Makna Meraih Ampunan di Bulan Suci Ramadhan, Sepuluh hari kedua dan ketiga bulan Ramadhan
Khotbah Jumat
Sayyidina Amirul Mu’minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 19 September 2008 di Masjid Baitul Futuh, Morden, UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya)
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم.
بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم * الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يَوْم الدِّين * إيَّاكَ نَعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْر الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضالِّينَ. (آمين)
Bulan Ramadhan ini rasanya baru mulai kemarin, sungguh cepat hari berlalu. Sepuluh hari kedua pun akan berakhir 2 atau 3 hari lagi lalu akan mulai sepuluh hari yang ketiga. Dalam satu riwayat dijelaskan keutamaan Ramadhan. Baginda Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ وَ أَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَ آخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ
‘…wa huwa syahrun awwaluhu rahmatun wa ausathuhu maghfiratun wa aakhiruhu itqum minan naar.’
“…Ini adalah suatu bulan yang sepuluh hari pertamanya rahmat (kasih sayang), sepuluh hari pertengahannya memberikan maghfirah (ampunan) dan sepuluh hari terakhir menyelamatkan dari api (neraka Jahannam).”[1]
Hadits ini terdapat beragam riwayat. Sebagiannya ada yang sedikit rinci dan sebagiannya lagi ringkas. Namun keutamaan ketiga pembagian yang telah dijelaskan tadi terdapat kesamaan dalam setiap riwayatnya. Seperti telah yang saya katakan, saat ini kita tengah memasuki sepuluh hari yang kedua, masih tersisa beberapa hari lagi. Setelah itu insya Allah akan masuk pada sepuluh hari ketiga yang mengenainya sesuai riwayat tadi dikatakan sepuluh hari yang akan menyelamatkan kita dari api Jahannam.
Pada hari ini saya akan sampaikan perihal sepuluh hari yang tengah kita lalui yakni magfirah juga perihal bagian terakhir. Saya akan jelaskan berkenaan dengan magfirah, taubat dan keselamatan dari api Jahannam seperti yang ditekankan kepada kita dari berbagai referensi.
Perintah istighfar merupakan suatu perintah yang Allah Ta’ala sendiri berikan kepada orang beriman, menyampaikannya juga melalui para nabi dan juga menekankan orang-orang beriman akan hal tersebut. Allah Ta’ala memerintahkan para nabi untuk menekankan orang-orang beriman agar beristighfar. Ketika Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang beriman, ثُمَّ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ ۚ ‘wastaghfirullaha’ yakni mohonlah ampunan kepada Allah Ta’ala, seiring dengan itu juga berfirman, إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ‘Innallaaha ghafuurur rahiim’ – “Allah Ta’ala adalah Maha Pengampun dan Maha Pengasih” (Surah al-Baqarah, 2:200).
Jadi, ketika Allah Ta’ala mengumumkan hal ini dengan perantaraan Rasulullah untuk memberitahukan kepada orang-orang beriman bahwa bulan ini merupakan bulan pengampunan dan Allah Ta’ala sendiri mengatakan perihal ini, “Jika kamu meminta ampunan pada-Ku maka Aku akan ampuni. Aku Maha pengampun dan Maha Penyayang.” Tidaklah mungkin jika hamba Allah tunduk di hadapanNya untuk memohon ampunan lantas tidak diampuni.
Sebenarnya rahmat, ampunan dan keselamatan dari api merupakan rangkaian mata rantai satu hasil akhir yaitu terjauh dari setan lalu mendapat keridhaan Allah Ta’ala dan meraih kedekatan-Nya. Dengan rahmat Allah Ta’ala-lah seorang manusia mendapatkan taufik untuk berpuasa, beribadah dan meninggalkan amal-amal yang jaiz (dibolehkan) demi meraih keridhaan-Nya. Allah Ta’ala memaafkan segenap kelalaian, kesalahan dan dosa-dosa yang telah lalu kemudian menutupi insan seperti itu dengan cadar maghfirah-Nya. Dengan rahmatNya-lah maghfirah ini dapat diraih. Setelah maghfirah, rahmat Allah Ta’ala tidak lantas terhenti melainkan mata rantai maghfirah dan taubat berlangsung atas rahmat Allah Ta’ala dan karunia-Nya.
Jika mata rantai ini terus berlangsung maka seseorang yang berupaya untuk menjadi milik-Nya seutuhnya akan melakukan amal perbuatan-amal perbuatan yang dapat menyerap keridhaan Allah Ta’ala. Ia juga mengamalkan amal perbuatan saleh yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk melakukannya. Sebagai buahnya, ia akan meraih najat keselamatan dari api neraka.
Jika seorang beriman beristighfar secara berkesinambungan dan berupaya untuk terhindar dari dosa, dan disebabkan oleh istighfar tersebut ia menyaksikan turunnya rahmat Ilahi dan meraih keberkatan dari surga keridhaan-Nya, maka berarti ia telah meraih najat keselamatan. Lantas bagaimana mungkin api akan menyentuhnya. Jadi, tiga bagian Ramadhan yang dijelaskan ini, saling berkaitan satu sama lain dan disyaratkan adanya amal perbuatan.
Dengan hanya bulan Ramadhan saja atau tidak makan diantara sahur dan buka puasa, tidak lantas menjadikan seseorang berhak meraih maghfirah (pengampunan) dan najat (keselamatan) dari api. Alhasil, ketika Allah Ta’ala menciptakan satu suasana suasana yang khas di bulan Ramadhan supaya hamba-hambanya meraih hal hal tadi, membelenggu setan, lalu mendekati hambaNya untuk mendengar doa-doanya, maka manusia hendaknya berusaha sekuat tenaga untuk meraihnya.
Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda,
“Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran, ‘Wahai hambaku! Janganlah bersikap putus asa pada-Ku, Aku Maha Pengasih, Penyayang, menutupi kelemahan dan Maha Pengampun dan Aku adalah yang paling banyak mengasihi kalian, tidak ada yang dapat mengasihi kalian sebagaimana Aku. Cintailah Aku lebih dari kepada ayahmu karena sebenarnya kecintaanku lebih besar darinya. Jika kalian melangkah padaku, maka akan aku ampuni seluruh dosamu. Jika kalian bertaubat, maka Aku akan menerimanya. Jika kamu melangkah pada-Ku dengan perlahan sekalipun maka Aku akan datang dengan berlari. Siapa saja yang mencari-Ku, ia akan mendapati-Ku. Siapa saja yang kembali pada-Ku maka ia akan mendapati pintu-Ku terbuka baginya. Aku ampuni dosa orang-orang yang bertaubat, sekalipun dosanya lebih besar dari gunung sekalipun. Sungguh besar kasih sayang-Ku padamu, sedangkan murka-Ku sangat sedikit karena kalian adalah makhluk-Ku. Aku telah menciptakan kalian sehingga kasih saying-Ku meliputi kalian semua.’” Dengan demikian, Allah Ta’ala yang sedemikian rupa Pengasih pada hari-hari biasa pun, pastinya sungguh besar rahmat-Nya yang tercurah pada bulan Ramadhan, tidak akan ada yang mampu memperkirakannya.
Beruntunglah diantara kita yang mengambil manfaat dari rahmat dan maghfirahNya pada hari-hari Ramadhan yang kita lalui ini, Masih ada waktu untuk meraih limpahan keberkatan dari hari hari ini. Ketika manusia tunduk pada-Nya dengan merendahkan diri maka sebagaimana disabdakan oleh Hadhrat Masih Mau’ud (as), “Allah Ta’ala berfirman, ‘Tidak ada yang mengasihi kalian sebagaimana Aku, siapa saja yang mencariKu, maka ia akan mendapati-Ku.’”
Dengan demikian, untuk meraih rahmatNya dan maghfirahNya, perlu mencari-Nya. Dia pun mengumumkan bahwa siapa saja yang mencariNya dalam kondisi umumpun, namun khususnya pada hari hari ini (Ramadhan) maka ia akan mendapati pintuku terbuka. Aku tidaklah tersembunyi, aku ada didepan kalian dan pintupun terbuka.
Ketika ditekankan puasa ramadhan dalam Al Quran, Allah Ta’ala menggunakan kata innii qariibun pada ayat ayat tersebut. Jadi Allah Ta’ala itu Maha Dekat dan pintunya terbuka. Berfirman: Datanglah dan masuklah kedalam perlindungan maghfirahku. Allah Ta’ala berfirman, untuk makhluk-Ku dalam kondisi umumpun murka-Ku sangatlah minim sedangkan kasih sayang-Ku sangat besar. Pada hari hari ini (Ramadhan) Aku buka lebih lebar lagi pintu rahmatKu dan Aku tutupi dalam maghfirahKu.
Dalam Al Quran Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُوا أَنفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا
yakni mereka pasti mendapati Allah Ta’ala benar benar Maha penerima taubat dan Maha penyayang, menutupi dosa-dosa dalam cadar maghfirahNya. Namun meskipun demikian manusia tetap berbuat aniaya pada jiwanya dan tidak meminta ampunan. (An-Nisa, 4:65)
Jadi, dengan berkali kali Allah Ta’ala menekankan untuk beristighfar melalui berbagai perantara, memberitahukan bahwa istighfarnya seorang hamba pasti dan pasti akan dapat menarik rahmat Ilahi. Keliru jika ada orang yang mengatakan bahwa istighfar tidak memberikan manfaatnya.
Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda dan itu merupakan hadits Rasulullah Saw juga,
“Allah Ta’ala berfirman: وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً ‘wa in ataani yamsyi ataituhu harwalatan.’ – ‘…Ketika seorang hamba datang pada-Ku dengan berjalan maka Aku akan menemuinya dengan berlari…’”[2]
Begitu juga dalam Al Quran Allah Ta’ala sendiri berfirman, وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ‘Walladziina jaahaduu fiina lanahdiyannahum subulana.’ – ‘siapa saja yang berusaha untuk berjumpa dengan-Ku, maka pasti Aku akan berikan taufik padanya untuk melangkah pada jalan-Ku.’ (Al-Ankabut, 29:70). Jadi, istighfar merupakan satu jalan untuk melangkah menuju Allah Ta’ala. Namun, apa itu istighfar?
Saya akan jelaskan maknanya dari sabda-sabda Hadhrat Masih Mau’ud (as). Beliau bersabda,
“Makna hakiki dan sebenarnya dari istighfar adalah memohon kepada Allah Ta’ala supaya jangan sampai kelemahan manusiawi muncul dan Tuhan memberikan topangan kekuatanNya pada fitrat lalu memasukkannya dalam cakupan pertolongan dan bantuanNya…dengan demikian, maknanya adalah, supaya Allah Ta’ala menutupi kelemahan fitrati orang yang beristighfar dengan kekuatanNya.”[3]
Itu artinya, semoga orang yang beristigfar ditutupi kelemahan fitratinya karena tidaklah mungkin kelemahan fitrati tidak akan pernah lahir. Manusia adalah manusia yang darinya muncul kelemahan-kelemahan. Setiap saat setan selalu berusaha untuk menyerangnya. Ketika manusia lemah dari sisi ruhani, maka setan langsung menyerangnya.
Untuk itu, terhindar dari setan dapat terjadi jika manusia terus beristighfar secara berkesinambungan dan senantiasa berupaya untuk meraih keridhaan Allah Ta’ala. Dengan begitu, barulah manusia dapat memasuki kawasan pertolongan dan bantuan Allah Ta’ala. Jika tidak, maka sebagaimana telah Nabi Muhammad (saw) sabdakan di satu tempat, إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ” – ‘innasy syaithaana yajri min ibni Aadama majrad dam.’ “Setan bergerak bersama dengan aliran darah setiap anak Adam (setiap orang).”[4] Dimana terdapat kelemahan, setan menyerangnya.
