MERUPAKAN SUATU MISTERI dari sifat Rabbubiyat bahwa ciptaan mewujud melalui firman Allah. Kita bisa memahaminya sebagai pengertian bahwa fungsi ciptaan merupakan refleksi dari firman Allah atau firman Allah itu sendiri yang mengambil bentuk ciptaan berdasarkan Kekuasaan Allah. Kata-kata yang ada di dalam Al-Quran bisa ditafsirkan menurut kedua pengertian tersebut. Di beberapa tempat dalam Kitab Suci Al-Quran dikatakan bahwa apa yang telah diciptakan itu disebut sebagai firman Allah yang melalui manifestasi dari sifat Rabbubiyat telah memperoleh bentuk dan sifat karakteristik sebagai benda ciptaan. Hal ini merupakan salah satu misteri sifat penciptaan yang tidak terlalu mudah dicerna oleh penalaran.
Bagi rata-rata orang kiranya cukup untuk memahami bahwa apa pun yang diinginkan oleh Allah Yang Maha Kuasa akan mewujud dan bahwa semuanya ini merupakan hasil ciptaan-Nya yang bersumber pada Kekuasaan-Nya. Bagi orang-orang yang mengerti yang telah melalui proses pendisiplinan diri serta dengan bantuan kasyaf, misteri penciptaan tersebut menjadi lebih jelas. Mereka menyadari bahwa semua rohani dan jasmani merupakan firman Allah yang melalui Kebijakan Ilahi telah diberi jubah sebagai benda ciptaan. Namun prinsip dasar yang harus dipatuhi adalah faktor yang berlaku, baik bagi penalaran atau pun kasyaf, bahwa Tuhan adalah Pencipta segalanya dimana rohani dan jasmani tidak bisa mewujud tanpa Dia. Istilah yang digunakan dalam Kitab Suci Al-Quran dalam konteks ini bersifat multifaset, namun secara konklusif dan pasti menjelaskan bahwa semuanya mewujud melalui Allah Yang Maha Kuasa dan tidak ada apa pun yang bisa eksis tanpa Dia atau berdasar kemampuannya sendiri. Cukuplah pandangan ini untuk tahapan awal. Setelah itu, mereka yang kemudian berkelana melalui berbagai tingkat pemahaman, misterinya akan dibukakan secara bertahap setelah mereka berupaya sebagaimana firman-Nya:
وَالَّذينَ جاهَدوا فينا لَنَهدِيَنَّهُم سُبُلَنا ۚ
‘Tentang orang-orang yang berjuang untuk bertemu dengan Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami’ (QS.29 Al-Ankabut:70).
(Surma Chasm Arya, Qadian, 1886; Rohani Khazain, vol. 2, hal. 42-43, catatan kaki, London,1984).
***
“PERLU DIJELASKAN bahwa ketika Tuhan yang menjadi sumber dari segala kausa dan terhadap Wujud siapa segala bentuk ciptaan ini terkait, jika Dia melakukan gerakan ke arah penciptaan sesuatu dimana gerakan itu dalam skala penuh maka semua ciptaan-Nya akan merasakan gerakan tersebut. Kalau gerakan tersebut bersifat parsial maka gerakannya hanya kepada suatu sektor tertentu di alam ini. Hubungan antara keseluruhan ciptaan dan alam kepada Allah Yang Maha Agung dan Maha Terpuji, mirip dengan hubungan yang ada di antara rohani dan jasmani. Sebagaimana semua anggota tubuh mengikuti arahan dari rohani dan bergerak ke arah mana rohani bergerak, hubungan yang sama ada di antara Allah Yang Maha Perkasa dengan ciptaan-Nya.”
“Meskipun aku tidak menyatakannya sebagaimana dikatakan pengarang Fusus[1] tentang Wujud Utama bahwa Dia menciptakan segala sesuatu dan Dia adalah juga menjadi segala sesuatu ciptaan-Nya tersebut, namun aku akan mengatakan bahwa:
‘Dia menciptakan segala sesuatu dan Dia mirip dengan segala sesuatu ciptaan-Nya tersebut. Alam semesta ini seperti ruangan amat besar yang dilandasi dengan lempengan kaca yang mulus. Sebuah Kekuatan yang Maha Akbar mengalir di bawah permukaannya dan melakukan apa pun yang dikehendaki-Nya.’ Dalam pandangan seorang yang cupat, semua hal di alam ini dikiranya mewujud dengan sendirinya. Mereka menganggap bahwa matahari, bulan dan bintang- bintang mewujud dengan sendirinya, padahal semua bentuk eksistensi adalah milik-Nya semata.’
