Tidak benar jika dikatakan bahwa bahasa adalah hasil ciptaan manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penemu dan pencipta bahasa manusia adalah Allah Yang Maha Kuasa yang juga telah menciptakan manusia berdasarkan kekuasaan-Nya Yang Maha Sempurna dimana ia telah diberikan lidah untuk dapat berbicara. Jika benar bahwa bahasa adalah hasil ciptaan manusia maka tidak perlu lagi bayi manusia diajarkan mengenai hal ini karena dengan sendirinya ia akan bisa berbicara. Ia akan mencipta sendiri perkataannya sambil ia tumbuh dewasa. Nyatanya jika bayi tidak diajar bahasa maka sudah pasti juga ia tidak akan mampu berbicara. Terlepas dari apakah ia dibesarkan di hutan-hutan tanah Yunani, di kepulauan Inggris atau pun di khatulistiwa, tetap saja seorang bayi harus diajar bahasa karena tanpa pelatihan demikian ia tidak akan mampu berbicara.
Pandangan yang mengatakan bahwa bahasa mengalami perubahan karena pengaruh manusia sebenarnya adalah suatu ilusi atau khayalan. Perubahan-perubahan yang terjadi bukan karena upaya manusia secara sengaja, serta tidak ada suatu ketentuan atau prinsip yang mengatur bagaimana manusia akan melakukan perubahan dalam bahasa dan bilamana saatnya. Perenungan yang mendalam menunjukkan bahwa perubahan linguistik juga terjadi di bawah pengaturan dari sang Penyebab dari segala Sebab atau Kausa segala Kausa (Causa Causens) sama seperti perubahan yang terjadi di langit dan di bumi. Tidak ada yang bisa membuktikan bahwa pada suatu saat tertentu seluruh umat manusia secara kolektif atau pun bagian darinya, telah menemukan atau menciptakan berbagai bahasa yang digunakan di dunia.
Mungkin ada yang membantah dan mengatakan bahwa sejak awal adanya manusia, bahasa mungkin sudah ada tanpa harus diajarkan Tuhan melalui wahyu misalnya. Jawaban untuk itu ialah pada saat awal itu Tuhan menciptakan segala sesuatu semata-mata hanya berdasar kekuatan-Nya. Renungan mengenai langit, bumi, matahari, bulan atau fitrat manusia sendiri mengungkapkan bahwa awal dan asal dari segala hal adalah berkat kinerja kekuasaan Ilahi dimana tidak ada digunakan sarana fisik. Apa pun yang diciptakan Tuhan merupakan manifestasi dari kekuasaan-Nya yang Maha Agung yang berada di luar kemampuan pemikiran manusia.
Keadaan pada hari ini tidak bisa dijadikan acuan dari bagaimana permulaan atau awal dari penciptaan alam. Sebagai contoh, sekarang ini tidak ada anak yang dilahirkan tanpa perantaraan orang-tuanya, tetapi jika di awal hal ini juga berlaku maka tidak akan ada manusia yang bisa mewujud. Lagi pula terdapat perbedaan yang besar sekali dalam pengertian tentang perubahan yang terjadi secara alamiah dalam bahasa dengan kelahiran bahasa itu sendiri dari suatu kehampaan sebelumnya. Kedua konsep itu sama sekali berbeda.
(Brãhĩn-i-Ahmadiyah, Riadh Hind Press, Amritsar, 1884, vol. IV, Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 358-404, London, 1984).
Apakah Bahasa Temuan Manusia?
Beberapa orang Arya memandang bahasa Sanskerta sebagai bahasa dari Permesywar1], serta menganggap semua bahasa lainnya yang mengandung demikian banyak keanehan dan keajaiban Ilahi malah sebagai ciptaan manusia. Pandangan demikian sama saja dengan mengatakan bahwa dimana Permesywar hanya menurunkan satu bahasa saja, adapun manusia lain menciptakan berbagai bahasa yang malah lebih baik.
Kami ingin bertanya kepada kaum Arya bahwa jika benar bahasa Sanskerta keluar dari mulut Permesywar sedangkan bahasa-bahasa lainnya adalah ciptaan manusia yang tidak terkait dengan Permesywar, lalu apa kelebihan bahasa Sanskerta yang tidak ditemukan dalam bahasa lainnya, karena mestinya perkataan Permesywar tentunya lebih baik daripada ciptaan manusia biasa? Dia disebut Tuhan karena Dia itu tidak ada tandingan dan Maha Agung dalam Wujud, sifat atau pun hasil karya- Nya. Bila kita mengandaikan bahwa bahasa Sanskerta adalah memang bahasanya Permesywar yang diwahyukan kepada nenek moyang bangsa Hindu, sedangkan bahasa lain diciptakan oleh nenek moyang bangsa- bangsa lain yang sepertinya lebih pandai dan bijak dibanding nenek moyang bangsa Hindu, lalu bisakah kita mengambil kesimpulan bahwa orang-orang lain itu ternyata lebih unggul dibanding Permesywar karena mereka telah menciptakan ratusan bahasa sedangkan sang Permesywar hanya menciptakan satu bahasa saja?
