصْعَبُ بنُ عُمَيْرٍ وبِلاَلٌ وَسَلْمَانُ وَعَمّارٌ والمِقْدَادُ وَحُذَيْفَةُ وأبو ذرَ وَعَبْدُ اللّهِ بنُ مَسْعُودٍ‏ “Ke-14 orang itu adalah saya (Ali), dua anak saya (Hasan dan Husain), Ja’far, Hamzah, Abu Bakr, Umar, Mush’ab bin Umair, Bilal, Salman, Ammar, Al-Miqdaad, Hudzaifah, Abu Dzar dan Abdullah bin Mas’ud.”’11

Hadhrat Abdullah bin Amir bin Rabi’ah meriwayatkan, ayah beliau (عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ ، عَنْ أَبِيهِ ، قَالَ 🙂 selalu mengatakan: ” كَانَ مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ لِي خِدْنًا وَصَاحِبًا مُنْذُ يَوْمَ أَسْلَمَ إِلَى أَنْ قُتِلَ رَحِمَهُ اللَّهُ بِأُحُدٍ ، خَرَجَ مَعَنَا إِلَى الْهِجْرَتَيْنِ جَمِيعًا بِأَرْضِ الْحَبَشَةِ ، وَكَانَ رَفِيقِي مِنْ بَيْنِ الْقَوْمِ فَلَمْ أَرَ رَجُلا قَطُّ كَانَ أَحْسَنَ خُلُقًا ، وَلا أَقَلَّ خِلافًا مِنْهُ ” ‘Ketika Mush’ab bin Umair beriman, sejak itu hingga syahid di perang Uhud, selalu menjadi kawan dan sahabat saya. Beliau ikut bersama kami dalam dua hijrah ke Habsyah. Beliau juga merupakan kawan dekat saya di kalangan Muhajirin. Saya tidak pernah melihat orang yang memiliki akhlak lebih mulia darinya dan lebih kurang darinya dalam berselisih.’”12

Ketika Rasulullah (saw) kembali ke Madinah paska perang Uhud, Rasulullah (saw) berjumpa dengan istri Hadhrat Mush’ab, Hadhrat Hamnah Binti Jahsy. Orang-orang mengabarkan kepada beliau perihal syahidnya saudara beliau. Hadhrat Hamnah berkata: { إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ } رَحِمَهُ اللَّهُ وَغَفَرَ لَهُ Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiuwn dan mendoakan maghfirah bagi almarhum. Kemudian, orang-orang mengabarkan kepada beliau perihal syahidnya paman beliau, Hadhrat Hamzah. Hadhrat Hamnah berkata: إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ رَحِمَهُ اللَّهُ وَغَفَرَ لَهُ Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiuwn dan mendoakan maghfirah bagi almarhum.

Kemudian orang-orang mengabarkan perihal syahidnya suami beliau, Hadhrat Mushab lalu beliau menangis dan gelisah. Rasulullah (saw) bersabda, إن للزوج من المرأة مكانًا ما هو لأحد ‘Bagi seorang wanita pria (suami) memiliki kedudukan yang khas.

Dalam riwayat lainnya terdapat kisah mengenai Hadhrat Hamnah binti Jahsy, ketika dikatakan kepada beliau, “Saudara kamu telah meninggal”, Hadhrat Hamnah menjawab, “Semoga Allah mengasihinya. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiuwn.”

Orang-orang mengabarkan perihal syahidnya suami beliau, lalu beliau mengatakan, “Ya Tuhan…”

Rasulullah (saw) bersabda, إن للزوج من المرأة مكانًا ما هو لأحد “Wanita memiliki jalinan yang dalam dengan suaminya, yang tidak sama seperti dengan yang lainnya.”

Kisah tersebut dijelaskan juga oleh Hadhrat Khalifatul Masih Ar-Raabi’ (IV atau keempat) dengan gaya beliau yaitu berkenaan dengan bagaimana keadaan istri Hadhrat Mush’ab bin Umair ketika sang suami wafat. Beliau (Rha) bersabda, “Para sahabat Nabi (saw) dari kalangan pria dan wanita yang jumlah kerabatnya lebih dari satu, dikabarkan kepada mereka satu per satu kesyahidan keluarganya secara perlahan supaya rasa sakit akan derita kehilangan itu tidak datang serentak. Sebagaimana ketika saudari Hadhrat Abdullah, Hamna Binti Jahasy hadir di hadapan Nabi (saw).

Rasul bersabda: يا حمن، احتسبي! wahai Hamna bersabarlah dan mohonlah ganjaran dari Allah Ta’ala

Hamna: من يا رسول الله! Wahai Rasul, ganjaran untuk siapa?

Rasul bersabda, خالك حمزة Untuk pamanmu Hamza

Hadhrat Hamna berkata: إنا الله وإنا إلي راجعون، غفر اللله له ورحمه، هنيئاً له الشهادة! Inaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiuwn. Ghafara lahuu wa rahimahu hanii’an lahusy syahadah.