Dengan demikian, hari maghfirah dan ampunan ini akan memberikan manfaat jika kita berusaha untuk menjadikan keberkatan hari-hari ini sebagai bagian dari kehidupan kita. Dengan menelaah kelemahan-kelemahan pribadi lalu mengobatinya dengan istighfar sehingga dapat memasuki kawasan perlindungan Allah Ta’ala. Jika tidak, sebagaimana sebagian penyakit tidak dapat sembuh dalam tubuh manusia meskipun sudah diobati dan menjadi tidak aktif yakni meskipun tidak terasa berpengaruh namun suatu saat dapat aktif kembali dan menyerang kembali.
Ketika terjangkit penyakit sehingga tubuh melemah, maka penyakit-penyakit yang tidak aktif tadi akan bangkit dan menyerang. Demikian juga halnya penyakit batin, ruhani dan akhlaki manusia. Jika manusia tidak berusaha mengamalkan sepenuhnya hokum-hukum Allah Ta’ala dan tidak menekan kondisi dan penyakit mereka dengan istighfar dan taubat da dengan bantuan Allah Ta’ala, maka penyakit tersebut akan memperlihatkan pengaruhnya dan berusaha membawa kembali manusia pada keadaan semula.
Jadi, istighfar bukanlah hanya untuk pengampunan dari dosa-dosa saja, bahkan diperlukan juga untuk menyelamatkan manusia dari dosa-dosa di masa yang akan datang, sehingga kelemahan fitrati melemah dan manusia dapat melangkah diatas jalan keridhaanNya secara seutuhnya.
Merupakan ihsan Allah Ta’ala yang sangat besar bagi kita yang mana Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk senantiasa menaruh perhatian pada istighfar disertai dengan upaya berkesinambungan dan juga Allah Ta’ala melewatkan kita satu kali dalam setahun dalam program intensif atau menyeluruh sehingga kita dapat berupaya untuk lebih meraih kedekatan kepada Allah Ta’ala. Ketika kita memasuki kawasannya, maka akan berusaha untuk dapat meraih derajat lebih lanjut pada kawasan tersebut.
Jadi, jika kita memohon ampunan Allah Ta’ala dengan memperhatikan target tersebut, maka sepuluh hari yang berlangsung ini akan menutupi kealpaan dan dosa-dosa kita dan mendekatkan kita kepada Allah Ta’ala. Jika hanya diartikan dengan berpuasa dalam sepuluh hari ini, dengan shalat atau melaksanakan beberapa ibadah nafal lalu melupakannya lagi sepanjang tahun apa yang telah dilakukan pada bulan Ramadhan, maka tidaklah akan dapat menjadi sepuluh hari yang dapat memberikan maghfirah. Jadi, kita dapat meraih manfaat dari bulan dan sepuluh hari ini, dapat melewatinya dengan sukses, jika kita bertekad dan berusaha supaya dosa-dosa dan kealpaan yang telah lalu, tidak akan kita ulangi lagi. Inilah istighfar hakiki dan itulah taubat yang Allah Ta’ala harapkan dari kita.
Istighfar dan taubat pada umumnya digunakan dua kata, apa perbedaan di antara keduanya? Akan saya jelaskan sedikit. Sebagaimana setiap kita membaca Al Quran dan memahami bahwa Allah Ta’ala menggunakan kata tersebut. Seagaimana difirmankan وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعًا حَسَنًا إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ ۖ وَإِن تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ () wa-anistaghfiruu rabbakum tsumma tuubuu (Hud, 11:4) kalian beristighfarlah kepada Tuhan kalian lalu tunduklah padaNya dengan bertaubat.
Dalam hal ini Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda:
Ingatlah, dua hal telah dianugerahkan kepada umat ini. Pertama untuk meraih kekuatan, kedua untuk menampilkan kekuatan yang telah diraih itu dalam amal perbuatan.[5]
Yakni istighfar merupakan senjata yang dapat digunakan untuk melawan setan dan taubat merupakan penggunaan dari senjata tersebut. Yakni merupakan penzahiran dari potensi amal perbuatan yang dengannya setan akan menjauh. Jangan sampai jiwa kita dikuasai dan untuk itu diperlukan upaya berkesinambungan untuk mengamalkan kebaikan kebaikan, yang Allah Ta’ala telah perintahkan pada kita untuk melakukannya. Jika tidak, maka istighfar tidak akan memberikan manfaat, tidak akan dapat meraih ampunan.
Seorang yang puasa juga melakukan shalat begitu juga ibadah nafal, tilawat Al Quran juga, jika mungkin ia pun menyimak daras. Namun jika ia tidak mengamalkan hukum-hukum yang Allah Ta’ala jelaskan dalam Al Quran berkenaan dengan pemenuhan hak hak saudaranya, maka itu bukanlah taubat dan istighfar yang hakiki, tidak ada upaya untuk meraih keberkatan hakiki dengan puasa. Faedah hakiki akan dapat diraih jika upaya untuk meraih potensi yang dilakukan dengan istighfar digunakan sembari pasrah kepada Allah Ta’ala. Potensi yang Allah Ta’ala berikan untuk menutupi dosa-dosa, taufik yang Allah Ta’ala berikan untuk menjauhkan dosa-dosa, hati yang dikosongkan dari dosa oleh manusia dengan beristighfar, lalu ia segera berusaha untuk memenuhinya dengan kebaikan kebaikan, mencipatakan perubahan suci dalam dirinya.
Adapun jika mangkuk hati kosong dari kebaikan, maka setan akan memenuhinya lagi dengan kekotoran kekotoran. Untuk itu Allah Taala berfirman [dalam Surah At Tahrim, 66:9]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ ۖ نُورُهُمْ يَسْعَىٰ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ()
“Wahai orang-orang yang beriman, tunduklah kepada Allah Ta’ala dengan taubat yang murni.”
Istighfar yang memberikan sarana pengampunan abadi adalah yang disertai dengan taubat yang tulus murni, yang terus dipenuhi lagi oleh manusia dengan kebaikan kebaikan, yang selalu memperhatikan huququllah dan huququl ibad dan berusaha secara berkesinambungan.
