Allah Taala berfirman dalam Al-Qur’an Suci, surah Al-Baqarah ayat 285 :
كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ
Artinya:
“Semuanya beriman kepada Allah dan Malaikat-malaikat-Nya dan Kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya (mereka mengatakan) Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun (dengan yang lain) dari Rasul-rasul-Nya.
Pada zaman ini Allah swt. telah membangkitkan seorang Utusan dan Rasul untuk kemajuan rohani umat manusia di seluruh dunia, yaitu Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai Masih Mau’ud dan Imam Mahdi. Banyak orang yang sudah beriman kepada beliau, tetapi sebagian besar umat manusia dewasa ini masih belum dapat mempercayai kebenaran beliau a.s. Berikut ini kami kemukakan beberapa ayat Al-Qur’an Suci dan Hadits Sahih yang menunjang kebenaran beliau.
Firman Allah Taala dalam Al-Qur’an surah Yunus ayat 16:
فَقَد لَبِثتُ فيكُم عُمُرًا مِن قَبلِهِ ۚ أَفَلا تَعقِلونَ
“Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya. Apakah kamu tidak memikirkannya?”
Menurut ayat ini, orang yang mendakwakan dirinya sebagai Nabi dan Rasul haruslah orang yang suci dan tidak mempunyai keaiban sedikitpun. Begitu pulalah kehidupan Pendiri Jemaat Ahmadiyah, baik kawan maupun yang tidak menyenangi beliau mengakui keluhuran akhlak beliau.
Ulama besar India, Mohammad Husain Batalwi, yang hidup sezaman dengan Pendiri Jemaat Ahmadiyah menulis tentang Masih Mau’ud a.s. di dalam “Isyaatus sunnah”:
“Pengarang kitab Barahin Ahmadiyah sebagai yang telah disaksikan dan dilihat oleh kawan dan lawan adalah seorang yang berpegang atas syariat, lagi muttaqi dan seorang yang benar”.
Lebih lanjut dikatakan :
“Dengan ringkas dan tidak berlebih-lebihan, kami terangkan pemandangan kami tentang kitab ini (Barahin Ahmadiyah), bahwa melihat kepada keadaan yang ada pada masa sekarang, adalah kitab ini suatu kitab yang tidak ada bandingannya, dan belum ada contohnya di dalam Islam sampai sekarang. Dan pengarangnya pun adalah seorang yang selalu tetap memajukan Islam dengan pengorbanan jiwa, tulisan dan perkataan dengan perbuatan dan kenyataan. Orang semacam ini, di antara orang Islam yang dahulu-dahulu pun jarang di dapat contohnya”.
Pengakuan ulama besar India ini ditulis sebelum pendakwaan Masih Mau’ud a.s. yang kemudian, setelah pendakwaan, sangat membenci Pendiri Jemaat Ahmadiyah.
Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Haqqah ayat 44 – 46:
وَلَوْتَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ اْلأَقَاوِيلِ َلأَخَذْنَامِنْهُ بِالْيَمِيْنِ ثُمَّ لَقَطَعْنَامِنْهُ الْوَتِيْنَ
Artinya :
“Seandainya dia mengada-ada sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian pasti kami potong urat nadi jantungnya”.
Menurut ayat ini, jika seseorang mengaku mendapat wahyu dari Allah swt. padahal pendusta, maka Allah swt. sendiri akan membinasakannya. Orang yang mendapat wahyu dan ilham kemudian mendakwakan dirinya sebagai Nabi dan Rasul, ia harus hidup sekurang-kurangnya 23 tahun, dihitung sejak menerima wahyu (Kitab Nibras halaman 444). Sejak menerima wahyu pertama (1871), Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad berumur lebih dari 23 tahun (wafat 1908).
Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Ankabut ayat 15:
فَأَنجَيناهُ وَأَصحابَ السَّفينَةِ وَجَعَلناها آيَةً لِلعالَمينَ
Artinya:
“Kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang bahtera itu dan Kami jadikan peristiwa itu pelajaran bagi semua umat manusia”.