Setelah itu Rasul bersabda: احتسبي! wahai Hamnah bersabarlah dan mohonlah ganjaran dari Allah Ta’ala

Hamna: Wahai Rasul, ganjaran untuk siapa?

Rasul bersabda, ‘Untuk saudaramu, Abdullah.’

Hadhrat Hamna berkata: إنا الله وإنا إلي راجعون، غفر اللله له ورحمه، هنيئاً له الشهادة! Inaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiuwn. Ghafara lahuu wa rahimahu hanii’an lahul jannah.

Terkait:   Riwayat Abu Bakr Ash-Shiddiiq Ra (Seri 27)

Setelah itu Rasul bersabda, احتسبي! ‘Wahai Hamna bersabarlah dan mohonlah ganjaran dari Allah Ta’ala.’

Hamna: Wahai Rasul, ganjaran untuk siapa?

Rasul bersabda: Untuk Mush’ab bin Umair

Hamna berkata: ‘Ya Tuhan…alangkah sedihnya!’

Mendengar itu Rasul bersabda, لم قلت هذا؟ إن للزوج من المرأة مكانا ما هو لأحد. Memang benar suami memiliki hak besar atas istrinya, bukan pada siapa siapa, namun kenapa kamu mengucapkan demikian?

Hadhrat Hamna menjawab: ذكرت يتم بنيه فراعني ‘Wahai Rasul! Saya teringat akan yatimnya anak anaknya yang membuat saya gelisah dan dalam keadaan demikian kalimat tersebut keluar dari mulut saya.’

Mendengar itu Rasul mendoakan untuk anak anak Mush’ab: Ya Allah! Jadilah pelindung, penolong dan sayangilah mereka dan perlakukanlah mereka dengan sebaik baiknya. Allah Ta’ala memberikan perlakuan yang baik kepada mereka. Doa Rasul terkabul.”13

Sampai di sini selesailah kisah Hadhrat Mush’ab. Insya Allah pada kesempatan yang akan datang akan disampaikan kisah sahabat berikutnya.

Sekarang saya akan menekankan beberapa hal berkenaan dengan wabah virus corona yang sedang melanda akhir-akhir ini. Sebagaimana telah diumumkan oleh pemerintah, kita semua hendaknya menempuh upaya-upaya pencegahan. Sejak awal saya sudah menyampaikan saran (obat homeopathy) kepada para pakar homeopathy (jemaat) yakni (resep) pertama sebagai tindak pencegahan dan (kedua) sebagai obat. Hendaknya hal itu diamalkan. Ini merupakan obat yang memungkinkan, karena tidak bisa kita katakan bahwa resep homeopathy yang diberikan 100% dapat menyembuhkan pasien korona. Virus ini merupakan virus yang belum diketahui, namun resep homeopathy ini resep yang paling memungkinkan dan mendekati diantara resep homeopathy lainnya. Resep tersebut telah diusulkan sesuai dengan jenis penyakitnya. Semoga Allah Ta’ala memberikan potensi penyembuh kedalam obat tersebut. Hendaknya dikonsumsi.

Akan tetapi, seiring dengan itu diperlukan juga langkah-langkah pencegahan seperti yang telah saya umumkan. Berkenaan dengan hal ini perlu juga supaya kita menghindari keramaian. Bagi para jamaah masjid pun hendaknya berhati-hati, jika mengidap demam walaupun ringan, tubuh pegal-pegal, bersin-bersin, flu dan lain-lain hendaknya jangan dulu datang ke masjid. Sebab, masjid pun memiliki hak (kewajiban yang harus ditunaikan) supaya tidak ada orang yang dapat memberikan dampak buruk bagi jamaah lainnya. Hendaknya berhati-hati untuk datang ke masjid bagi mereka yang memiliki penyakit menular apa saja khususnya saat ini. Ketika bersin atau pada hari-hari biasa pun hendaknya ketika bersin tutupi dengan tangan atau menggunakan sapu tangan.

Ada beberapa jamaah shalat yang mengeluhkan, “Ada sebagian jamaah yang bersin ketika berhadapan dengan kami, namun orang yang bersin itu tidak menutupinya dengan tangan atau sapu tangan. Sedemikian rupa kerasnya bersin sehingga terkadang cipratannya mengena ke orang lain.” Dalam hal ini jamaah yang ada di sebelahnya pun memiliki hak untuk dihargai, untuk itu setiap kita hendaknya memperhatikan hal ini. Saat ini khususnya seperti yang telah saya katakan perlu bagi kita untuk berhati-hati.

Pencegahan yang disampaikan oleh dokter saat ini adalah pastikan tangan dan wajah dalam keadaan bersih. Jika tangan dalam keadaan kotor, jangan sentuhkan ke wajah atau basuh tangan dengan sanitiser. Namun bagi kita sebagai muslim, jika melaksanakan shalat lima waktu dan melakukan wudhu secara rutin, membersihkan hidung dengan air yakni melakukan wudhu dengan baik, maka ini merupakan kebersihan berstandar tinggi yang dapat memenuhi kurangnya sanitiser karena saat ini yang kita dengar dari berita bahwa sanitiser telah hilang habis terjual di took-toko (kedai-kedai), orang-orang telah memborong segala sesuatu karena panik. Rak-rak di took-toko kosong dan khususnya barang barang yang dapat digunakan untuk tujuan ini. Alhasil, jika kita melakukan wudhu dengan baik, akan menjadi kebersihan jasmani dan setelah wudhu manusia melakukan shalat yang akan menjadi sarana untuk kebersihan ruhaninya.

