Peristiwa-Peristiwa dalam Kehidupan Hazrat Rasulullah saw. – Pembagian Rampasan Perang Setelah Pertempuran Hunain
Khotbah Jumat Sayidina Amirulmukminin, Hazrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih Al-Khamis ayyadahullāhu ta’ālā binashrihil ‘azīz, pada 26 Oktober 2025 di Masjid Mubarak, Islamabad, Tilford (Surrey), UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya)
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهٗ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
أَمَّا بَعْدُ، فَأَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ ١ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ٢ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ ٣ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ٤ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ٥ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ٦ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ ٧
Dalam khotbah yang lalu sedang dibahas mengenai pembagian harta ganimah Perang Hunain. Dalam hal ini terdapat rincian lebih lanjut. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Rasulullah saw. ketika membagi-bagikan harta ganimah dan memberikan bagian kepada para mujahidin, namun bagian khumus, hampir seluruhnya beliau bagikan untuk mu’allafatul-qulūb [melunakkan hati] para pemimpin Quraisy dan pemimpin-pemimpin Arab lainnya [yang baru masuk Islam], ada yang diberi 100 unta dan ada yang diberi 50 unta. Atas pemberian harta kepada mereka dalam jumlah yang begitu banyak ini, sebagian pemuda Ansar lantas merasa dan berpikir bahwa seolah-olah mereka lebih berhak dari yang lainnya disebabkan jasa-jasa dan kecintaannya kepada Rasulullah saw., sehingga mereka pun mulai berkata:
يَغْفِرُ اللهُ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يُعْطِي قُرَيْشًا وَيَدَعُنَا، وَسُيُوفُنَا تَقْطُرُ مِنْ دِمَائِهِمْ
yakni, “Semoga Allah memberikan ampunan kepada Rasulullah saw. Beliau memberi kepada orang Quraisy namun meninggalkan kami.” (Inilah pikiran yang
timbul di hati mereka). Mereka berkata, “Padahal dari pedang-pedang kami darah musuh-musuh itu masih menetes”. Demikian juga di antara mereka ada yang berkata, “Ketika keadaan sulit dan tidak menguntungkan, kami dipanggil, namun harta ganimah diberikan kepada orang lain selain kami”. Ketika hal-hal ini diketahui oleh Rasulullah saw, maka beliau memanggil pemimpin Ansar, Hazrat Sa’ad bin ‘Ubadah r.a. Menurut sebagian orang, yang memberitahukan semua hal ini juga adalah Hazrat Sa’ad r.a. sendiri. Atas hal ini, beliau saw. bertanya kepada beliau:
فَأَيْنَ أَنْتَ مِنْ ذَلِكَ يَا سَعْدُ؟
“Sa’ad, bagaimana pendapatmu mengenai hal ini?”, Maka Hazrat Sa’ad r.a. menjawab, “Wahai Rasulullah, aku juga adalah bagian kaumku, aku juga bisa terpengaruh oleh hal ini”. Atas hal ini, beliau saw. bersabda kepada Hazrat Sa’ad
r.a. agar mengumpulkan seluruh Ansar, maka semuanya berkumpul di sebuah kemah. Ketika beberapa Muhajirin juga ikut bergabung maka Rasulullah saw. bersabda, “Aku hanya memanggil Ansar”, dan para Muhajirin diperintahkan untuk kembali dari sana. Kemudian Rasulullah saw. bersabda seraya menyapa para Ansar, “Wahai kaum Ansar, apa gerangan ucapan yang sampai kepadaku dari kalian?” Atas pertanyaan Rasulullah saw. ini, orang-orang bijak dari kalangan Ansar berkata, “Wahai Rasulullah saw, tidak ada seorang pun dari orang-orang bijak kami yang mengatakan hal seperti itu, akan tetapi beberapa pemuda yang emosional telah berkata bahwa semoga Allah mengampuni Rasulullah saw., Anda memuliakan orang Quraisy sedangkan kami terhalang dari pemberian Anda padahal dari pedang-pedang kami darah musuh-musuh itu masih menetes”.
Maka Rasulullah saw. sambil menyebutkan kebaikan-kebaikan dan anugerah-anugerah yang diberikan kepada Ansar, bersabda kepada para Ansar, “Wahai Ansar, bukankah ketika aku bertemu dengan kalian, aku mendapati kalian dalam kesesatan, kemudian Allah memberikan petunjuk kepada kalian melalui perantaraanku? Kalian adalah kaum yang sebelumnya tercerai-berai serta saling bermusuhan satu sama lain. Lalu Allah menciptakan persaudaraan dan kasih sayang di antara kalian melalui perantaraanku. Kalian adalah kaum yang sebelumnya miskin dan membutuhkan, lalu Allah menjadikan kalian kaya dan berkecukupan karena perantaraan diriku.” Setiap kali Rasulullah saw. mengucapkan sesuatu, para Ansar menjawab bahwa semua ini adalah kebaikan Allah dan Rasul-Nya.
Ketika Rasulullah saw. mendengar jawaban dari para Ansar ini, beliau bersabda, “Mengapa kalian tidak memberiku jawaban?” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, jawaban apa yang harus kami berikan?” Rasulullah saw. bersabda: “Jika kalian mau, kalian dapat memberiku jawaban ini dan kalian akan mengatakan kebenaran serta perkataan kalian akan dibenarkan. Kalian dapat berkata, ‘Wahai Rasulullah saw., Anda datang kepada kami dalam keadaan Anda telah didustakan dan ditolak, tetapi kami membenarkan Anda. Anda tidak memiliki penolong dan orang-orang mengabaikan Anda, tetapi kami menolong Anda. Mereka mengusir Anda dari kota mereka, tetapi kami memberi Anda perlindungan. Anda memiliki banyak tanggungan keluarga, dan kami meringankan beban Anda.’”