Mereka yang secara fitratnya menganut polytheisme, menganggap Permesywar sebagai wujud yang setara dengan diri mereka dalam banyak hal. Mungkin karena mereka menganggap dirinya bukan sebagai makhluk ciptaan dan karena itu merasa dirinya setara dan sekutu dari dewa mereka. Pandangan mereka yang mempertanyakan: “Mengapa Tuhan tidak cukup dengan menciptakan satu bahasa saja?” muncul karena kurangnya perenungan mengenai hal itu. Seorang yang bijak akan melihat bagaimana beranekanya corak dan temperamen orang di berbagai negeri, dari sana ia akan memahami bahwa tidak mungkin satu bahasa memadai bagi mereka semua.
Beberapa bangsa mudah sekali melafazkan beberapa huruf atau kata tertentu yang pada bangsa lain menjadi kesulitan mengucapkannya. Karena itu bagaimana mungkin yang Maha Bijaksana dengan mencintai satu bahasa saja lalu melupakan prinsip meletakkan segala sesuatu di tempatnya yang sesuai dan meninggalkan prinsip yang mengakomodasi perbedaan temperamen. Apakah pantas bahwa Dia lalu membatasi manusia dengan berbagai tabiat itu dalam kerangkeng sempit dari satu bahasa saja? Lagi pula terciptanya berbagai bahasa itu sendiri menjadi bukti dari keragaman kekuasaan AllahSwt. Pujian Tuhan yang dipersembahkan para hamba-Nya yang lemah di dalam berbagai bahasa justru merupakan suatu pertunjukan yang menarik.
(Brãhĩn-i-Ahmadiyah, Riadh Hind Press, Amritsar, 1884, vol. IV, Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 447-456, London, 1984).
Pengumuman Untuk Buku Minanur Rahman
Buku yang diberi nama Minanur Rahman adalah hasil karya indah yang diilhami oleh beberapa ayat Al-Quran yang penuh dengan kandungan kebijaksanaan. Salah satu karunia Al-Quran adalah pandangan tentang filosofi hakiki berkenaan dengan keaneka-ragaman bahasa, dimana kami telah diberi tahu tentang kebijakan yang mendasari sumber dari segala bahasa. Dari sana kami juga mengetahui betapa kelirunya orang- orang yang tidak mau mengakui bahwa bahasa berkembang di bawah pengarahan Ilahi. Dalam buku tersebut dikemukakan bahwa Al-Quran diturunkan dalam bahasa yang merupakan ibu dan sumber dari segala bahasa lainnya. Merupakan kenyataan yang tidak bisa dibantah bahwa keindahan dan superioritas dari Kitab samawi adalah karena sempurna polanya dan disusun dalam bahasa yang berasal dari firman Tuhan serta memiliki mutu yang lebih tinggi dibanding yang lainnya.
Kalau kita menyadari bahwa mutu dari suatu bahasa yang berada di luar kemampuan manusia dan tidak dimiliki oleh bahasa-bahasa lainnya, ditambah lagi fitrat bahasa itu yang tidak mungkin merupakan hasil fikiran manusia karena hanya mungkin berasal dari pengetahuan Tuhan yang hakiki dan abadi, maka kita harus mengakui bahwa bahasa seperti itu hanya mungkin berasal dari Allah Yang Maha Agung. Penelitian kami secara mendalam menunjukkan bahwa bahasa yang memenuhi kriteria demikian hanyalah bahasa Arab. Banyak sudah orang yang menghabiskan umurnya dalam penelitian seperti itu guna mencari yang manakah dari sekian banyak itu merupakan ibu dari segala bahasa, namun karena upaya mereka tidak mendapat petunjuk yang benar serta tidak memperoleh kemampuan yang relevan dari Allah Swt maka mereka tidak pernah berhasil. Alasan lainnya adalah juga karena mereka memiliki prasangka terhadap bahasa Arab dan tidak cukup memberikan perhatian. Karena itulah mereka tidak pernah berhasil dalam usahanya.
Kami sendiri melalui bimbingan Firman Allah Swt yaitu Al-Quran telah ditunjukkan bahwa ibu segala bahasa adalah bahasa Arab dan bukan bahasa Parsi, Ibrani atau Arya sebagaimana pengakuan mereka.
Khalid, A.Q (Penerjemah). 2017. Inti Ajaran Islam Bagian Kedua, Ekstrak dari Tulisan, Pidato, Pengumuman dan Wacana Masih Mau’ud dan Imam Mahdi, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. Hal 277-279). Jakarta: Neratja Press