Di masa hidup Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s., India dilanda musibah penyakit ta’un (pes). Tak terhitung banyaknya orang yang meninggal dunia akibat penyakit itu. Pendiri Ahmadiyah menerima wahyu dari Allah Swt. :
اِنِّ اُحَافِظُ كُلَّ مَنْ فىِ الدَّارِ.
Artinya:
“Aku (Allah) akan selamatkan semua orang yang ada di dalam rumahmu” (Bahtera Nuh).
Benarlah, sebagaimana dijanjikan oleh Allah Taala, semua orang yang bernaung di rumah beliau, begitu juga orang yang beriman kepada beliau dengan tulus ikhlas, seorangpun tidak ada yang terserang penyakit itu.
Allah Taala berfirman dalam surah Al-Mujadalah ayat 21:
كَتَبَ اللَّهُ لَأَغلِبَنَّ أَنا وَرُسُلي
Artinya:
“Allah telah menetapkan: AKU dan Rasul-rasul-Ku pasti menang”.
Pendiri Jemat Ahmadiyah mendapat wahyu dari Allah Taala yang bunyinya :
“Aku akan sampaikan tablighmu ke pelosok-pelosok dunia”.
Kebenaran kedua wahyu ini telah terbukti dan dari hari ke hari semakin nyata dalam perjuangan Jemaat Ahmadiyah. Pendiri Jemaat Ahmadiyah tatkala beliau masih hidup telah mendapat tantangan keras dari segala penjuru. Akan tetapi janji Allah Taala lewat wahyu tersebut telah terbukti kebenaran pendakwaan beliau yang disertai dalil-dalil yang unggul. Kebenaran lainnya adalah bahwasanya sampai hari ini misi-misi yang diteruskan oleh para Khalifahnya telah tersebar ke seluruh penjuru dunia.
Allah Taala berfirman dalam surah Al-Jin ayat 26 – 27:
عالِمُ الغَيبِ فَلا يُظهِرُ عَلىٰ غَيبِهِ أَحَدًا * إِلّا مَنِ ارتَضىٰ مِن رَسولٍ
Artinya:
“(Yaitu Tuhan) Yang Maha Mengetahui yang ghaib, dan Dia tidak menyatakan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya”
Hadhrat Masih Mau’ud (Pendiri Jemaat Ahmadiyah) mendapat wahyu dari Allah Swt.:
“Seorang Pemberi-Ingat datang di dunia, tapi dunia tidak menerimanya. Allah-lah yang akan menerimanya dan akan melahirkan kebenarannya dengan serangan-serangan hebat”.
Wahyu ini menyatakan, bahwa Jemaat beliau akhirnya akan dimenangkan oleh Allah Taala dengan pertolongan-Nya yang khas. Penentang-penentang dan musuh-musuh beliau yang besar di antaranya: Alexander Dowie, pemimpin kaum Kristen di Amerika Serikat, mati dengan kehinaan pada tahun 1907. Abdullah Atham, pendeta Kristen di India, mati dengan keaiban pada tahun 1896. Lekhram, pemimpin kaum Hindu terbunuh pada tahun 1897 dengan kesedihan, dan lain-lain.
Kebiasaan mereka itu semuanya sesuai dengan khabar ghaib yang diterima oleh Pendiri Jemaat Ahmadiyah. Pembelaan yang dilakukan oleh Pendiri Jemaat Ahmadiyah adalah semata-mata pembelaan untuk kemuliaan, kesucian Islam dan Rasulullah saw., karena ketiga tokoh agama itu senantiasa memaki, menghina dan memburuk-burukkan agama Islam dan Nabi Muhammad saw.
Allah Taala berfirman dalam surah Al-Jum’ah ayat 3:
وَآخَرينَ مِنهُم لَمّا يَلحَقوا بِهِم ۚ وَهُوَ العَزيزُ الحَكيمُ
Artinya:
“Dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Berkuasa lagi Maha Bijaksana”.