Setelah mendengar ucapan Rasulullah saw. ini, tak seorang pun dari Ansar yang berbicara. Mereka semua menundukkan kepala mendengarkan perkataan beliau dan merasa malu. Rasulullah saw. juga menjelaskan kepada para Ansar mengapa beliau memperlakukan suku Quraisy dengan cara demikian. Beliau saw. bersabda, “Kalian telah memeluk Islam sebelumnya dan Islam serta iman telah tertanam kuat dalam hati kalian, tetapi di antara suku Quraisy, kebanyakan adalah orang yang baru memeluk Islam pada saat Fatah Makkah, bahkan banyak di antara mereka yang sampai sekarang belum memeluk Islam, dan dibandingkan dengan orang-orang beriman yang awal, para muslim baru ini lebih berhak mendapat jalinan silaturahmi dan hadiah serta penghormatan agar Islam dapat tertanam dalam hati mereka, dan suku Quraisy juga berhak mendapat hadiah ini karena dalam berbagai peperangan banyak perbendaharaan mereka yang hilang. Oleh karena itu, tujuanku adalah untuk meluluhkan hati mereka dan agar mereka sepenuhnya masuk ke dalam naungan Islam dan iman.”
Kemudian beliau saw. bersabda: “Tidakkah kalian suka bahwa orang-orang pulang ke rumah mereka dengan membawa kambing, domba, dan unta, sedangkan kalian pulang dengan membawa Rasulullah? Demi Allah, kebahagiaan yang kalian bawa itu jauh lebih baik daripada apa yang mereka bawa.”
Beliau saw. bersabda, “Jika orang-orang berjalan di suatu lembah atau jurang, sementara Ansar berjalan di suatu lembah atau jurang lainnya, maka aku lebih suka berjalan bersama Ansar.” Yakni beliau akan bergabung dalam kelompok Ansar. Beliau bersabda, “orang-orang itu adalah pakaian luarku sedangkan Ansar adalah pakaian di dalamku”, yakni kain yang menempel dengan tubuh. Kemudian beliau saw. bersabda, “Wahai Ansar, setelahku, kalian akan melihat orang-orang lain didahulukan atas kalian, tetapi kalian bersabarlah hingga kalian bertemu
denganku di Ḥauḍ Kauṡar. Yakni pada hari kiamat akan terjadi pertemuan meskipun kepemimpinan tidak akan kalian peroleh.”
Di akhir, Rasulullah saw. berdoa untuk Ansar dengan bersabda: “Ya Allah, rahmatilah Ansar, rahmatilah anak-anak keturunan Ansar, dan rahmatilah juga generasi-generasi Ansar yang akan datang”. Perawi menuturkan, “Saat Rasulullah saw. sedang menyampaikan khotbah ini, para Ansar terus menangis hingga jenggot mereka basah oleh air mata mereka dan mereka terus mengucapkan:
رَضِينَا بِرَسُولِ اللَّهِ قِسْمًا وَحَظًّا
yakni “Kami rela dengan sepenuh hati atas pembagian Rasulullah saw. dan bagian kami”.
Terkadang perkataan yang diucapkan tanpa pikir panjang memiliki akibat yang sangat jauh jangkauannya. Sering saat Rasulullah melakukan pembagian, para pemuda Ansar menyatakan ketidaksetujuan mereka, meskipun tidak semuanya melakukan hal ini, akan tetapi bagi Allah dan Rasul-Nya saw., hal ini merupakan perkara yang sangat menyakitkan sehingga kaum Ansar harus menanggung akibatnya hingga akhir dunia, sebagaimana disebutkan oleh Hazrat Muslih Mau’ud
r.a. di mana beliau bersabda:
Ketika Rasulullah saw. menaklukkan Makkah, maka saat itu orang-orang Makkah datang kepada beliau, dan saat itu pandangan mereka, disebabkan belum sepenuhnya mengenal keimanan, masih tertuju kepada dunia. Setelah itu, dalam suatu peperangan, sejumlah besar harta benda jatuh ke tangan kaum Muslimin. Rasulullah saw. membagikan harta benda tersebut kepada mereka. Seorang pemuda Ansar berkata dalam suatu majelis, “Pedang-pedang kami masih meneteskan darah mereka, sementara Rasulullah saw. telah memberikan harta benda kepada kerabat-kerabatnya”. Ketika hal ini sampai kepada beliau, maka beliau memanggil para pemuka Ansar dan bersabda, “Telah sampai kepadaku perkataan seperti ini”. Para Ansar lalu menangis dan berkata, “Ini dilakukan oleh seseorang yang bodoh”. Beliau bersabda: “Tidak, wahai Ansar, kalian dapat berkata, ‘Kami telah memberikan tempat kepada Muhammad saw. ketika tidak ada seorang pun yang memberikan tempat untuknya dan orang-orang di kampung halamannya telah mengusirnya. Akan tetapi, ketika kehormatan dan kemenangan diraih olehnya, maka ia membagikan harta benda kepada kerabat-kerabatnya.’”
Mendengar ini, para Ansar berteriak dan mereka berkata lagi, “Wahai Rasulullah, kami tidak berkata demikian.” Kemudian beliau bersabda, “Kalian
dapat mengatakan hal ini dengan cara lain juga dan itu adalah, ‘Orang yang diutus oleh Allah untuk memberi petunjuk kepada seluruh dunia adalah milik Makkah, akan tetapi Allah membawanya ke Madinah dan kemudian Allah menaklukkan Makkah untuknya dengan kekuatan dan kekuasaan-Nya. Pada saat itu penduduk Makkah berpikir bahwa milik mereka akan kembali kepada mereka; penduduk Makkah pergi membawa domba dan kambing, sedangkan penduduk Madinah membawa Rasul Allah dan pergi menuju kota mereka.’’’