“Yang Maha Bijaksana telah mengungkapkan misteri ini kepadaku bahwa keseluruhan alam semesta berikut semua partikelnya dirancang untuk melaksanakan apa pun yang diniatkan oleh Maha Sumber Kausa sebagaimana anggota tubuh yang tidak bisa bergerak dengan sendirinya tanpa pasokan kekuatan sepanjang waktu oleh Ruh yang Maha Akbar, karena semua fungsi tubuh hanya bisa beroperasi di bawah kendali rohani atau jiwa. Alam semesta ini merupakan substitusi dari anggota tubuh Sang Maha Wujud. Ada beberapa hal di alam ini yang seolah menjadi Nur dari Wujud-Nya, baik Nur yang bersifat langsung atau pun yang tersembunyi, tergantung keinginan-Nya. Sebagian di antaranya seolah tangan-Nya, sebagian lagi seperti sayap-Nya dan ada pula yang seperti tiupan nafas-Nya. Singkat kata, alam ini secara kolektif adalah mirip dengan tubuh bagi Allah Yang Maha Kuasa, dimana semua kehidupan dan keagungan tubuh ini bersumber pada Ruh yang Maha Akbar tersebut yang menjadi Pemeliharanya. Apa pun gerakan yang diniatkan oleh Sang Maha Pemelihara akan mewujud di seluruh bagian atau pun pada beberapa bagian tubuh tertentu tersebut sebagaimana diniatkan oleh-Nya.”
“Untuk mengilustrasikan keadaan ini, kita bisa membayangkan Sang Pemelihara alam semesta ini sebagai Wujud Akbar yang memiliki tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya yang tidak terbilang dengan panjang dan lebar yang tidak terbatas. Sebagaimana ibarat gurita, Wujud yang Maha Akbar ini memiliki tentakel yang menyebar ke seluruh pelosok dunia kehidupan yang menarik keseluruhannya kepada tentakel tersebut. Anggota tubuh ini disebut sebagai alam semesta. Ketika Sang Pemelihara alam semesta melakukan gerakan, penuh atau pun parsial, maka gerakan itu akan menimbulkan gerakan di anggota-anggota tubuh-Nya dan Dia memanifestasikan rencana-Nya melalui anggota tubuh tersebut dan tidak melalui sarana lain lagi. Demikian itulah realitas kerohanian dimana semua bagian dari ciptaan tunduk kepada rencana Allah swt melalui mana Dia mengungkapkan rancangan rahasia-Nya dalam perwujudannya dan melaksanakannya dengan kepatuhan yang sempurna. Kepatuhan tersebut sama sekali tidak berdasarkan paksaan atau pun pengaturan.
Segala sesuatunya tertarik ke arah Allah Yang Maha Kuasa seolah-olah ditarik oleh daya magnet dimana semua partikel cenderung kepada-Nya sebagaimana anggota-anggota tubuh yang berbeda cenderung kepada tubuhnya itu sendiri. Dengan demikian benarlah adanya bahwa keseluruhan alam semesta adalah mirip anggota tubuh Sang Wujud Maha Akbar dan karena itu juga Dia disebut sebagai Pemelihara alam semesta. Sebagaimana rohani menjadi pemelihara dari jasmani, maka Dia itu menjadi Pemelihara seluruh ciptaan. Jika tidak demikian adanya maka keseluruhan sistem akan ambruk. Segala sesuatu yang diniatkan oleh Sang Pemelihara, baik yang nyata atau pun tersembunyi, baik yang berkaitan dengan keimanan atau pun duniawi, dimanifestasikan melalui ciptaan-Nya dan tidak ada rancangan-Nya yang dimanifestasikan di dunia ini kecuali melalui sarana tersebut. Inilah yang disebut sebagai hukum alam yang abadi yang telah berfungsi sejak awalnya.”
(Tauzih Maram, Amritsar, Riyaz Hind Press; Rohani Khazain, vol. 3, hal. 88-91, London, 1984).
***
“TIDAK BISA DIBANTAH bahwa apapun sifat-sifat yang terdapat secara fisik dan fana dalam benda-benda langit dan segenap unsur, secara kerohanian dan abadi ada di dalam Wujud Allah Yang Maha Kuasa. Jelas bagi kita bahwa matahari, bulan dan lain-lainnya tidak mempunyai arti sama sekali dalam dirinya sendiri. Yang menjadikannya berarti adalah Kekuasaan Akbar yang beroperasi di belakang layar. Adalah Dia yang telah menggunakan bulan sebagai tabir dari Wujud-Nya ketika mengaruniakan cahaya di malam yang gelap, sebagaimana juga ketika Dia masuk ke dalam hati yang gelap membawa pencerahan dan Dia sendiri lalu berbicara di dalam diri orang bersangkutan. Adalah Dia yang menyelimuti Kekuasaan-Nya dengan matahari yang menjadikan siang hari sebagai manifestasi nur akbar dimana Dia memanifestasikan karya-Nya dalam berbagai musim di bumi. Adalah Kekuasaan- Nya yang turun dari langit dengan nama hujan yang menghijaukan tanah yang kering dan memberi minum mereka yang kehausan. Adalah Kekuasaan-Nya yang menyala dalam bentuk api, menyegarkan pernafasan dalam bentuk udara, menjadikan bunga mekar, mengangkat awan ke atas dan menyampaikan suara ke telinga. Adalah Kekuasaan-Nya yang muncul dalam bentuk bumi yang memikul di punggungnya berbagai bentuk spesies seperti manusia dan hewan. Namun semua hal itu bukanlah Tuhan. Semuanya itu adalah ciptaan-Nya.