Tafsir dari ayat ini terdapat dalam Hadits Bukhari jilid III halaman 135 :
عَنْ اَبىِ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كُنَّا جُلُوْسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صلعم اُنْزِلَتْ عَلَيْهِ سُوْرَةُ الْجُمُعَةِ وَاَخَرِيْنَ مِنْهُمْ قِيْلَ مَنْ هُمْ يَارَسُوْلُ اللهِ فَلَمْ يُرَاجِعْهُ حَتىَّ سَأَلَ ثَلاَثًا وَفِيْنَا سَلْمَانُ الْفَارِسِيُّ وَوَضَعَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم يَدَهُ عَلَى سَلْمَانُ ثُمَّ قَالَ : لَوْكَانَ اْلاِيْمَانُ عِنْدَالثُّرَيَالَنَالَهُ رِجَالٌ اَوْرَجُلٌ مِنْ هَؤُلآءِ. (رواه البخارى, جلد 3 – ص 135)
Artinya:
Abu Hurairah r.a. menerangkan. Kami sedang duduk-duduk dekat Nabi saw. ketika surah Jum’ah diturunkan kepada beliau saw. Para sahabat bertanya, siapa yang dimaksud dalam ayat itu? Beliau saw tidak menjawab hingga sahabat-sahabat itu bertanya sampai tiga kali. Di antara kami terdapat seorang yang bernama Salman dari Farsi (Iran). Kemudian Rasulullah saw. meletakkan tangannya ke atas pundak Salman seraya bersabda: “Jika iman telah terbang ke bintang Tsurayya, beberapa orang laki-laki atau seorang laki-laki dari antara orang ini (asal Persia) akan mengambilnya kembali”.
Surah Jum’ah ayat 3 diatas beserta tafsirnya ada dalam Bukhari tersebut. Sebagaimana Allah swt wahyukan kepada Imam Mahdi a.s. beliau tiada lain adalah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, karena nenek moyang beliau berasal dari Persia (Iran) dan tinggal di Qadian, India. Dan beliau pulalah yang “membawa kembali iman dari bintang Tsurayya itu.
Allah swt. berfirman dalam surah As-Shaf ayat 6:
وَإِذ قالَ عيسَى ابنُ مَريَمَ يا بَني إِسرائيلَ إِنّي رَسولُ اللَّهِ إِلَيكُم مُصَدِّقًا لِما بَينَ يَدَيَّ مِنَ التَّوراةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسولٍ يَأتي مِن بَعدِي اسمُهُ أَحمَدُ
Artinya:
“Dan ingatlah ketika Isa putra Maryam berkata: Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (akan datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku yang namanya Ahmad”.
Dalam ayat ini nama Ahmad adalah diperuntukkan kepada Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, karena beliau sama dengan Nabi Isa a.s. dalam sifat-sifatnya. Sedangkan Nabi Muhammad saw. sama dengan Nabi Musa a.s. dalam sifat-sifat dan pola perjuangannya (Al Muzzammil 15-16). Nama “Ahmad” adalah khusus untuk Pendiri Jemaat Ahmadiyah dari bapaknya, begitu pula nama Muhammad adalah nama khusus Rasulullah saw. dari ibu dan neneknya, Abdul Mutalib.
‘Ahmad’ adalah nama ‘jamal’ (keindahan), yang pada zamannya tidak akan digunakan kekerasan terhadap penentang-penentangnya. Sedangkan nama ‘Muhammad’ itu nama ‘jalal’ (kegagahan) yang di dalam zamannya terjadi pertempuran pisik dengan musuh-musuhnya. Nabi Muhammad saw. mempunyai seratus nama sifat termasuk nama Ahmad.
Allah swt. berfirman dalam surah Ali Imran ayat 61:
فَمَن حاجَّكَ فيهِ مِن بَعدِ ما جاءَكَ مِنَ العِلمِ فَقُل تَعالَوا نَدعُ أَبناءَنا وَأَبناءَكُم وَنِساءَنا وَنِساءَكُم وَأَنفُسَنا وَأَنفُسَكُم ثُمَّ نَبتَهِل فَنَجعَل لَعنَتَ اللَّهِ عَلَى الكاذِبينَ
Artinya:
“Maka barangsiapa berbantah dengan engkau, setelah datang kepada engkau ilmu Ilahi, maka katakanlah kepadanya: Marilah kita masing-masing memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, dan perempuan-perempuan kami dan perempuan-perempuan kamu, dan orang-orang kami dan orang-orang kamu, kemudian kita bermubahalah kepada Allah dan kita mintakan laknat Allah atas orang-orang yang berdusta”.