Kemudian beliau saw. bersabda, “Sesungguhnya perkataan ini keluar dari mulut seorang yang bodoh, tetapi karena hal ini, sekarang kalian tidak dapat memperoleh kerajaan dunia ini. Sekarang balasan atas jasa-jasa kalian akan kalian peroleh di Ḥauḍ Kauṡar.” Hazrat Muslih Mau’ud r.a. Bersabda, “Lihatlah, sejarah membuktikan bahwa 13 abad telah berlalu dan abad ke-14 sedang berlalu, bahkan itu juga telah berlalu sekarang. Dalam masa ini setiap kaum telah menjadi raja berkat Islam, tetapi tidak ada seorang Ansar pun yang dapat menjadi raja. Jadi terkadang perkataan seseorang dapat menjadi penyebab kerugian bagi seluruh kaumnya.”
Hazrat Muslih Mau‘ud r.a. pernah menyampaikan kisah ini dalam salah satu khotbahnya dan menjadikannya sebagai nasihat bagi Jemaat. Beliau menekankan bahwa nasihat ini sama pentingnya pada masa kini sebagaimana ketika beliau sampaikan pertama kali.
Beliau bersabda:
“Orang-orang yang berkorban dengan tujuan mendapatkan kedudukan, harta, atau keuntungan dunia lainnya, janganlah sekali-kali datang atas panggilanku — yakni panggilan Khalifah waktu itu — untuk berkorban. Yang seharusnya datang hanyalah mereka yang berkorban demi Allah Taala. Sebab aku sendiri hanyalah manusia yang lemah dan sakit; aku tidak sanggup menanggung beban kebaikan siapa pun. Karena itu, aku tidak meminta untuk diriku sendiri. Barang siapa memberi karena Allah, maka Allah-lah yang akan memberikan balasannya. Hendaknya kalian bertawakal kepada Allah. Jika Dia berkehendak, Dia akan memberi balasan di dunia ini, dan jika Dia berkehendak, Dia akan memberikannya di akhirat. Bagaimanapun, pengorbanan yang dilakukan dengan ikhlas tidak akan pernah sia-sia. Tidak ada seorang pun yang dapat menyia-nyiakan pengorbanan seorang mukmin. Maka, orang-orang yang benar-benar layak disebut sebagai orang yang berkorban adalah mereka yang menjadikan Allah sebagai tujuan, bukan dunia.”
Jadi, hendaklah selalu mengutamakan keridaan Allah Taala dalam berkorban dan memegang jabatan, barulah seorang akan memperoleh anugerah Allah Taala yang sesungguhnya. Terkadang setelah mencapai usia tertentu, di kalangan anggota Jemaat juga timbul pemikiran, ‘Kami telah sedemikian rupa berpengalaman, kami telah melakukan pekerjaan yang sangat banyak, dan untuk itu seharusnya kami mendapat imbalan, yang ternyata tidak diberikan’. Orang yang berfikiran seperti ini harus berpikir, apakah ia hanya ingin mengambil imbalan dunia ataukah ingin menjadi pewaris anugerah Allah Taala? Ijtima Ansarullah juga akan dimulai di hari-hari ini. Dalam kaitan ini, karena pada usia ini timbul pemikiran bahwa pengalaman mereka diperoleh, maka kepada Ansar juga saya katakan hal yang sama: jika di hati seseorang timbul suatu pemikiran berkaitan dengan pengalaman dan pengkhidmatannya, maka hendaklah ia menepis pemikiran itu dan berusaha memperoleh keridaan Allah Taala.
Di sini disebutkan juga tentang peristiwa ketidaksabaran orang-orang Arab pedalaman. Pada saat pembagian harta ganimah, beberapa dari mereka juga berkumpul di sekitar Rasulullah saw. dan mulai menuntut harta. Karena kerumunan mereka, kain beberkat Rasulullah saw. juga tersangkut pada semak berduri dan mulai terjadi desak-desakan, maka beliau bersabda, “Kembalikanlah selendangku,” kemudian sambil menunjuk ke arah pohon-pohon berduri itu, beliau bersabda, “Seandainya aku memiliki unta sebanyak duri-duri ini, niscaya aku akan membagikan semuanya kepada kalian, dan kalian tidak akan mendapatiku sebagai orang yang kikir, pembohong, dan pengecut.” Beliau saw. tidak memarahi mereka atas ketidaksopanan orang-orang pedalaman ini, tidak pula marah, melainkan dengan tersenyum beliau mendidik mereka dengan cara yang terbaik dan juga menganugerahi mereka dengan harta. Hazrat Muslih Mau’ud r.a. dalam menyebutkan hal ini bersabda:
Setelah selesai dari perang-perang ini, harta yang terkumpul dari uang-uang yang didapat dari musuh yang dikalahkan dan barang-barang yang ditinggalkan di medan perang, menurut kebiasaan seharusnya dibagikan oleh Rasulullah saw. kepada pasukan Islam, namun pada kesempatan ini alih-alih membagikan harta tersebut kepada kaum Muslimin, beliau membagikannya kepada para penduduk Makkah dan sekitarnya. Di dalam hati orang-orang ini belum tumbuh keimanan, bahkan banyak di antara mereka yang masih kafir, dan yang sudah muslim pun adalah orang-orang yang baru saja memeluk Islam. Hal ini pun sama sekali baru bagi mereka [kaum Ansar] yaitu suatu kaum membagikan hartanya kepada selain mereka. Akibat pembagian harta ini, alih-alih menumbuhkan kebaikan dan takwa
di hati mereka, justru menimbulkan keserakahan pada sebagian orang. Mereka mengerumuni Rasulullah saw. dan mulai menyusahkan beliau dengan tuntutan-tuntutan yang lebih banyak lagi, hingga sambil mendorong-dorong, mereka membawa beliau sampai ke sebuah pohon, dan seorang dari mereka bahkan menarik selendang yang ada di bahu beliau dan mulai memutarnya sedemikian rupa sehingga napas beliau mulai tersengal-sengal. Beliau bersabda, “Wahai manusia, seandainya aku memiliki lebih dari ini, niscaya aku akan memberikannya juga kepada kalian, kalian tidak akan pernah mendapatiku kikir atau pengecut.”