Apa saja yang perlu dilakukan untuk taubat yang murni? Dalam hal ini Hadhrat Masih Mau’ud (as) membimbing kita pada tiga hal,
“Pertama, sucikanlah benak kita dari hal-hal yang dapat memunculkan pemikiran-pemikiran merusak (pemikiran dan hasrat untuk berbuat buruk). Sebelum ada usaha untuk membersihkan pikiran, tidak mungkin taubat yang murni dapat diraih. Dengan hanya mengucapkan اَسْتَغْفِرُاللّٰہَ رَبِّیْ مِنْ کُلِّ ذَنْبٍ وَّاَتُوْبُ اِلَیْہِ astaghfirullaaha rabbiy min kulli dzanbin wa atuubu ilaihi di mulut saja, tidak akan memberikan manfaat apa apa, sebelum benak berjalan dengannya secara beriringan.
Kedua, jika terjadi suatu keburukan atau pemikiran untuk berbuat buruk muncul di benak kita, maka manusia hendaknya menyesali dan gelisah disertai dengan upaya untuk mengeluarkannya. Adapun dosa tidak hanya dosa besar saja, berbagai jenis keburukan, merampas hak orang lain, mengucapkan ucapan buruk kepada orang lain, semua ini merupakan keburukan dan akan membawa jauh dari penerimaan taubat.”
Banyak orang yang berusaha merampas hak orang lain di pengadilan sampai-sampai sesama saudara kandung pun terkadang saling merampas hak satu sama lain. Suami-istri saling menipu. Setelah berulah seperti ini lalu mengharapkan maghfirah Allah Ta’ala dan beranggapan telah taubat adalah pemikiran yang sama sekali keliru. Hanya khayalan kosong belaka. Taubat akan dikatakan sejati dan tulus jika timbul penyesalan dan kegelisahan yang sedemikian rupa setelah melakukan kealpaan yang kecil sekalipun.
Ketiga, harus ada tekad dan iradah yang kuat, ‘Saya tidak akan mendekati keburukan-keburukan itu.’”[6]
Seiring dengan istighfar tersebut, jika hanya terdapat pikiran bahwa Ramadhan ini merupakan bulan pengampunan dan di dalamnya akan terhindar dari keburukan untuk beberapa saat saja dan tetap merampas hak hak orang lain lalu berpikir bahwa setelah Ramadhan urusannya belakangan, maka Allah Ta’ala yang maha mengetahui kondisi hati, tidak akan memberikan perhatian ada maghfirah bagi orang seperti itu.
Allah Ta’ala jelas berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا
“Lakukanlah taubatan nasuha!” Yaitu bertobatlah secara tulus murni, jangan ada hal yang menipu, Allah Ta’ala tidak akan bisa ditipu.
Jika tiga hal ini ditimbulkan oleh orang yang bertaubat, maka Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda,
“Allah Ta’ala akan memberikan taufik untuknya bertaubat secara hakiki sampai sampai keburukan akan hilang sepenuhnya darinya dan digantikan dengan akhlak mulia dan sifat-sifat terpuji. Hal ini merupakan kemenangan atas akhlak. Memberikan kekuatan pada hal itu adalah tugas Allah Ta’ala. Karena Dialah pemilik segenap kekuatan.”
Inilah taubat hakiki yang akan merubah keburukan dengan kebaikan yang berkenaan dengan hal itu Allah Ta’ala berfirman dalam Al Quran Karim,
إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Furqan, 25:71)
Dengan demikian, perlu untuk menciptakan perubahan yaitu pertama berjihad untuk menyucikan pikiran dengan istighfar lalu timbul penyesalan dan rasa malu ketika melakukan keburukan yang sekecil-kecilnya kemudian hendaknya ada tekad kuat “Bagaimana pun kondisinya, apapun godaannya, aku tidak akan mendekati keburukan” dan akan berusaha untuk menyelaraskan amal perbuatan dengan kehendak Ilahi.
Kesempatan untuk berpuasa pada saat ini yang di dalamnya manusia berusaha untuk berlatih bersabar dan berkorban inilah yang akan berguna untuk meraih keberkatan puasa sehingga sepuluh hari ampunan ini akan menjadi sarana untuk pengampunan. Tidak hanya sepuluh hari pertengahan saja bahkan sepuluh hari berikutnya pun akan memberikan sarana pengampunan. Tidak hanya di bulan Ramadhan saja bahkan di tiap bulan yang akan datang sesudahnya pun, setiap tahun bahkan setiap hari dalam setiap tahunnya akan menjadi sarana pengampunan. Kita hendaknya berusaha untuk memahami ruh ini dan mengamalkan sabda Rasulullah (saw) bahwa sepuluh hari pertengahan Ramadhan akan menjadi sarana pengampunan.
Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda:
“Lantas bagaimana akal sehat dapat menerima jika seorang hamba ruju’ (taubat) kepada Allah Ta’ala lantas Allah Ta’ala tidak ruju’ kepadanya? Bahkan, Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Mulia akan jauh lebih ruju’ lagi kepada hamba-Nya. Karena itulah di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala disebut at-Tawwaab yakni Maha penerima taubat-taubat. Jadi, ruju’nya seorang hamba disertai dengan penyesalan, rasa malu, merendahkan diri dan kerendahkan hati sedangkan ruju’nya Allah Ta’ala disertai dengan rahmat dan maghfirah (ampunan).”[7]
Alhasil, beruntunglah orang-orang di antara kita yang melakukan istighfar yang hakiki dan taubat yang tulus murni, dan di dalam bulan Ramadhan yang penuh berkat ini dengan melihat pengaruhnya pada diri kita, semoga kita dapat melihat pemandangan ampunan dan rahmat dari Allah Ta’ala. Jika terdapat kemalasan-kemalasan, maka itu dari pihak hamba. Jika ada kekurangan-kekurangan, itu adalah dari pihak hamba. Sebaliknya, sebagaimana yang telah Hadhrat Masih Mau’ud (as) sabdakan,
“Allah Ta’ala begitu banyak kembali kepada hamba-Nya. Bahkan Allah Ta’ala berfirman bahwa yang Dia kehendaki adalah para hamba datang kepada-Nya dan bertaubat kepadanya, sebagaimana firman-Nya, وَاللَّهُ يُرِيدُ أَن يَتُوبَ عَلَيْكُمْ () ‘Wallahu yuriidu ay yatuuba ‘alaikum’ – ‘Allah Ta’ala menghendaki kembali dengan rasa kasih kepadamu.” (An-Nisa, 4;28) Jadi, bagaimana mungkin suatu pekerjaan yang Allah Ta’ala sendiri telah memilih untuk Dzat-Nya dan Dia menghendakinya, lantas tidak Doa sempurnakan.’”