Sehubungan dengan ayat ini, Hadhrat Masih Mau’ud a.s dalam kitabnya Anjame Atham halaman 65 – 67 tahun 1896 menulis :
“Orang-orang yang tidak mau mengerti pendakwahanku meskipun aku telah menjelaskannya berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an Suci dan Hadits Sahih, dan mereka tidak henti-hentinya mengkafirkan dan mendustakan aku, maka aku memanggil mereka semua untuk memanjatkan do’a mubahalah (putusan do’a). Tetapi ternyata tidak ada dari pihak musuhku yang menerima tantanganku ini”.
Rasulullah saw. bersabda dalam Hadits Ad-Darul Qutni jilid I halaman 188 :
اِنَّ لِمَهْدِيْنَا ايَتَيْنِ لَمْ تَكُوْنَا مُنْذُ خَلْقِ السَّمواتِ وَاْلاَرْضِ يَنْكَسِفُ الْقَمَرُ ِلأَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ وَتَنْكَسِفُ الشَّمْسُ فىِ النِّصْفُ مِنْهُ.
Artinya:
“Sesunguhnya untuk Mahdi kami ada dua tanda yang belum pernah terjadi sejak saat langit dan bumi diciptakan; gerhana bulan akan terjadi pada malam pertama bulan Ramadhan dan gerhana matahari akan terjadi pada pertengahannya”.
Pada tahun 1890, Hadhrat Pendiri Jemaat Ahmadiyah mendakwahkan diri sebagai Imam Mahdi dan pada tahun 1894 Allah swt. memperlihatkan gerhana bulan dan matahari dalam bulan Ramadhan untuk menyatakan kebenaran dakwah beliau a.s.
Rasulullah saw bersabda dalam kitab Hadits Abu Daud jilid II halaman 21 dan Misykat halaman 36 :
عَنْ اَبىِ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم : اِنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهذِهِ اْلاُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مِنْ يُجَدِّدُ لِهَادِيْنِهَا. (رواه ابوداود – مشكوة, ص 36)
Artinya:
“Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt akan mengirimkan untuk umat ini pada permulaan setiap abad seorang (Mujaddid) yang akan memperbaiki keadaan umat”.
Pendiri Jemaat Ahmadiyah mendakwahkan dirinya sebagai Mujadid pada akhir abad ketiga belas sebagai Mujadid abad ke 14 Hijrah. Abad ke 14 Hijrah telah berlalu, dan hanya beliaulah yang mendakwakan diri sebagai mujadid yang diutus oleh Allah Taala.
Rasulullah saw bersabda dalam kitab Hadits Musnad Ahmad bin Hanbal jilid II halaman 156 :
يُوْشِكُ مَنْ عَاشَ مِنْكُمْ اَنْ يَلْقَى عِيْسَ ابْنُ مَرْيَمَ اِمَامًا مَهْدِيًا وَحَكَمًا عَدَلاً يَكْسِرُ الصَّلِيْبَ وَيَقْتُلُ الْخِنْـزِيْرَ. (مسند احمد ابن حنبل, جلد 2 – ص 156)
Artinya:
“Sudah dekat saatnya bahwa orang yang hidup di antara kamu, akan bertemu dengan Isa ibnu Maryam, yang menjadi Imam Mahdi dan Hakim Adil”.
Di lain tempat Rasulullah saw bersabda lagi (Hadits Ibnu Majah bab ayidatuz-zaman) :
لاَ مَهْدِيَّ اِلاَّ عِيْس. (رواه ابن ماجه)
Artinya:
“Tidak ada Mahdi kecuali Isa”.
Hadits ini menerangkan bahwa Mahdi dan Isa yang dijanjikan itu bukan terdiri dari dua orang, tetapi ”seorang dengan dua nama”.