Khususnya pada saat ini kita perlu berdoa sebanyak banyaknya, untuk itu kita harus menaruh perhatian khusus akan hal ini. Saya telah sampaikan perihal hak masjid, perlu saya sampaikan juga, khususnya pada musim dingin dan hari-hari biasa, bagi jamaah masjid yang mengenakan kaos kaki, kaos kaki hendaknya diganti setiap hari dan dicuci, jika keluar bau dari kaki atau kaos kaki, maka akan membuat menderita jamaah yang berada di sebelahnya atau jamaah shalat yang berada di belakangnya ketika sujud akan menderita karena baunya.

Diperintahkan bahwa Rasulullah bersabda: Setelah memakan makanan yang menimbulkan bau seperti bawang putih, bawang merah dan yang lain-lain, hendaknya jangan ke masjid. Terkadang keluar dari mulut atau mengeluarkan bau dari mulut yang membuat jamaah lain menderita dan juga lingkungan masjid.14

Bahkan diperintahkan untuk mengenakan wewangian ketika masuk ke masjid, bahkan sedemikian rupa harus berhati hati sehingga Rasul bersabda janganlah melewati bagian dalam masjid ketika membawa daging mentah dimana ada orang yang tengah duduk.15 Jadi, kebersihan diri dan lingkungan yang perlu diperhatikan oleh seorang jamaah shalat, perlu baginya untuk menaruh perhatian akan hal itu.

Namun, artinya bukanlah sama sekali tidak datang ke masjid karena alasan tersebut. Ambillah fatwa dari diri sendiri setelah melihat keadaan lahiriah diri sendiri dan hendaknya ingat selalu bahwa Allah Ta’ala mengetahui keadaan hati. Maka dari itu, jika ada penyakit, yakinkanlah dengan mengunjungi dokter untuk mengetahui penyakit apa itu, namun lebih baik untuk tidak datang dulu ke Masjid satu atau dua hari. Begitu juga saat ini dikatakan untuk tidak berjabatan tangan dan ini pun sangat penting, karena tidak ada yang tahu bagaimana tangan seseorang. Meskipun dengan berjabatan tangan jalinan persaudaraan dan kecintaan semakin meningkat, namun saat ini, disebabkan oleh penyakit ini lebih baik kita hindari dulu berjabatan tangan.

Orang-orang duniawi yang sebelum ini sering mengkritik kita dengan mengatakan bahwa kita (kaum pria) tidak berjabatan tangan dengan wanita. Dalam hal ini telah terjadi kejadian yang menggelikan yaitu ada seorang menteri (Menteri Dalam Negeri) di Jerman yang menolak bersalaman dengan anggota dewan (seorang perempuan yaitu Kanselir Angela Merkel). Anggota parlemen di sini (Inggris) pun ada yang mengatakan, “Saat ini kita terhindar dari berjabatan tangan disebabkan oleh virus korona, dan itu adalah baik, karena berjabatan tangan bukanlah tradisi kita. Tradisi kita adalah memberikan hormat atau menurunkan topi dari kepala lalu menundukan badan.”

Sampai sampai ia (seorang anggota parlemen) pun berkata, “Kami berjabatan tangan dengan wanita bahkan berusaha untuk mendekap dan menciumnya padahal kita sendiri tidak tahu apakah wanita menyukai hal itu ataukah tidak, karena tanpa sebab kita melakukan perbuatan ini dengan paksa.”

Mereka tidak mau menaati firman Tuhan, namun wabah virus ini sekurang-kurangnya telah mengarahkan mereka pada hal tersebut. Semoga perhatian mereka pun tertuju kepada Tuhan. Mereka menentang perintah Tuhan. Ketika kita katakan dengan penuh kasih sayang bahwa kami dilarang untuk berjabatan tangan dengan lawan jenis lalu mereka melontarkan keberatan akan hal itu. Namun saat ini kita sering mendengar bahwa di kantor kantor departeman dan berbagai tempat, mereka yang pada awalnya menolak mentah-mentah padahal kita telah jelaskan dengan lemah lembut bahwa ini merupakan ajaran Islam, namun saat ini disebabkan wabah virus corona mereka begitu berhati-hati sehingga yang mereka anggap akhlak pun sudah tidak dihargai lagi. Alhasil, dari sisi ini wabah ini telah membuat ishlah (perbaikan) mereka sampai batas tertentu.