Kemudian beliau pergi ke tempat untanya dan mengambil sehelai bulu darinya lalu mengangkatnya tinggi-tinggi dan bersabda, “Wahai manusia, aku sedikitpun tidak membutuhkan harta kalian meskipun sebesar bulu ini, kecuali bagian seperlima, yang menurut hukum Arab adalah bagian pemerintah, dan seperlima bagian itu pun tidak aku belanjakan untuk diriku sendiri, melainkan itu akan dibelanjakan untuk keperluan-keperluan kalian semua. Dan ingatlah bahwa orang yang berkhianat akan dipermalukan di hadapan Allah pada hari kiamat karena pengkhianatannya itu.”
Orang-orang menuduh bahwa Muhammad Rasulullah saw. menginginkan kerajaan; apakah hubungan raja dan rakyat adalah seperti itu? Apakah di hadapan raja, seseorang dapat mendorong-dorong rajanya seperti itu, mengikat lehernya lalu mencekiknya? Siapa yang dapat menunjukkan teladan seperti ini selain para Rasul Allah? Tetapi, meskipun diperlakukan seperti itu, dan semua harta beliau bagikan kepada orang-orang miskin, namun masih saja ada orang-orang yang berhati keras yang tidak menganggap pembagian Rasulullah saw. sebagai pembagian yang adil. Cara umum Rasulullah saw. dalam pembagian harta ganimah adalah, beliau mengambil bagian khumus yaitu seperlima dari harta ganimah yang kemudian beliau saw. bagikan atau belanjakan menurut kebijaksanaan beliau, dan sisa harta seluruhnya dibagikan kepada semua yang ikut berperang, yang mana terdapat bagian yang berbeda antara prajurit pejalan kaki dan penunggang kuda, namun mengenai pembagian harta ganimah Hunain, ketika sebagian kaum Ansar mengajukan pertanyaan atau keberatan bahwa Rasulullah saw. tidak memberikan apa-apa kepada mereka dan memberikan kepada yang lain, maka timbul pertanyaan apakah beliau memang tidak memberikan sedikit pun dari harta ganimah kepada mereka yang ikut serta dalam perang? Ataukah beliau memberikan bagian mereka dan sisa harta dibagikan kepada yang lain.
Bagaimanapun juga, menurut pendapat tim peneliti kita, mereka menjelaskan, “Kami telah menelaah kitab-kitab sejarah nabi yang permulaan dan juga terpercaya, dan tidak ada satu pun yang memberikan jawaban yang jelas mengenai hal ini, namun dari penelaahan kitab-kitab sejarah nabi dapat diketahui bahwa Rasulullah saw. memberikan bagian kepada semua yang ikut berperang dalam bentuk empat ekor unta atau empat puluh ekor kambing, dan para penunggang kuda diberikan bagiannya, dan juga terdapat isyarat bahwa Rasulullah saw. telah memberikan harta dari bagian khumus kepada orang-orang untuk ta’līful-qulūb [meluluhkan hati], namun ada juga kemungkinan bahwa Rasulullah saw. tidak memberikan apa pun dari harta ganimah ini kepada siapa pun, yaitu tidak sesuai dengan kebiasaan umum, dan harta-harta ini tidak dibagikan di antara para peserta perang dan seluruh harta dibagikan kepada orang-orang lain sebagai bentuk ta’līful-qulūb, dan hal ini juga didukung oleh berbagai kitab sejarah nabi.
Kesan yang sama juga diperoleh dari sebuah kutipan Hazrat Muslih Mau’ud
r.a. sebagaimana telah dijelaskan bahwa beliau bersabda, “Setelah selesai dari perang-perang tersebut, harta-harta yang terkumpul dalam bentuk uang-uang yang diambil dari musuh yang telah kalah dan barang-barang yang ditinggalkan di medan perang, yaitu sebagaimana telah dijelaskan menurut kebiasaan, seharusnya Rasulullah saw. membagikannya di antara pasukan Islam, namun pada kesempatan ini beliau alih-alih membagikan harta-harta tersebut di antara kaum muslimin, justru membagikannya di antara penduduk Makkah dan sekitarnya. Dalam hadis-hadis terdapat riwayat-riwayat bahwa saat pembagian harta ganimah, seorang Arab pedalaman menghadap Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai Muhammad saw., penuhilah janji yang telah Anda buat kepada saya.” Rasulullah saw. bersabda, “Bergembiralah.” Orang tersebut berkata, “Anda sudah berkali-kali mengatakan hal yang sama yaitu bergembiralah. Seolah-olah Anda tidak memberikan apa-apa, hanya terus berkata saja.” Rasulullah saw. sangat tidak berkenan dengan ucapannya ini. Beliau memalingkan wajah beberkat beliau dari orang tersebut dan di sana berdiri Hazrat Abu Musa Asy’ari r.a. dan Hazrat Bilal r.a., lalu sambil menghadapkan wajah beliau kepada mereka berdua, beliau bersabda, “Dia telah menolak untuk menerima kabar gembira ini, sekarang kalian berdua terimalah.” Ketika keduanya mendengar hal tersebut, mereka segera berkata, “Wahai Rasulullah, kami telah menerimanya.” Setelah itu beliau saw. meminta diambilkan mangkuk air dan beliau membasuh tangan dan wajahnya di dalamnya, kemudian beliau saw. memberikan sisa air tersebut kepada Hazrat Abu Musa r.a. dan Hazrat Bilal r.a. sambil bersabda, “Kalian berdua minumlah air ini dan tuangkan juga pada wajah dan dada kalian dan bergembiralah.” Maka
keduanya mengambil mangkuk tersebut dan melakukan sebagaimana yang diperintahkan.