Dengan demikian, menjadi tugas para hamba untuk bersujud sambil beristighfar. Jadi, inilah tugas para hamba yaitu beristighfar dan bersujud di hadapan Allah Ta’ala, lalu lihatlah bagaimana Allah Ta’ala akan datang kepadanya.
Jadi di bulan ini ketika rahmat dan ampunan Allah Ta’ala turun kepada para hamba lebih dari sebelumnya, kita hendaknya berusaha untuk mengambil faedah dari itu semaksimal mungkin dan selalu mengedepankan firman Allah Ta’ala berikut ini,
وَمَن تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا
“Dan siapa saja yang bertaubat dan beramal saleh, maka mereka ini lah yang melakukan taubat yang hakiki dan kembali kepada Allah Ta’ala.” (Al-Furqan, 25:72)
Jadi, seiring dengan taubat yang hakiki disyaratkan juga untuk beramal shaleh, sebagaimana telah saya jelaskan sebelumnya. Jadi, ketika Nabi Muhammad (saw) bersabda bahwa Allah Ta’ala telah menjadikan 10 hari pertengahan sebagai ampunan maka masa tersebut akan memberikan pengaruhnya ketika kita berusaha melakukan semua amal perbuatan dengan mengikuti keridhaan Allah Ta’ala.
Jadi, ketika istighfar dan amal saleh memasukkan kita pada sepuluh hari terakhir Ramadhan maka sesuai dengan sabda Rasulullah saw ini akan menjadi sepuluh hari pembebasan dari api neraka. Allah Ta’ala berfirman di satu tempat, وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ () ‘wa maa kaanaLlahu mu’adzdzibahum wa hum yastaghfiruun.’ – “…tidaklah Allah akan mencengkram mereka dengan hukuman selama mereka memohon ampunan.” (Al-Anfal, 8:34)
Allah Ta’ala memberikan pemahaman kepada kita melalui berbagai cara seperti dengan menjelaskan kisah-kisah orang-orang terdahulu, kisah-kisah para Nabi dan memberikan nasihat melalui perantaraan para Nabi mengenai bagaimana kita memohon ampunan-Nya dan bagaimana Dia memperlakukan kaum-kaum sebelumnya dan sekarang pun Dia akan melakukannya.
Jelaslah, ketika manusia dengan suatu perhatian yang khusus berusaha untuk menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak hamba, menjaga shalat-shalatnya, menghiasinya dengan ibadah-ibadah nafal, banyak beristighfar dan berusaha juga mengamalkan kebaikan-kebaikan lainnya hingga sebagaimana yang dikatakan dalam Hadits, وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ “Jika ada yang mengajaknya berkelahi dan mencaci makinya maka ia betul-betul tidak akan menimpalinya dan mengatakan, ‘Diamlah! Saya sedang berpuasa. Saya sedang menjalani latihan ini dan berusaha untuk menjadikan perintah-perintah Allah Ta’ala sebagai bagian dari hidup saya”[8], maka tentunya orang yang seperti demikian akan meraih ridha Allah Ta’ala dan orang yang meraih ridha Allah Ta’ala tentunya akan mendapatkan keselamatan dari api dan masuk ke dalam surganya.
Hal demikian sebagaimana dalam rincian Hadits yang saya kutip di awal khotbah, tertulis juga,
مَنْ تَقَرَّبَ فِيهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ، كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيضَةً فِيمَا سِوَاهُ، وَمَنْ أَدَّى فِيهِ فَرِيضَةً، كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِينَ فَرِيضَةً فِيمَا سِوَاهُ، وَهُوَ شَهْرُ الصَّبْرِ، وَالصَّبْرُ ثَوَابُهُ الْجَنَّةُ، وَشَهْرُ الْمُوَاسَاةِ
“Siapa saja yang di bulan ini meraih kebiasaan baik, yakni melakukan suatu kebaikan atau meraih suatu kebaikan, maka ia seperti halnya seseorang yang telah melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Dan siapa saja yang melaksanakan satu kewajiban di bulan ini, ia seperti halnya seseorang yang melaksanakan 70 kewajiban yang dilaksanakan di luar Ramadhan. Dan bulan Ramadhan adalah bulannya kesabaran, sedangkan ganjaran dari kesabaran adalah surga. Ini adalah bulan persaudaraan.” (bersimpati terhadap sesama yang artinya, ikut serta dalam kesedihan orang lain, bersikap lemah lembut kepada orang lain, memaafkan orang lain, saling mencintai satu terhadap lain, menegakkan kasih sayang dan persaudaraan).[9]
Semua hal ini akan membawa pada huquuqul ‘ibaad dan amal saleh. Bahkan ini adalah penjelasan darinya. Ketika semua hal ini terkumpul dalam diri seseorang maka Hadhrat Rasulullah saw memberikan khabar suka mengenai selamatnya orang yang seperti ini dari api. Dan dikarenakan mereka senantiasa teguhnya pada kebaikan dan mengamalkan perintah-perintah Allah Ta’ala serta bersabar terhadap kezaliman yang dilakukan terhadapnya, maka Allah Ta’ala dan Rasul-Nya memberikan khabar suka mengenai surga.
Pada umumnya pada bulan Ramadhan di Pakistan dan di beberapa negara lainnya juga mereka yang disebut para Ulama mengukuhkan pengaruh mereka dan menjerumuskan orang-orang Islam pada jalan yang salah. Mereka mencari cara-cara baru untuk melakukan kezaliman dan penganiayaan terhadap para Ahmadi, yang mana hal ini tampak kepada kita. Sebagaimana telah saya katakan pada khutbah yang lalu, mereka berusaha untuk mendatangkan kerugian dan kesusahan baik secara perasaan, rohani, harta dan jiwa terhadap para Ahmadi.