Tentang tugas beliau a.s. berkenaan dengan kedua nama itu, beliau a.s. mengemukakan:
“Wahai manusia! Bangunlah untuk Tuhan dengan segera dan takutlah kepada Tuhan dan berpikirlah seperti bukan seorang musuh atau orang kafir. Bukankah sudah tiba waktunya bagi Tuhan untuk bersikap rahim terhadap makhluk-Nya? Tidakkah Dia sepatutnya melenyapkan kejahatan dan melepaskan manusia dari dahaga keras dengan hujan musim semi? Tidakkah badai kejahatan berada di puncaknya yang tertinggi? Tidakkah tepi-tepi kebodohan membentang jauh? Bukankah seluruh dunia telah rusak? Tidakkah syetan senang terhadap pengikut-pengikutnya sehingga berterima-kasih kepada mereka? Bersyukurlah kamu kepada Tuhan yang ingat kepada kamu dan agamamu. Dan Dia tidak mengizinkannya menjadi rusak. DIA menjaga hasil panenmu dan ladang-ladangmu dengan rumput muda. DIA telah menurunkan hujan dan menyempurnakan ukurannya. Dan Dia telah membangkitkan Almasih-Nya untuk melenyapkan kejahatan dan Mahdi-Nya untuk kebaikan umat manusia. DIA telah membawa kamu kepada suatu masa yang imamnya adalah dari kamu sendiri, hal mana tidak demikian sebelumnya”. (Khutbah Ilhamiyah, 13 April 1900 M).
Rasulullah saw. bersabda dalam kitab Hadits Kanzul Ummal jilid III halamn 200 dan dalam Abu Daud :
مَنْ لَمْ يَعْرِفُ اِمَامَ زَمَانِهِ فَقَدْ مَاتَ مَيْتَةً الْجَاهِلِيَّةِ. (رواه ابوداود وكنـزالعمال, جلد 1 – ص 200)
Artinya:
“Orang yang tidak mengenal Imam Zamannya, maka kematiannya dalam keadaan jahiliyah”.
Rasulullah saw. bersabda dalam kitab Hadits Musnad Ahmad, jilid IV halaman 85 dan Ibnu Majah halaman 315, bab Khurujul Mahdi :
فَاِذَرَاَيْتُمُوْهُ فَبَايِعُوْهُ وَلَوْ حَبْوًا عَلَىالثَّاجِ فَاِنَّهُ خَلِيْفَةُ اللهِ الْمَهْدِىُّ. (مسند احمد, جلد 4, ص 80)
Artinya:
“Apabila kamu melihatnya (Mahdi), maka ambil bai’atnya, kendatipun engkau merangkak di gunung es (berjalan di atas salju dengan lututmu) karena beliau itu Khalifah dan Mahdi dari Allah swt.”
Kesaksian Ulama Rabithah terkemuka tentang :
“KEMUTAWATIRAN HADITS-HADITS MAHDI”
Dalam berkala Akhbarul Alamul Islami, 21 Muharram 1400 Hijrah, halaman 7, terdapat karangan ulama terkemuka dari Rabithah Alam Islami, Syekh Abdul Azis bin Baaz, dengan judul (terjemahannya), “Kejahatan yang terjadi di Masjidil Haram, pemikiran yang bathil tentang Mahdi Al-Muntazar”. Berikut ini adalah kutipan bagian akhir dari karangan itu beserta terjemahannya dalam bahasa Indonesia:
اماانكارالمهدي المنتظر بالكلية كما زعم ذالك بعض المتأخرين فهو قول باطل لان احاديث خروجه فى اخرالزمان وانه يملأ الارض عدلاوقسطا كما ملئت جورا قد تواترت تواترا معنويا وكثرت جدا واستفاصت كماصرح بذالك جماعة من العلماء بينهم ابوالحسن الابرى السجستانى من علماء القرن الرابع والعلامع السفارين والعلامه الشوكانى وغيرهم وهم كالا جماع من اهل العلم ولكن لا يجوز الجزم بأن فلانا هوالمهدي الا بعي توافر العلامات التى بينهاالنبي صلى الله عليه وسلم فى الاحديث الثابتة واعظمها واوضحها كونه يملأ الارض قسطاوعدلا كما ملئت جورا وظلما كما سبق بيان ذلك.