Di sini juga terlihat pemandangan yang menakjubkan dan patut dikagumi, mengenai ketulusan para istri suci Rasulullah saw. dan perolehan karunia dari dzat Rasulullah saw. yang penuh berkat, sebagaimana tertera: Di dekat sana, di dalam kemah, juga terdapat ummul-mu’minīn Hazrat Ummu Salamah r.a. Tampaknya seluruh peristiwa ini terjadi di dekat kemah Hazrat Ummu Salamah r.a. Beliau berkata kepada mereka dari balik tirai, “Untuk ibu kalian juga, (yaitu kepada dua orang sahabat tersebut, Hazrat Bilal r.a. dan Hazrat Abu Musa r.a.) sisakanlah juga air untuk ibu kalian juga”. Maka mereka pun menyisakan sedikit air dalam mangkuk untuk Hazrat Ummu Salamah r.a. juga.
Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah saw. dan dia melihat kawanan kambing yang sangat besar berada di sebuah lembah di antara dua gunung. Dia berkata kepada beliau saw, “Mohon berikanlah ini kepada saya.” Beliau saw. tanpa ragu-ragu memberikan semua itu kepadanya. Orang tersebut membawa kawanan kambing itu kepada kaumnya dan berkata, “Wahai kaumku, berimanlah kepada Muhammad saw. Beliau memberikan begitu banyak sehingga tidak ada rasa takut sedikit pun terhadap kemiskinan dan kekurangan.” Para penulis sejarah nabi telah menulis bahwa peristiwa ini juga terjadi pada kesempatan yang sama. Ini adalah riwayat hadis. Selain itu masih ada peristiwa-peristiwa lain yang insyaallah akan disampaikan kemudian.
Pada kesempatan ini saya ingin menyebutkan beberapa orang almarhum yang juga akan saya salatkan jenazahnya setelah Jumat. Yang pertama adalah almarhum Mukarram Fahimuddin Nasir Sahib yang merupakan mubalig jemaat di Romania. Beberapa hari yang lalu beliau wafat pada usia lima puluh dua tahun, innā lillāhi wa-innā ilaihi rāji‘ūn. Dengan karunia Allah Taala beliau adalah musi. Ahmadiyah masuk dalam keluarga beliau terjadi melalui kakek buyutnya Hazrat Mirza Alam Din Sahib yang mendapat karunia baiat kepada Hazrat Masih Mau’ud
a.s. melalui surat. Pertama, seorang imam Masjid, Nur Muhammad Sahib dari desa Lodhi Nangal yang terletak dekat Qadian datang setelah melakukan baiat kepada Hazrat Masih Mau’ud a.s. Setelah kembali ke desa beliau mengumumkan bahwa Imam Mahdi telah datang dan adalah sosok yang benar, maka terimalah ia. Setelah itu di antara orang-orang yang melakukan baiat melalui surat adalah Mirza Alam Din juga.
Fahim-ud-Din Nasir Sahib lulus dari Jamiah pada bulan Juni 1996 kemudian beliau ditugaskan di berbagai tempat di Pakistan dan kemudian beliau juga mengambil spesialisasi dalam Tafsir Quran.
Pada tahun 2006 beliau dikirim ke Romania dan sampai wafat beliau terus memperoleh taufik untuk berkhidmat di sana. Istri beliau Nasirah Fahim menulis: beliau adalah seorang suami yang istimewa. Beliau memahami perasaan saya tanpa saya mengatakannya; beliau adalah seorang ayah yang sangat perhatian.
Hal-hal menonjol dalam kehidupan beliau meliputi: hubungan yang erat dengan Allah Taala, tawakkal, ibadah, doa, kesabaran, semangat, bijaksana, penuh kasih sayang, dan semangat berkhidmat untuk agama, kesadaran untuk menunaikan kewajiban-kewajibannya, dan menyelesaikan setiap pekerjaan tepat pada waktunya. Beliau memiliki kecintaan dan keikhlasan yang mendalam dengan Khilafat. Sebelum setiap pekerjaan pribadi dan Jemaat beliau menulis kepada Khalifatul Masih untuk meminta bimbingan, dan beliau selalu mendidik anggota Jemaat serta anak-anaknya melalui teladan nyata. Cara beliau dalam menjelaskan sangatlah baik. Menunaikan salat tepat waktu, salat tahajud dan salat sunah adalah kebiasaan beliau. Bahkan dalam keadaan sakit yang parah pun perhatian beliau tetap tertuju pada menunaikan salat, dan di akhir hayat ketika penyakit beliau semakin parah; beliau terkena kanker. Saat berbicara pun sudah sulit, maka beliau memberi isyarat untuk membawa kertas dan menulis nasihat untuk beribadah dan berdoa di hadapan Allah Taala, bersujud di hadapan-Nya dalam setiap kesulitan dan kesusahan. Beliau menasihati istri dan anak-anaknya bahwa apapun yang terjadi, kalian jangan meninggalkan pintu Allah. Beliau selalu mengajarkan bahwa hanya kepada Allah kita harus meminta, jalinlah hubungan yang hidup dengan Allah Taala, bertemanlah hanya dengan-Nya, Dia tidak akan pernah meninggalkan kalian sendirian dalam kesulitan.