Namun Hadhrat Masih Mau’ud (as) telah memberikan ajaran ini kepada kita supaya tidak meninggalkan kesabaran. Dan di bulan Ramadhan pada khususnya, Allah Ta’ala dan Rasul-Nya telah memberikan khabar suka mengenai surga kepada orang-orang beriman yang beramal soleh dan menunjukkan kesabaran. Oleh karena itu, di bulan tarbiyat ini secara khusus para Ahmadi hendaknya berusaha untuk mendekatkan keridhaan dan surga Allah Ta’ala dengan banyak berdoa, beristighfar, melaksanakan ibadah-ibadah nafal, menunjukkan kesabaran dan juga mengamalkan amal perbuatan-amal perbuatan yang bertujuan untuk meraih ridho Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman kepada mereka: وَجَزَاهُم بِمَا صَبَرُوا جَنَّةً وَحَرِيرًا () “Dan dikarenakan kebaikan-kebaikan dan kesabaran mereka, kepada mereka dianugerahkan surga dan pakaian sutra.” (Al-Insan, 76:13).
Alhasil, akhir-akhir ini terjadi kezaliman terhadap para Ahmadi. Tentunya setiap kita mengetahui bahwa kezaliman ini terjadi dikarenakan kita mengamalkan perintah Allah Ta’ala untuk mengimani Imam yang telah datang. Dikarenakan hal inilah kita dizalimi. Biarkanlah musuh melakukan kezaliman ini dan hadapilah dengan sabar supaya dengan ini kita bisa meraih keridhaan Allah Ta’ala.
Al-Qur’an dipenuhi dengan ancaman yang diberikan Allah Ta’ala kepada orang-orang yang zalim. Allah Ta’ala lah yang lebih mengetahui perlakuan apa yang akan Dia berikan terhadap orang-orang yang menyalakan api tersebut. Namun di hari-hari ini juga menjadi kewajiban kita untuk memanjatkan doa yang penuh kasih sayang bagi umat manusia secara umum dan bagi Umat Islam pada khususnya.
Sebagian Ahmadi mengatakan, “Setelah terjadinya kezaliman-kezaliman ini kami tidak lagi dapat mendoakan.” Namun kita hendaknya senantiasa ingat, meskipun mayoritas umat Islam penuh ghairat dalam urusan-urusan agama, namun mereka mereka betul-betul tidak tahu ilmu agama atau memiliki pemahaman yang biasa-biasa saja, atau takut kepada para ulama. Dan mereka yang disebut para ulama inilah yang menjerumuskan mereka ke jalan yang salah.
Jadi, di sepuluh hari terakhir Ramadhan ini, kita hendaknya berusaha untuk menjauhkan diri dari api dan meraih surga dengan memperlihatkan kesabaran, memberikan penekanan pada doa-doa dan ibadah-ibadah Nafal, beristighfar dan bertaubat, melakukan amal-amal soleh dan berjanji untuk selalu berjalan di atas ketakwaan.
Dengan mengambil faedah dari Ramadhan, kita hendaknya berusaha untuk termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mengenai mereka Allah Ta’ala berfirman:
وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ
Dan surga didekatkan bagi orang-orang yang bertakwa. (Asy-Syu’ara, 26:91) Tidak mungkin jauh.
هَٰذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ
Artinya, inilah yang dijanjikan kepada kalian. Janji ini adalah untuk orang yang bersujud di hadapan Allah Ta’ala. Janji ini adalah untuk orang-orang yang menjaga amal perbuatan-amal perbuatan mereka (Qaf, 50:33).
Janji ini adalah untuk orang-orang yang mengamalkan perintah-perintah syariat Allah Ta’ala. Jadi, setiap kita harus berusaha melewati Ramadhan ini dengan cara sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Dengan mengumpulkan keberkatan-keberkatan di sepuluh hari terakhir ini, semoga Allah Ta’ala menjadikan kita orang-orang yang meraih ridho Allah Ta’ala dan ahli surga, serta memberikan taufik untuk beramal soleh.
Hari ini, setelah Jum’at saya akan mengimami shalat jenazah ghaib. Yang pertama adalah sebuah kabar duka, sebagaimana pada kesempatan yang lalu saya telah menyampaikan permohonan doa, bahwa seorang saudara kita Bpk. Syekh Sa’id Ahmad, beliau ditembak ketika duduk di kedainya dikarenakan permusuhan terhadap Jemaat. Beliau dirawat di rumah sakit dengan kondisi luka yang cukup parah. Setelah dirawat selama 12 hari di rumah sakit akhirnya beliau wafat. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun. Dan beliau pun mendapatkan derajat kesyahidan. Yang syahid ini pun mempersembahkan darahnya di usia yang masih muda. Beliau berusia 42 tahun dan baru menikah tahun lalu. Dan ketika beliau dirawat di rumah sakit, putera pertama beliau lahir. Beliau sempat tersadar sebentar dan diberitahukan bahwa putera beliau telah lahir. Beliau tidak bisa mengungkapkan apa-apa, namun mata beliau sedikit berkaca-kaca.
Dalam keluarga Almarhum, sebelumnya juga sudah ada tiga pensyahidan. Ayah Almarhum, Bpk. Syekh Bashir disyahidkan dengan cara diracun dikarenakan beliau seorang Ahmadi. Kemudian saudara laki-laki beliau Bpk. Syekh Muhammad Rafiq dan paman beliau Bpk. Prof. DR. Syekh Mubashir Ahmad disyahidkan dengan cara ditembak. Bpk. Syekh Mubashir Ahmad disyahidkan di awal tahun ini.
Bpk. Syekh Sa’id adalah sosok yang sangat pendiam, wajah beliau selalu tersenyum, seorang khadim agama yang sangat mukhlis dan sangat gemar bertabligh. Pada tahun 1990 para Maulwi melaporkan beliau ke tentara yang karenanya beliau ditangkap dan kemudian dibebaskan dengan jaminan. Sebagaimana yang telah saya sampaikan, beliau meninggalkan istri beliau dan satu orang anak laki-laki serta ibu beliau yang berusia 72 tahun. Bagi ibu beliau yang sudah berusia lanjut ini adalah sebuah kesedihan yang besar. Kita harus mengingat mereka semua dalam doa-doa kita.