Sebagaimana telah saya katakan, semoga ishlah (perbaikan) ini mengantar mereka kepada Allah ta’ala Allah Ta’ala mengetahui lebih baik, sampai mana wabah ini akan terus menyebar dan sampai batas mana, apa takdir Allah ta’ala? Namun jika wabah ini muncul disebabkan oleh murka Ilahi dan pada zaman ini kita saksikan berbagai jenis wabah, gempa bumi, badai dan bencana alam jauh lebih menigkat paska diutusnya Hadhrat Masih Mau’ud (as), maka untuk terhindar dari dampak buruk dari takdir Tuhan, perlu bagi kita untuk kembali kepada Allah Ta’ala.

Secara khusus para Ahmadi hendaknya menaruh perhatian terhadap doa-doa dan memperbaiki keadaan ruhani masing masing dan doakan juga dunia semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada dunia dan memberikan taufik agar alih alih terjerumus dalam duniaw i dan melupakan Allah ta’ala, semoga mereka menjadi orang-orang yang mengenal Tuhan yang menciptakannya.

Nanti akan saya pimpin shalat jenazah ghaib, pertama untuk saudara Tanzil Ahmad Butt, putra Aqil Ahmad utt Sahib, beliau masih sangat belia yakni 11 tahun, wafat pada 27 februari 2020. Menurut hemat saya ini merupakan bukan kewafatan biasa melainkan syahid. Saya akan sampaikan kejadiannya, beliau tinggal di Sayahdrah Koloni Delhi Gate Lahore. Beliau dibunuh oleh seorang tetangga wanita scara zalim pada tanggal 27 Februari 2020, inna lillaahi wa innaa ilaihi raajiuwn. Membunuh para Ahmadi dengan alasan apapun telah dimudahkan oleh Fatwa para Maulwi (Ulama) di Pakistan. Kasus ini pun merupakan akibatnya. Untuk itu saya mengategorikan anak ini sebagai syahid, apapun alasannya, namun dibelakangnya ada kebencian terhadap jemaat dan ini adalah anak yang maksum yang tidak bersalah, berdasarkan laporan yang saya teria sampai saat ini.

Berdasarkan kejadiannya, pada tanggal 27 Februari, ibu almarhum menyuruh almarhum untuk mengambil boneka milik adik perempuannya dari rumah tetangga yang telah ditinggalkan oleh adiknya. (Padahal kedua keluarga ini biasa saling mengunjungi) Apa yang melatarbelakangi, Allah Yang Maha Tahu. Setelah cukup lama menunggu, almarhum tidak kunjung kembali, lalu ibu dari almarhum sendiri datang menyusul ke rumah tetangga. Pada awalnya tetangga itu tidak membuka pintu rumahnya, setelah beberapa saat baru dibuka dan ketika ditanyakan perihal Tanzil (almarhum), sang tetangga mengatakan bahwa Tanzil sudah pulang lagi dengan membawa boneka. Ibu almarhum mengabarkan hal ini kepada suami lalu beliau mulai melakukan pencarian dibantu oleh para pengurus jemaat dan melaporkan juga hal ini kepada polisi. Ketika dicari dengan bantuan CCTV di jalan diketahui bahwa Tanzil masuk ke rumah tetangga itu namun belum keluar dari rumah itu. Dilakukanlah pencarian di rumah sang tetangga dengan bantuan polisi, akhirnya jenazah Tanzil diketemukan berada di dalam peti besar. Polisi mengabarkan bahwa wanita pembunuh dan suaminya mengabarkan kepada polisi bahwa istrinya telah membunuh anak itu lalu jenazahnya disembunyikan di sebuah peti. Wanita itu membunuh almarhum bersama-sama dengan anak pemilik rumah dan saat ini mereka sudah mengakui perbuatannya.

Saudara Tanzil Ahmad Butt lahir di Lahore pada tanggal 20 November 2009, beliau adalah waqf e nou dan seorang anggota athfal yang aktif, selalu ikut serta dalam acara acara jemaat. Beliau terhitung sebagai siswa yang cerdas dikelasnya. Beliau duduk di bangku kelas 4. Paska kewafatan, ketika nilainya keluar ia mendapatkan nilai 729 dari nilai total 750 dan mendapatkan peringkat pertama.

Ibunda almarhum mengabarkan, “Diantara saudara/saudari lainnya, almarhum adalah yang paling taat. Sebelum melakukan apapun selalu meminta izin terlebh dahulu kepada saya. Jika ada tetangga atau pengurus memintanya untuk mengerjakan sesuatu, langsung ia kerjakan, tidak pernah menolaknya. Bahkan wanita pembunuhnya pun terkadang suka meminta bantuannya dan almarhum mengerjakannya. Guru sekolah dan para pengurus jemaat selalu memuji anak ini. Ia rutin menyaksikan program MTA khususnya tayangan anak anak dan juga khutbah. Ia dawam melaksanakan shalat di masjid. Jika terkadang ayah beliau datang dari pabrik dalam keadaan lelah dan mempelihatkan rasa malas untuk pergi ke masjid, almarhum memaksa sang ayah untuk berangkat ke masjid.”