Beliau tidak pernah melewatkan kesempatan untuk melakukan tablig dan memperkenalkan Jemaat. Beliau selalu membawa literatur dan brosur untuk memperkenalkan Jemaat. Ketika pergi ke dokter-dokter di rumah sakit beliau juga melakukan tablig kepada mereka dan sangat bersyukur bahwa dirinya telah melakukan tablig kepada para dokter. Beliau selalu memiliki senyuman di wajahnya setiap saat, dan sangat ramah. Karena sifat beliau, setiap orang menjadi terpesona kepada beliau. Mendengar berita wafat beliau, tetangga-tetangga lokal Romania yang tinggal di dekat Rumah misi menangis sambil mengungkapkan perasaan mereka dan menunjukkan kesedihan yang mendalam. Bahkan selama sakit pun beliau terus menjalankan tugas-tugas jemaat, hingga dua hari sebelum
wafat, padahal kesehatan beliau sangat lemah, sesak napas, dan sulit makan minum, namun beliau tetap menulis surat-surat Jemaat dan membalas email-email, bahkan beliau juga membalas sebuah email yang mendesak. Keinginan beliau adalah agar Jemaat di Romania menjadi kuat, dan dengan mempertimbangkan kondisi negara, beliau juga terus berusaha mewujudkannya dengan rencana yang tepat.
Beliau berkata kepada anak-anak bahwa akhlak dan perilaku kalian harus sedemikian rupa sehingga menjadi sarana tablig. Beliau ingin menyelesaikan terjemahan Al-Quran dalam bahasa Romania, beliau telah menyelesaikan terjemahan satu setengah juz namun karena pekerjaan-pekerjaan lain, ini selanjutnya tidak dapat diteruskan, demikian pula beliau juga menerjemahkan kitab-kitab Hazrat Masih Mau’ud a.s. Kapan pun beliau bertemu dengan orang-orang setempat asli Rumania dari berbagai bidang, mereka selalu mengatakan bahwa bahasa beliau sangat sopan dan bermutu seperti yang biasanya diucapkan oleh para profesor yang mengajar di universitas. Kami melihat bahwa (orang-orang lokal di sana mengatakan) bahwa kami tidak pernah melihat seorang non-Rumania yang berbicara dengan bahasa yang begitu baik dan bagus, bahasa beliau sangat baik.
Ibu beliau, Safia Begum mengatakan, “Kakek dan nenek beliau, dari ibu, keduanya adalah sahabat Hazrat Masih Mau’ud a.s. Murabbi Sahib memiliki akhlak yang tinggi, setiap orang menyebutkan hal ini. Allah Taala telah menganugerahi beliau dengan kebaikan hati, kesabaran, dan semangat untuk pekerjaan-pekerjaan keagamaan.”
Beliau mengatakan, “Almarhum adalah seorang putra yang sangat patuh. Ayah beliau pernah bermimpi sebelum kelahiran bahwa ia menggendong seorang anak dan melihatnya bahwa di dahinya terdapat bulan dan bintang.” Kemudian beliau mengatakan, “Ketika menjadi murabbi, saat itu kami memahami bahwa insyaallah Taala beliau pasti akan bersinar suatu hari. Pada tahun 2006 beliau pergi ke Romania, beliau adalah mubalig pertama di Romania dan beliau juga mempelajari bahasanya dan telah mempelajarinya dengan sangat baik serta meraih gelar sarjana dari sana. Beliau telah melakukan pengkhidmatan yang besar untuk Jemaat, beliau telah mendaftarkan Jemaat di sana. Beliau mendirikan rumah misi dan tidak pernah duduk diam sampai pekerjaan hari itu selesai.”
Saudara beliau, Tuan Rafi-ud-Din mengatakan, “Setelah ujian matrikulasi, beliau sendiri tanpa disuruh siapa pun mendaftar ke Jamiah dan kemudian
menunaikan waqaf dengan cara yang sangat baik dan benar-benar menunaikannya. Beliau tidak pernah mengambil cuti dan tidak pernah mengambil liburan kecuali satu kali; beliau mengambil cuti ketika adik perempuan beliau yang kecil meninggal dunia.”
Putra beliau Mirza Lubaid menuturkan, “Saya masuk kuliah kedokteran, dan menghadapi kesulitan-kesulitan dan saya khawatir apakah saya akan menyelesaikan pendidikan ini atau tidak. Beliau setiap hari menelepon saya dan memberikan semangat. Beliau menasihati untuk membaca sholawat, rutin salat tahajud, membaca doa-doa, menasihati untuk bekerja keras dan dengan cara ini beliau sangat mendorong saya.”
Putra beliau yang lain, Danish, mengatakan, “Siapa pun yang bertemu dengan beliau, setelah mendengar berita wafat langsung menangis dan berkata bahwa almarhum adalah orang yang sangat saleh dan bertakwa. Beliau sangat penyayang.”
Mubaligh Latvia menulis, “Almarhum sangat pekerja keras, berakhlak mulia dan periang. Sifat beliau yang rendah hati, tawaduk dan sederhana membuat setiap orang kagum kepada beliau. Dalam diri beliau terdapat semangat yang tinggi. Senyuman senantiasa terbersit di wajah beliau. Di negara beliau Rumania terdapat beberapa mahasiswa dari negara-negara lain yang tinggal untuk tujuan pendidikan, kepada mahasiswa-mahasiswa tersebut pun beliau bersikap sangat kasih sayang dan penuh cinta.”
Taswir Javid Sahib, yang sebelumnya mahasiswa kedokteran dan sekarang telah menjadi dokter mengatakan, “Untuk membina rohani para mahasiswa beliau datang dengan perjalanan kereta atau bus berjam-jam lamanya ke universitas/sekolah tinggi di mana para mahasiswa Ahmadi sedang belajar. Beliau sangat memperhatikan penghematan uang Jemaat sampai-sampai beliau mengumpulkan karton dan berbagai barang lainnya dan membuat mimbar sendiri agar uang jemaat dapat dihemat. Dalam penyakit yang parah pun sampai saat-saat terakhir meskipun dengan kesulitan yang besar beliau tetap disiplin mengerjakan salat. Beliau adalah sosok yang sangat sederhana dan rendah hati. Kepada anak-anak pun beliau berusaha mengajarkan kesopanan dan kerendahan hati.”