Pada Jum’at yang lalu saya menyampaikan riwayat dua orang syuhada. Seorang syuhada yang bernama Bpk. Dokter Mannan Shiddiqi dikenal dengan baik di daerahnya dan ini karena profesi beliau sebagai Dokter juga, sebagai tambahan Mirpurkhas tempat beliau berasal juga adalah sebuah distrik yang besar, anggota Jemaat pun sangat banyak di sana, sedangkan distrik Nawabshah yang merupakan tempat asal syuhada yang kedua lebih kecil. Allah Ta’ala yang lebih mengetahui bagaimana perlakuan-Nya kepada keduanya, yang jelas keduanya telah mendapatkan derajat kesyahidan.
Saya menerima beberapa surat ungkapan belasungkawa, yang salah satunya ada seorang yang terpelajar menyampaikan ungkapan turut berduka cita hanya untuk Bpk. Dokter padahal seyogyanya berbelasungkawalah untuk keduanya. Saya sangat mengenal Bpk. Sith (yakni syuhada yang kedua) secara pribadi, beliau seorang yang sangat pendiam dan pekerja keras, seorang karyawan yang memiliki semangat pengkhidmatan agama. Ketika saya beberapa kali pergi ke Nawabshah, beliau datang secara khusus untuk menemui saya, melakukan meeting, meminta masukkan mengenai pekerjaan-pekerjaan Jemaat dan berusaha untuk melaksanakannya. Singkatnya, saya ingin sedikit memberikan penjelasan mengenai hal tersebut.
Jenazah kedua pada hari ini adalah seorang saudari perempuan kita dari Syiria, Ny. Marwah Al-Gholwal. Beliau sedang berjalan kaki ketika sebuah truk menabrak beliau dari belakang dan untuk beberapa lama beliau dirawat di rumah sakit dan kemudian wafat. Beliau berusia 24 tahun. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun. Beliau mengerjakan website berbahasa Arab kita Ajwibat ‘anil iimaan dengan penuh dedikasi dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang sulit di website tersebut. Kemudian Beliau menerjemahkan sebuah buku mengenai zakat yang berbahasa Inggris ke dalam bahasa Arab. Setelah beliau menyelesaikan penerjemahan buku tersebut dan sedang diproses di percetakan ke dalam bentuk buku, lalu kecelakaan tersebut menimpa beliau.
Beliau seorang wanita yang sholehah, bertakwa dan memiliki semangat pengkhidmatan. Beliau sering mengatakan, semoga saya selalu mendapatkan tugas-tugas agama. Tunangan beliau, Tn. Muhammad Malas bekerja di MTA ‘Al-Arabiyyah. Mereka akan menikah dalam waktu dekat. Singkatnya, ini lah taqdir Allah Ta’ala yang terjadi. Semoga Allah Ta’ala memberikan maghfiroh-Nya kepada Almarhumah dan meninggikan derajat Almarhumah serta memberikan kesabaran dan ketabahan kepada mereka yang ditinggalkan.
Jenazah yang ketiga, beliau pun dari Syiria, Bpk. Sami Qazaq. Beliau wafat beberapa hari yang lalu. Almarhum adalah putera dari seorang Ahmadi yang mukhlis dari Palestina, Bpk. Khidhir Qazaq dan di usianya yang masih muda Almarhum memiliki ghairat pengkhidmatan yang besar. Pada tahun 1996 beliau ikut serta dalam Jalsah UK. Almarhum melakukan mulaqat dengan Hadhrat Khalifatul Masih Al-Rabi’ rh. dan dengan melihat perlakuan kasih sayang Huzur rh. kecintaan beliau semakin bertambah, dan ketika pulang beliau menghibahkan salah satu rumahnya untuk keperluan-keperluan Jemaat. Beliau mengatakan, “Saya memberikannya untuk Jemaat, oleh karena itu saya tidak mau menerima uang sepeser pun.” Ketika datang ke Jalsah Almarhum mengatakan, “Sekarang setelah datang ke Jalsah saya menjadi tahu apa itu Ahmadiyah.” Almarhum seorang yang sangat soleh dan pandai bergaul. Almarhum banyak menolong orang-orang miskin. Semoga Allah Ta’ala meninggikan derajat Almarhum dan menghiasi anak keturunan Almarhum dengan keindahan ajaran Ahmadiyah. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada anak keturunan Almarhum untuk dapat bergabung ke dalam Jemaat.
Khotbah II
اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنُؤْمِنُ بِهِ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ
وَنَعُوْذ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ –
وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ‑
عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ!
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ –
أُذكُرُوا اللهَ يَذكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Syahid (London, UK) dan Mln. Muhammad Hasyim. Editor: Dildaar Ahmad Dartono. Sumber: الفضل انٹرنیشنل جلد 15 شمارہ 41 مورخہ 10 اکتوبر 2008ء تا 16 اکتوبر 2008 صفحہ 5تا8
[1] Ibnu Khuzaimah dalam Shohihnya, Kitabus Siyam Bab Fadhailu Syahru Ramadhan (ابن خزيمة في صحيحه, 3/191 no.1887) juga oleh al-Baihaqiy dalam kitab Syu’abul Imaan-nya 3608 (الجامع لشعب الایمان للبیہقی جلد 5۔ باب فضائل شھر رمضان۔ الباب الثالث والعشرون، باب فی الصیام حدیث نمبر 3363 مکتبۃ الرشد، ریاض۔ طبع دوم 204).
[2] Shahih al-Bukhari (صحيح البخاري), Kitab at-Tauhid (كتاب التوحيد), bab firman Allah (بَاب قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى {وَيُحَذِّرُكُمْ اللَّهُ نَفْسَهُ} وَقَوْلِهِ جَلَّ ذِكْرُهُ {تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ}), no. 7405; Sahih al-Bukhari, Kitab-ul-Tauhid, Hadith no. 7536.
[3] Review of Religion jilid 1 nomor 5 Mei 1902 h. 187-188 (ریویو آف ریلیجنز جلد1 نمبر 5 مئی 1902ء صفحہ 187-188). Tercantum juga dalam ‘Mirza Ghulam Ahmad, apni tahrirat ki ru se’, jilid dom hal. 667.