Terkait:   Riwayat Utsman bin 'Affan (Seri-8)

Almarhum meninggalkan ayah Aqil Ahmad Butt, ibunda beliau, Nailah Aqil dan empat saudara-saudarinya. Almarhum memiliki dua saudara dan dua saudari. Semoga Allah Ta’ala memberikan tempat tercinta disisiNya, para pembunuhnya mendapat hukuman atas kejahatannya dan semoga orang tua beliau diberikan kesabaran dan kedamaian.

Jenazah kedua adalah Brigadir Bashir Ahmad Sahib, mantan Amir wilayah Rawalpindi, putra dari Dr Muhammad Abdullah Sahib. Beliau wafat di Rawalpindi pada tanggal 16 Februari 2020, di usia 87 tahun, inna lillaahi wa innaa ilaihi raajiuwn. Beliau adalah seorang musi. Beliau meninggalkan istri, dua putra dan tiga putri. Beliau lahir pada tahun 1931 di sebuah keluarga yang sangat mukhlis di daerah Gujrat. Ayahanda beliau baiat dengan sendirinya kedalam jemaat lalu bergabung dalam Jemaat Ahmadiyah. Beliau menempuh pendidikan dasar di Qadian. Beliau lulus ujian Matrik pada tahun 1947. Pada tahun 1952 beliau menempuh pendidikan di Akademi Militer Pakistan selama di Pak Foj. Pada tahun 1982 beliau pensiun sebagai Brigadir tentara. Beliau mendapatkan taufik untuk mengkhidmati negeri dalam jangka waktu yang panjang sebagai kepala Institut Kebijakan di Islamabad. Dengan begitu beliau mendapatkan taufik mengkhidmati negara selama 66 tahun.

Pengkhidmatan beliau di jemaat sebagai berikut: Pada tahun 2012 saya tetapkan beliau sebagai Amir jemaat Rawalpindi dansampai 9 februari 2020 beliau mendapat taufik berkhidmat sebagai amir jemaat Rawalpindi. Tahun 1979 beliau pindah ke Rawalpindi. Beliau mendapat taufik berkhidmat sebagai Amir dan sekretaris talim jemaat Rawalpindi selama 16 tahun, juga sebagai direktur Fazal umar Foundation dan berkali-kali sebagai anggota komite syura. Almarhum sangat mukhlis dan berkhidmat dengan penuh ketulusan. Beliau figur rendah hati, penyayang, mengkhidmati kemanusiaan dan membantu orang yang membutuhkan dengan lapang dada.

Dalam urusan mengkhidmati agama beliau sangat disipplin waktu dan memegang prinsip. Beliau berkhidmat dengan gesit dan menasihatkan hal tersebut juga kepada sejawatnya dan tidak bisa tahan dengan kemalasan dalam urusan agama atau hal lainnya. Beliau selalu memfollow up para anggota amilah pada waktunya atas program program yang diputuskan. Beliau orang yang rajin berdoa, beribadah, mukhlis dan sangat mencintai khilafat. Daya ingat beliau sangat baik sampai akhir hayat.

Beliau mencintai rasulullah Saw dan Hadhrat masih mauud As dan senantiasa bersyukur kepada Allah ta’ala atas statusnya sebagai seorang Ahmadi. Al Quran, hadits dan buku buku Hadhrat Masih mauud As selalu berada didekat sandaran beliau, muthalaah beliau sangat luas. Beliau selalu memberikan bantuan finansial kepada orang-orang yang membutuhkan, fakir miskin dengan hati yang lapang dan diam diam. Secara khusus beliau sangat antusias untuk meemnuhi kebutuhan para janda dan selalu siap untuk membantu setiap saat.

Banyak individu dan keluarga yang mendapatkan bantuan secara rutin dari beliau. Sedemikian besar bantuan beliau sehingga ada seseorang yang menulis bahwa ketika tokonya terbakar, almarhum memberikan uang kepada saya secara diam diam lalu meminta saya untuk tidak menceritakannya kepada orang lain. Ketika dibuka bantuan uangnya sebesar 200 ribu rupees Pakistan. Ketika orang itu mengembalikan uang tersebut setelah berlalu sekian lama dan berusaha untuk mengembalikannya, almarhum mengatakan, “Bukan untuk ini saya berikan anda uang”.

Muballigh Rawalpindi, Bpk. Tahir Mahmud menulis, “Bapak Amir memiliki tabiat yang tidak banyak bicara, penyayang dan rajin berdoa. Pada hari Jumat sebelum shalat Jumat beliau datang ke Masjid Aiwan Tauhidi. Di sana beliau melaksanakan shalat nafal dengan penuh kekhusyuan dan rintihan. Beliau menceritakan kisah para sahabat dan sesepuh Jemaat di Qadian – dimana beliau mendapatkan tarbiyat – kepada mereka yang shalat dengan tergesa-gesa. Beliau memperlihatkan kebahagiaannya kepada orang-orang yang shalat dengan khusyu, menekankan anak-anak Jemaat untuk membaca doa-doa yang disunnahkan dan tasbih. Beliau sendiri adalah seorang pendoa dan melaksanakan shalat dengan lama. Beliau menekankan orang-orang untuk melaksanakan shalat. Setiap orang menulis bahwa beliau selalu membantu orang-orang yang memerlukan. Jika ada orang yang berterima kasih kepada beliau, beliau melarangnya. Beliau mencintai buku Hadhrat Masih Mau’ud (as) dan selalu menceritakan makrifat buku Hadhrat Masih Mau’ud (as) dalam pertemuan-pertemuan.”