Dari Rumania ada seorang yang bernama Azeem Roman Shams. Dia berkata, “Suatu ketika saya menghadapi ujian yang sangat sulit, saya ragu apakah saya bisa lulus, Murabbi Sahib menenangkan saya dengan mengatakan, ‘Anda
jangan khawatir, seminggu sebelum ujian saya akan menjelaskan poin-poinnya kepada Anda sehingga insya Allah Anda akan berhasil,’ dan memang saya mendapat manfaat darinya.”
Adeel Adnian Sahib, seorang mubayyin baru dari Rumania, berkata, “Ketika saya membawa beliau ke rumah sakit, keesokan harinya beliau meminta bantuan saya untuk suatu tugas jemaat yang mengharuskan kami pergi ke kota terdekat. Ketika kami pergi untuk pekerjaan tersebut, dalam perjalanan, sambil membicarakan berbagai topik, pada suatu kesempatan, selama beberapa menit, dalam keadaan penuh gelora Murabbi Sahib berkata kepada saya, ‘Jika na‘ūżubillāh terjadi sesuatu kepada saya, maka saya ingin dikuburkan di sini (ini agar diingat bahwa beliau pernah tinggal di sini dan beliau telah menciptakan perubahan positif disini).’” Kemudian dia menulis, “Meskipun kesehatan semakin memburuk, beliau selalu bekerja di laptop-nya, menulis surat sendiri, dan berusaha sepenuhnya untuk melanjutkan pekerjaannya. Beliau selalu lebih peduli terhadap agama Allah dan orang lain. Sampai nafas terakhirnya tidak pernah sedetik pun memikirkan dirinya sendiri.”
Kemudian mubayyin baru tersebut menulis, “Saya melihat Murabbi Sahib mengorbankan waktu dan tidurnya untuk orang lain. Beliau selalu bersyukur karena mendapat kesempatan untuk mengkhidmati orang lain.” Dia berkata, “Saya tidak pernah mendengar dari mulutnya sedikit pun kata buruk tentang siapa pun. Sambil menangis, beliau tidak hanya mendoakan keluarganya sendiri tetapi juga untuk Jemaat Rumania, kami, dan para anggotanya. Beliau tidak pernah mengambil cuti sehari pun dan tidak pernah ingin beristirahat berlebihan karena beliau berkata bahwa ini adalah kewajibannya untuk mengkhidmati Jemaat dengan kemampuan terbaiknya dalam segala hal meskipun untuk itu beliau harus mengorbankan tidur atau kesehatannya sebanyak apa pun. Beliau selalu bertawakal sepenuhnya kepada Allah Taala. Beliau juga memberikan nasihat dan dorongan kepada orang lain untuk banyak berdoa dan bertawakal demi pertolongan-Nya.”
Mubayyin Baru tersebut menulis, “Bagi saya Murabbi Sahib bukan hanya seorang murabbi tetapi seperti seorang ayah. Beliau adalah pembimbing rohani yang luar biasa bagi saya dan seorang sahabat yang sangat baik dan dekat”.
Inilah sifat-sifat murabbi yang dijelaskan oleh seorang Mubayyin baru dan inilah tarbiyat dan teladan yang menciptakan kemudahan dalam tablig dan tarbiyat serta menghasilkan buah. Beliau berkorban demi agama di negeri asing, dan untuk
itu dalam hal ini kedudukan beliau juga adalah kedudukan seorang syahid. Sampai nafas terakhir beliau memenuhi janji kesetiaan dan memenuhinya dengan baik. Saya juga selalu melihat di wajah beliau yang selalu tersenyum. Maulvi Ubaidullah Sahib, saat wafat di medan pengkhidmatan di Mauritius, Hazrat Muslih Mau’ud r.a. ketika menyebut beliau, juga memberikan nasihat kepada Jemaat bahwa orang-orang seperti ini adalah syahid dan kita harus mengambil pelajaran dari almarhum. Sungguh Faheem Nasir almarhum juga memiliki sifat yang seperti itu, dan ini adalah teladan, dan menjadi pelajaran, khususnya bagi waqifin zindegi ini adalah teladan. Semoga Allah Taala meninggikan derajat almarhum dan memberikan kesabaran kepada istri, anak-anak dan ibunya semuanya.
Almarhum kedua adalah Mukarram Abdul Aleem Faruqi Sahib. Beliau adalah putra Abdul Rasheed Faruqi Sahib dari Kanada. Beberapa hari yang lalu beliau wafat, innā lillāhi wa-innā ilaihi rāji‘ūn. Almarhum adalah musi. Kewafatan beliau juga terjadi dengan cara di mana ada tiga perampok bersenjata yang masuk ke rumahnya. Beliau sedang tidur di kamarnya. Istri dan tiga anak berada di bawah. Anak laki-laki juga berada di kamarnya. Para perampok mengambil semua telepon mereka. Almarhum terbangun mendengar keributan. Seorang perampok masuk ke kamarnya. Almarhum ingin menakut-nakuti perampok tersebut, lalu pada saat itu juga dia memukul hidung dan bahu beliau dengan tongkat dan melarikan diri. Pada saat itu almarhum hendak menuju ke kamar putranya, lalu seorang perampok yang berdiri di dekat tangga dan menembaknya dua kali, satu peluru mengenai dekat jantung almarhum dan menembus tubuh hingga tembus. Di tempat itu juga beliau wafat. Innā lillāhi wa-innā ilaihi rāji‘ūn.