[4] HR. Al-Bukhari dari Ali bin Husain, Shahîh al-Bukhâriy, IX/87, hadits no. 7171 dan Muslim, Shahîh Muslim, VII/8, hadits no. 5807 dari Anas bin Malik, dan hadits no. 5808, dari Ali bin Husain.
[5] Malfuzat jilid 1 hal. 348 terbitan baru, Rabwah. (ملفوظات جلد اول صفحہ 348 جدید ایڈیشن مطبوعہ ربوہ).
[6] Malfuzhat, Vol. 1, hal. 138-139, edisi 1985, UK.
[7] Casymah Ma’rifat, Ruhani Khazain jilid 23, h. 133-134
[8] Shahih al-Bukhari, Kitab tentang puasa (Kitab as-Shiyam).
[9] Al-Mahamili dalam Al-Amali 5: 50 dan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya 1887, Al-Bayhaqi dalam Syu’abul Iman, Ibnu ‘Adi dan Abu Hayyan meriwayatkan sebuah hadits yang berisi tentang pidato Rasulullah menjelang bulan ramadlan.
Hadits tersebut diriwayatkan dari Salman al-Farisi; Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pada akhir bulan Sya’ban berpidato: أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيمٌ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، شَهْرٌ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، جَعَلَ اللَّهُ صِيَامَهُ فَرِيضَةً، وَقِيَامَ لَيْلِهِ تَطَوُّعًا، مَنْ تَقَرَّبَ فِيهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ، كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيضَةً فِيمَا سِوَاهُ، وَمَنْ أَدَّى فِيهِ فَرِيضَةً، كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِينَ فَرِيضَةً فِيمَا سِوَاهُ، وَهُوَ شَهْرُ الصَّبْرِ، وَالصَّبْرُ ثَوَابُهُ الْجَنَّةُ، وَشَهْرُ الْمُوَاسَاةِ، وَشَهْرٌ يَزْدَادُ فِيهِ رِزْقُ الْمُؤْمِنِ، مَنْ فَطَّرَ فِيهِ صَائِمًا كَانَ مَغْفِرَةً لِذُنُوبِهِ، وَعِتْقَ رَقَبَتِهِ مِنَ النَّارِ، وَكَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْتَقِصَ مِنْ أَجْرِهِ شَيْءٌ”. “Wahai manusia! Telah datang pada kalian bulan yang agung. Bulan yang diberkahi. Didalamnya terdapatkan malam yang lebih utama dari seribu bulan. Allah menjadikan puasa di bulan itu sebagai kewajiban. dan Ia menjadikan ibadah malam harinya sebagai penambah pahala. Siapa bertaqarrub di bulan itu dengan satu kebaikan maka (diberi pahala) seakan ia telah menunaikan satu kewajiban. Dan siapa menunaikan ibadah fardlu maka (ia diberi pahala) seakan ia telah mengerjakan tujuh puluh ibadah fardlu di selain bulan itu. Bulan itu adalah bulan kesabaran. Dan kesabaran pahalanya adalah surga. Bulan itu adalah bulan keleluasaan. Bulan dimana rizqi orang-orang beriman ditambah. Siapa memberi makanan untuk orang yang berbuka puasa maka baginya (pahala) memerdekakan hamba sahaya dan pengampunan atas dosa-dosanya.”
Kami (para sahabat) berkata, لَيْسَ كُلُّنَا نَجِدُ مَا يُفَطِّرُ الصَّائِمَ “Wahai Rasulullah. Tidak semua kami ini mampu memberi makanan untuk berbuka puasa.”
Rasulullah bersabda, يُعْطِي اللَّهُ هَذَا الثَّوَابَ مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا عَلَى تَمْرَةٍ، أَوْ شَرْبَةِ مَاءٍ، أَوْ مَذْقَةِ لَبَنٍ، وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ، وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ، وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ، مَنْ خَفَّفَ عَنْ مَمْلُوكِهِ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ، وَأَعْتَقَهُ مِنَ النَّارِ، وَاسْتَكْثِرُوا فِيهِ مِنْ أَرْبَعِ خِصَالٍ: خَصْلَتَيْنِ تُرْضُونَ بِهِمَا رَبَّكُمْ، وَخَصْلَتَيْنِ لَا غِنًى بِكُمْ عَنْهُمَا، فَأَمَّا الْخَصْلَتَانِ اللَّتَانِ تُرْضُونَ بِهِمَا رَبَّكُمْ: فَشَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَتَسْتَغْفِرُونَهُ، وَأَمَّا اللَّتَانِ لَا غِنًى بِكُمْ عَنْهُمَا: فَتَسْأَلُونَ اللَّهَ الْجَنَّةَ، وَتَعُوذُونَ بِهِ مِنَ النَّارِ “Allah akan memberikan pahala tersebut kepada siapa saja yang memberi buka puasa (sekalipun hanya) satu cicipan susu, satu teguk air minum atau satu butir kurma. Dan barang siapa memberi makan orang yang berpuasa hingga kenyang maka hal itu menjadi pengampunan atas dosa-dosanya, dan Tuhannya akan memberinya minum dari telagaku dengan minuman yang ia tidak akan dahaga setelahnya selamanya. Ia pun mendapatkan pahala puasa seperti orang yang ia beri makanan berbuka tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun. Bulan itu adalah bulan dimana awalnya adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan dan akhirnya adalah pembebasan dari neraka. Barang siapa meringankan budaknya di bulan itu maka Allah akan memerdekakannya dari neraka. Di bulan itu, perbanyaklah empat perkara. Dua perkara membuat Tuhan kalian ridla pada kalian. Sedangkan dua yang lain kalian tak bisa lepas darinya. Dua perkara yang membuat Tuhan kalian ridla adalah kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan memohon ampunan padaNya. Sedangkan dua hal yang kalian tidak bisa lepas darinya adalah kalian meminta surga dan memohon perlindunganNya dari neraka.” Sumber: https://tafaqquh.com/hikmah/pidato-nabi-menjelang-ramadlan/