Sekretaris Fazl Umar Foundation bernama Nasir Shams Sahib menulis, “Pada awal tahun 2011 sampai akhir 2019 beliau menjabat sebagai direktur Fazl Umar Foundation. Beliau selalu ikut serta secara dawam acara-acara Board of Directure meskipun usia yang sudah renta dan lemah. Beliau mengarahkan kami terhadap doa-doa dan bermusyawarah secara bijaksana demi menyelenggarakan program yang sesempurna mungkin. Almarhum adalah orang yang sangat mukhlis, bertakwa dan khadim jemaat yang memiliki kesetiaan sejati kepada Khilafat. Satu lagi keistimewaan beliau yang saya saksikan sendiri yakni Taalluq billah dan melaksanakan shalat dengan khusyu.”

Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan magfirah, rahmat dan meninggikan derajat beliau. Semoga Anak keturunan beliau diberikan taufik untuk dapat melanjutkan segala kebaikan beliau.

Jenazah yang ketiga adalah Dr Hamidud Din Sahib, penduduk 121 J B Kakhowal Faisal Abad Pakistan, wafat pada tanggal 29 Februari 2020. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiuwn. Jemaat masuk kedalam keluarga beliau melalui baiatnya ayahanda beliau Muhammaduddin Sahib dan yth. Fathuddin Sahib penduduk Farsiyan kabupaten gurdaspur secara bersamaan. Mereka baiat pada masa Hadhrat Khalifatul Masih Tsani Ra. Almarhum lahir di Qadian. Paman dari ibunda beliau, Hadhrat Maulana Muhammad Ibrahim Sahib Qadiani adalah Sahabat Hadhrat Masih Mau’ud (as). Sebelumnya beliau merupakan cendekiawan yang terkenal dalam hal pengetahuan mengenai agama Kristen. Beliau mengajar di madrasah Ahmadiyah Qadian dalam jangka waktu yang panjang.

Paska perpecahan India Pakistan keluarga almarhum pindah ke Faisalabad. Profesi beliau adalah pembuat obat (dispenser), sehingga beliau mendapatkan taufik untuk dapat mengkhidmati kemanusiaan secara total di masyarakat. Beliau biasa memberikan pengobatan secara gratis kepada yang membutuhkan, beliau adalah figur sederhana, muttaqi, sejak kecil dawam shalat, puasa, hormat terhadap tanda tanda kebesaran Tuhan (Sya’airillaah), pecinta khilafat, penyayang, tawakkal kepada Allah, jujur dan menjaga amanah, beliau tidak pernah menolak permintaan orang lain, seorang yang simpatik dan berupaya ntuk menolong orang lain.

Beliau pun mendapatkan taufik untuk mengkhidmati jemaat dalam berbagai pengkhidmatan. Putra beliau, Karimuddin syam sahib, seorang muballigh, yang saat ini tengah mendapatkan taufik untuk berkhidmat di Tanzania, disebabkan oleh kesibukan dalam berhidmat di lapangan pengkhidmatan sehingga tidak dapat ikut serta menghadiri pemakaman. Menantu beliau, seorang muballigh dan menantu yang kedua juga muallim.

Seorang cucu beliau juga adalah mahasiswa Jamiah Ahmadiyah Rabwah darjah (tingkat) Syahid. Demikian pula banyak cucu beliau yang ikut serta dalam nizam penuh berkat waqf-e-Nou. Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan magfirah dan rahmat-Nya kepada beliau, meninggikan derajatNya dan memberikan taufik kepada anak keturunan beliau untuk dapat melaksanakan hak baiatnya dengan penuh kesetiaan. Seperti yang telah saya sampaikan bahwa setelah shalat jumat nanti akan saya pimpin shalat jenazah ghaib.

Khotbah II

اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ

وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا

مَنْيَهْدِهِاللهُفَلَامُضِلَّلَهُوَمَنْيُضْلِلْهُفَلَاهَادِيَلَهُ

وَنَشْهَدُأَنْلَاإِلٰهَإِلَّااللهُوَنَشْهَدُأَنَّمُحَمَّدًاعَبْدُهُوَرَسُوْلُهُ

عِبَادَاللهِ! رَحِمَكُمُاللهُ!

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ

يَعِظُكُمْلَعَلَّكُمْتَذكَّرُوْنَ

أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Syahid (London, UK); Editor: Dildaar Ahmad Dartono.