Beliau adalah cucu dari para sahabat Hazrat Masih Mau’ud a.s. yaitu Hazrat Maulvi Qudratullah Sahib Sanori dan Hazrat Maulvi Muhammad Husain Sahib. Beliau adalah anggota Jemaat yang aktif. Rajin dalam salat lima waktu dan tahajud, dan da’i ilallah yang bersemangat. Beliau mendapat karunia untuk berkhidmat sebagai Sekretaris Lokal Tablig di wilayahnya. Pada saat itu beliau sedang berkhidmat sebagai ketua jemaat lokal. Yang ditinggalkan selain istrinya adalah seorang putra dan tiga putri.
Zakariya Khan Sahib, Missionary In Charge yang merupakan kerabat beliau menulis, “Beliau adalah sosok yang bersifat baik dan bermanfaat bagi manusia. Istrinya memberitahu bahwa beliau rajin dalam salat tahajud, Melaksanakan salat lima waktu dengan disiplin, dan Beliau adalah da’i ilallah yang
bersemangat. Meskipun larut dalam kesibukannya, siang malam beliau tetap sibuk dalam pekerjaan-pekerjaan Jemaat. Beliau berlomba-lomba mengambil bagian Dalam pengorbanan harta, memiliki hubungan kesetiaan yang mendalam Dengan Khilafat.”
Istrinya, Maryam Sahibah, menulis bahwa beliau adalah suami yang baik, dari beliau saya banyak belajar dalam hidup. Beliau memiliki kegemaran yang besar untuk bertablig dan memiliki semangat tablig yang mengagumkan. Selalu memikirkan rencana-rencana tablig yang baru dan berusaha merealisasikannya. Beliau telah menulis juga tentang hubungan dengan Khilafat. Dengan tetangga-tetangga dan dengan penduduk lokal, beliau memiliki pergaulan yang sangat baik dan semua orang mengaguminya. Beliau berwatak riang dan penyayang. Di rumah, beliau selalu menunaikan salat berjamaah. Kepada anak-anak juga memberikan nasihat tentang hal itu.
Putrinya, Azma berkata, “Beliau selalu memikirkan baik hal-hal kecil hingga keperluan-keperluan besar. Sepanjang hari, baik dalam pekerjaan jemaat maupun apapun juga, meskipun larut dalam kesibukan, namun pada malam hari ketika waktu tidur beliau datang ke kamar kami dan bertanya serta menanyakan kabar kami bagaimana waktu berlalu, salat-salat dan lain-lain dijalankan atau tidak. Beliau juga menceritakan Tentang kegiatan dirinya sendiri. Jadi ada suasana persahabatan dengan kami.”
Putera beliau, Kazim menuturkan, “Bagi kami, ayah adalah role model dan saya akan berusaha insya Allah berjalan mengikutinya. Untuk tablig, kami setiap hari biasa pergi di hari minggu. Di mana pun ada kesempatan, beliau memasang stan tablig dan beliau juga menyuruh saya menghafal Quran.”
Shajar Faruqi Sahib yang ada di sini dan merupakan keponakan beliau, juga telah menulis hal yang sama, semua kebaikannya adalah sebagaimana telah disebutkan. Beliau adalah manusia yang memiliki hati yang bersih, berakhlak mulia, dan ketika umrah pun, (beliau diberi taufik untuk berumrah) maka di sana pun orang-orang berkata bahwa mereka telah melihat kekhusyukan dan perhatian dalam ibadah seperti ini pada beliau yang patut dipuji. Beliau juga memiliki perhatian terhadap pendidikan putri-putrinya. Ketika putrinya berumur 15 tahun maka beliau bertanya kepada saya apakah kepadanya perlu diberikan telepon atau tidak dan kemudian ketika petunjuk-petunjuk saya sampai kepada mereka maka sesuai dengan itu mereka mengamalkannya. Beliau adalah orang yang melihat setiap hal dengan teliti. Selain candah-candah wajib, dalam gerakan-gerakan
keuangan lainnya, dengan hati yang sangat lapang, beliau berkhidmat dengan penuh semangat.
Di Pakistan juga, untuk mengkhidmati orang-orang miskin, beliau biasa mengirimkan uang dalam jumlah besar. Ibunya menuturkan: anakku adalah ahmadi yang rela berkorban dan yang memiliki kecintaan yang mendalam terhadap Khilafat. Dalam setiap hal, beliau mengutamakan kebenaran. Kepada setiap orang kecil maupun besar beliau bersikap penuh kasih sayang. Beliau memiliki semangat yang besar untuk betablig. Setiap hari minggu beliau pergi untuk tablig. Beliau adalah orang yang melaksanakan tahajud dan menolong orang lain. Ibunya berkata, “Kecintaan beliau terhadap salat berjamaah sangat besar sehingga kadang-kadang beliau menelepon saya dari pekerjaannya dan berkata, jika Anda belum salat maka tunggulah saya akan datang kita akan shalat bersama-sama”.
Semoga Allah Taala memberikan ampunan dan rahmat kepadanya. Semoga kepada ibu dan istri anak-anaknya diberi kesabaran. Semoga anak-anak mereka menjadi orang-orang yang mengikuti teladan dirinya dan menuruti harapan-harapannya.1
Khotbah II:
اَلْحَمْدُ ِللهِ نَحْمَدُهٗ وَنَسْتَعِيْنُهٗ وَنَسْتَغْفِرُهٗ وَنُؤْمِنُ بِهٖ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَّهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهٗ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهٗ – وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهٗ وَرَسُوْلُهٗ -عِبَادَ اللهِ! رَحِمَكُمُ اللهُ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذكَّرُوْنَ أُذكُرُوْ االلهَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
1 Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Shd., Mln. Fazli Umar Faruq, Shd. Editor: Mln. Muhammad Hasyim