Artinya:
“Adapun mengingkari sama sekali kedatangan Mahdi yang dijanjikan, sebagaimana anggapan sementara golongan mutaakhkhirin adalah pendapat yang salah. Karena hadits-hadits tentang kedatangannya di akhir zaman dan tentang ia akan mengisi bumi ini dengan keadilan dan kejujuran, karena telah penuh kezaliman, adalah mutawatir dari segi isi dari artinya dan terdapat dalam jumlah banyak. Hal ini seperti sudah dijelaskan oleh kalangan ulama, di antaranya Abdul Hasan Al-Abiri As-Sajastani, seorang ulama abad keempat Hijrah, Allamah As-Safarini, Allamah As-Syaukani dan lain-lain. Hal ini sudah menjadi semacam ijmak di kalangan para ahli ilmu.
Memang tidak dapat dipastikan seorang adalah Mahdi kecuali bila ia dipenuhi tanda-tanda sebagaimana diterangkan oleh Nabi saw. dalam hadits-hadits yang teguh, dan tanda paling besar dan jelas ialah bahwa ia (Mahdi) akan mengisi bumi dengan kejujuran dan keadilan, karena telah dipenuhi oleh kekezaman dan kezaliman, seperti diterangkan di muka tadi”.
Ayat-ayat Al-Qur’an Suci yang mendukung kebenaran Pendiri Jemaat Ahmadiyah:
Umat Islam setiap waktu disuruh untuk memanjatkan doa sebagaimana kita dapati dalam surah Al-Fatihah, meminta petunjuk jalan ‘mustaqim’ yaitu jalan yang dijejaki oleh nabi-nabi (Al-An’am: 84-88, 127) dan yang diberi nikmat oleh Tuhan (Maryam: 41-59; Al-Maidah: 21; An-Nisaa: 69-71).
Selama dunia berkembang, Allah swt. senantiasa akan memilih dan mengirim nabi-nabi-Nya untuk memberi petunjuk kepada manusia (Al-Hajj: 76; Ali Imran: 180; An-Nisaa: 69-70; Al-A’raf: 36; An-Nahl: 3; Al-Mu’min: 16, 51 – 52; Al-Jum’ah: 4).
Menolak atau mengingkari seorang nabi berarti menolak atau mengingkari semua nabi (An-Nisaa: 150-151; As-Syu’ara: 105, 123, 141, 160, 176).
Seorang nabi yang palsu atau khianat akan tidak sukses dan dihancurkan oleh Tuhan (Al-Haqqah: 43-53; Ali Imran: 159-164; Yunus: 17-18; An-Nahl: 117).
Tugas nabi ialah menyampaikan perintah Tuhan kepada manusia (5:100; 6:49; 10:48, 73; 16:36, 37, 83; 19:52, 55; 21:31; 25:11; 28:48, 49; 20:135).
Orang yang beriman kepada nabi-nabi akan diberi balasan besar oleh Allah Swt. (2:285-287; 3:180, 191-195; 4:174; 40:52; 30:48; 57:19-20; 58:22; 10:104).
Bilamana penduduk dunia menjadi sesat. Allah Swt. akan mengutus nabi-nabi-Nya (As-Shaffaat: 72-73; 172-183; Al-Mukmin: 50-53; Al-Mujadalah: 18-22; Yaasin: 15-20).
Allah Swt. tidak akan menurunkan pelbagai azab di dunia kecuali Dia lebih dahulu mengirim nabi-Nya (6:132; 11:117-120; 17:16-18, 59; 20:135; 22:46-49; 26:209; 28:59-60).
Setiap nabi yang diutus oleh Allah Swt. senantiasa dipermainkan, ditertawakan, dicemoohkan, dituduh pembohong dan ahli sihir, dimusuhi dan lain-lain oleh manusia (6:11, 35, 112-113; 13:33; 14:10-14; 15:11-12; 16:102, 114; 17:48; 21:42; 22:43-47; 23:45; 25:9, 32; 36:8, 31; 38:15; 43:8-9).