1 Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam (السيرة النبوية لابن هشام), (رَسُولُ اللَّهِ وَرَهْطٌ مِنْ الْخَزْرَجِ عِنْدَ الْعَقَبَةِ), (بَدْءُ إسْلَامِ الْأَنْصَارِ):لَمَّا لَقِيَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ لَهُمْ: “مَنْ أَنْتُمْ؟” قَالُوا: نَفَرٌ مِنْ الْخَزْرَجِ، قَالَ: “أَمِنْ مَوَالِي يَهُودَ؟” قَالُوا: نَعَمْ،

Orang-orang Madinah tersebut ingat tentang Nabi yang dijanjikan akan datang sebagaimana pernah orang-orang Yahudi Madinah ceritakan kepada mereka. قَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضِ: يَا قَوْمِ، تَعْلَمُوا وَاَللَّهِ إنَّهُ لَلنَّبِيُّ الَّذِي تَوَعَّدَكُمْ بِهِ يَهُودُ، فَلَا تَسْبِقُنَّكُمْ إلَيْهِ.
فَأَجَابُوهُ فِيمَا دَعَاهُمْ إلَيْهِ، بِأَنْ صَدَّقُوهُ وَقَبِلُوا مِنْهُ مَا عَرَضَ عَلَيْهِمْ مِنْ الْإِسْلَامِ، وَقَالُوا: إنَّا قَدْ تَرَكْنَا قَوْمَنَا، وَلَا قَوْمَ بَيْنَهُمْ مِنْ الْعَدَاوَةِ وَالشَّرِّ مَا بَيْنَهُمْ، فَعَسَى أَنْ يَجْمَعَهُمْ اللَّهُ بِكَ، فَسَنَقْدَمُ عَلَيْهِمْ، فَنَدْعُوهُمْ إلَى أَمْرِكَ، وَتَعْرِضُ عَلَيْهِمْ الَّذِي أَجَبْنَاكَ إلَيْهِ مِنْ هَذَا الدِّينِ، فَإِنْ يَجْمَعْهُمْ اللَّهُ عَلَيْهِ فَلَا رَجُلَ أَعَزُّ مِنْكَ.

2 Sepeninggal Qushay bin Kilab yang telah memberikan kepemimpinan penggantinya kepada salah satu putranya, Abdud Daar bin Qushay, terjadi perpecahan kalangan Quraisy di Makkah karena anak keturunan Abdu Manaf bin Qushay didukung sebagian warga Makkah menuntut pembagian jabatan di Makkah. Demi menjaga keamanan dan mencegah terjadinya peperangan, mereka sepakat membagi kekuasaan. Untuk urusan penyediaan air dan pelayanan akomodasi jamaah haji diserahkan kepada Bani (keturunan) Abdu Manaf. Sementara pemegang kunci Ka’bah (al-Hijabah), bendera perang (ar-Rayah, ‘Uqab atau Liwa) dan pengurusan Dar an-Nadwah (lembaga musyawarah dan balai pertemuan) diserahkan kepada Bani Abdud Daar.

3 Ath-Thabaqātul-Kubrā, By Muhammad bin Sa‘d, Volume 2, p. 269, Ghazwatu Rasūlillāhi saw Uḥudan, Dāru Iḥyā’it-Turāthil-‘Arabī, Beirut, Lebanon, First Edition (1996)

4 Ath-Thabaqaat ibn Sa’d. أخرجه ابن سعد (3/ 120)، وفيه الواقدي متروك وإبراهيم بن محمد العبدري فيه مقال، ثم هو مرسل على كل حالٍ

5 Sharhul-‘Allāmatiz-Zarqānī ‘Alal-Mawāhibil-Ladunniyyah, By Allāmah Shihābuddīn Al-Qusthalānī, Volume 2, p. 414, Ghazwatu Uhud, Dārul-Kutubil-‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, First Edition (1996). Pemegang panji atau bendera pasukan pada zaman dahulu sering menjadi incaran pasukan musuh karena ia lambang kestabilan lasykar. Perang Uhud secara teknis dimulai dengan tantangan duel (tarung satu lawan satu) dari pihak Quraisy kepada pihak Muslim. Jawara Muslim yang maju melayani tantangan duel ialah Hadhrat Ali (ra), Hadhrat Hamzah (ra), Hadhrat Abu Dujanah (ra) dan lain-lain. Hadhrat Ali (ra) yang pertama menewaskan penantang duel, yaitu Thalhah bin Abi Thalhah. Selanjutnya, lebih dari 7 pemegang panji Quraisy dari Kabilah Banu Abdud Daar ditewaskan pasukan Muslim. Ketika posisi dan mental pasukan Muslim stabil dan meninggi dan musuh terdesak, grup pasukan pemanah Muslim yang merasa sudah menang, turun dari bukit tempat pos jaganya. Hal ini dimanfaatkan musuh khususnya pasukan kavaleri (berkendara kuda dan unta) untuk menyerang balik.

6 As-Sīratun-Nabawiyyah, By Abū Muhammad ‘Abdul-Mālik bin Hishām, p. 529, Maqtalu Mush‘ab ubnu ‘Umair, Dārul-Kutubil-‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, First Edition (2001)

7 Sirah Khataman Nabiyyin karya Hadhrat Mirza Bashir Ahmad Shb (ra).

8 Tarikh Islam karya adz-Dzahabi (تاريخ الإسلام – الذهبي – ج ٢ – الصفحة ٢٠٧); Dalailun Nubuwwah karya Imam al-Baihaqi (دلائل النبوة للبيهقي), pengantar (الْمَدْخَلُ إِلَى دَلائِلِ النُّبُوَّةِ وَمَعْرِفَةِ), bab kumpulan bab perang Uhud (بَابُ جِمَاعِ أَبْوَابِ غَزْوَةِ أُحُدٍ), bab (بَابُ : مَا جَرَى بَعْدَ انْقِضَاءِ الْحَرْبِ وَذَهَابِ). Al-Mustadrak ‘alash Shahihain (المستدرك على الصحيحين) karya Hakim Naisaburi (أبو عبد الله محمد بن عبد الله الحاكم النيسابوري), Kitab tentang Tafsir (كتاب التفسير), (قراءات النبي صلى الله عليه وآله وسلم مما لم يخرجاه وقد صح سنده), (زيارة قبور الشهداء ورد السلام منهم إلى يوم القيامة)

9 Sahih Bukhari (صحيح البخاري), Kitab al-maghazi atau peperangan (كتاب المغازي ), Bab Ghazwah Uhud (باب غزوة أحد ), hadis no 4045.

10 Hadits Ahmad Nomor 20149 (مسند احمد – الإمام احمد بن حنبل – ج ٥ – الصفحة ١٠٩)

11 Sunan at-Tirmidzi, (كتاب المناقب عن رسول الله صلى الله عليه وسلم); (باب في مناقب أَهْلِ بَيْتِ النبيّ صلى الله عليه وسلم)

12 Ath-Thabaqaat al-Kubra karya Ibnu Sa’d, (الجزء الثالث), (القول في الطبقة الأولى وهم البدريين من المهاجرين والأنصار), (طبقات البدريين من المهاجرين), (ومن بني عبد الدار بن قصي), (35 – مصعب الخير), (ذكر بعثة رسول الله. ص. إياه إلى المدينة ليفقه الأنصار:).

13 Hamnah binti Jahsy pergi ke medan perang Uhud bersama kaum wanita Muslim Madinah untuk mendistribusikan air kepada pasukan Muslim. Setelah kesyahidan suaminya kemudian dinikahi oleh Thalhah bin Ubaidillah yang dikenal bersikap baik terhadap keluarganya. Dialog tersebut dirujuk dari Kitab al-Maghazi karya Al-Waqidi; Syarh Nahjul Balaghah (شرح نهج البلاغة – ابن أبي الحديد – ج ١٥ – الصفحة ١٨); as-Siraaj al-Muniir (السراج المنير: في غزوات سيد المرسلين) karya Husain ‘Abdul Hamid Nail (حسين عبد الحميد نيل‎); Imta’ul Asma (إمتاع الأسماع – ج 1).

14 Shahih Muslim 564: dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَنْ أَكَلَ الْبَصَلَ وَالثُّومَ وَالْكُرَّاثَ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا ، فَإِنَّ الْمَلائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ بَنُو آدَمَ “Siapa yang memakan bawang merah, bawang putih dan bawang kurrats, maka janganlah dia mendekati masjid kami, sebab malaikat merasa terganggu dengan bau yang mengganggu manusia.”

15 Sunan Ibni Maajah (سنن ابن ماجه), (كتاب المساجد والجماعات), bab hal-hal yang tidak disukai bila dikalukan di dalam Masjid (باب مَا يُكْرَهُ فِي الْمَسَاجِدِ): dari Ibnu Umar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: خِصَالٌ لاَ تَنْبَغِي فِي الْمَسْجِدِ لاَ يُتَّخَذُ طَرِيقًا وَلاَ يُشْهَرُ فِيهِ سِلاَحٌ وَلاَ يُنْبَضُ فِيهِ بِقَوْسٍ وَلاَ يُنْشَرُ فِيهِ نَبْلٌ وَلاَ يُمَرُّ فِيهِ بِلَحْمٍ نِيءٍ وَلاَ يُضْرَبُ فِيهِ حَدٌّ وَلاَ يُقْتَصُّ فِيهِ مِنْ أَحَدٍ وَلاَ يُتَّخَذُ سُوقًا ‏“ “Beberapa hal yang tidak layak dilakukan di masjid; tidak dijadikan sebagai jalan, tidak boleh senjata dihunuskan, tidak boleh busur ditarik, tidak boleh menyebarkan anak panah, tidak boleh melewatkan daging mentah, tidak boleh dilaksanakan had (hukum pidana), tidak boleh menuntut qishash dari seseorang, dan tidak boleh menjadikannya sebagai pasar.” Tercantum juga dalam tafsir Ibnu Katsir, Surah an-Nur ayat 37 (تفسير ابن كثير (تفسير القرآن العظيم) 1-9 مع الفهارس ج6).

Leave a Reply

Begin typing your search above and press return to search.
Select Your Style

You can choose the color for yourself in the theme settings, сolors are shown for an example.