Kekuasaan Tuhan bergerak sebagaimana tangan menggerakkan pena. Kita bisa mengatakan bahwa pena itu menghasilkan tulisan, namun bukan pena itu sendiri yang menulis, adalah tangan yang memegangnya yang melakukan penulisan. Kita bisa mengatakan bahwa sebongkah besi yang dipanggang di dalam api, terlihat sebagai api karena bisa membakar dan bercahaya, tetapi semua itu bukan sifat-sifat dari besi melainkan sifat dari api. Begitu pula, memang benar bahwa semua benda di langit dan di bumi serta semua partikel dari dunia bawah atau atas yang bisa terlihat dan dirasa, karena sifat-sifatnya lalu dianggap sebagai sifat Tuhan. Adalah Kekuasaan Allah swt yang tersembunyi di dalam ciptaan tersebut dan memanifestasikan dirinya. Semua itu pada awalnya adalah firman Allah swt yang melalui Kekuasaan-Nya dimanifestasikan dalam berbagai bentuk. Seorang yang bodoh akan bertanya, bagaimana firman Allah diwujudkan. Apakah Tuhan tidak menjadi berkurang karena perwujudan itu memisah dari Diri-Nya? Ia harus menyadari bahwa api yang diperoleh dari matahari melalui suryakanta (kaca pembesar) sama sekali tidak akan mengurangi sosok matahari tersebut. Begitu pula buah-buahan yang berkembang akibat pengaruh sinar bulan tidak akan mengurangi sosok bulan itu sama sekali. Inilah rahasia pemahaman Tuhan yang menjadi sentra dari segala masalah kerohanian bahwa dunia diciptakan melalui firman Allah.”
(Nasimi Dawat, Qadian, Ziaul Islam Press, 1903; Rohani Khazain, vol. 19, hal. 423-424, London, 1984).
***
“KETIKA AKU MEMPERHATIKAN semua benda-benda langit yang besar itu dan merenungi keajaiban mereka masing- masing, dan aku menyadari bahwa semua itu diciptakan dalam rancangan dan niat Allah swt , tanpa sadar bathinku berseru: ‘Wahai Allah Yang Maha Kuasa, betapa agung kekuasaan-Mu. Betapa ajaibnya dan di luar kemampuan nalar semua karya- Mu. Alangkah bodohnya ia yang menyangkal Kekuasaan-Mu, dan alangkah bodohnya ia yang bertanya: “Dari bahan apakah Dia itu membuat semua ini?”
(Nasimi Dawat, Qadian, Ziaul Islam Press, 1903; Rohani Khazain, vol. 19, hal. 425, catatan kaki, London, 1984).
***
“Realitas dari Ketuhanan Allah Yang Maha Kuasa ialah Dia itu merupakan Wujud yang menjadi sumber dari semua berkat dimana semua mahluk mengandalkan eksistensinya kepada-Nya. Karena itulah maka Dia itulah satu-satunya yang patut disembah dan kita bersuka hati jika Dia memiliki hati, jiwa dan raga kita karena kita ini tidak ada artinya apa-apa jika bukan karena Dia yang mewujudkan kita. Dia yang telah mewujudkan kita dari ketiadaan adalah yang sebenar-benarnya Tuhan kita.”
(Shahnah Haq, Riadh Hind Press, N.D.; Rohani Khazain, vol. 2, hal. 428-429, London, 1984).
***
“SALAH SATU SIFAT khusus dari kekuasaan Allah s.w.t yang menjadi dasar mengapa Dia disebut sebagai Tuhan adalah yang berkaitan dengan penciptaan kemampuan atau kapasitas jasmani dan rohani. Sebagai contoh, ketika Dia memberkati mahluk-Nya dengan mata untuk penglihatan maka Keagungan- Nya yang utama bukan hanya pada penciptaan mata saja tetapi pada adanya kemampuan tersembunyi partikel-partikel di dalam tubuh mahluk itu yang memiliki kemampuan atau mendukung kinerja penglihatan. Jika semua kekuatan itu ada dengan sendirinya maka Tuhan tidak mempunyai arti apa-apa. Jelas keliru untuk menganggap bahwa kemampuan penglihatan ada dengan sendirinya dan Tuhan tidak memiliki saham dalam penciptaannya. Jika partikel-partikel alam semesta ini tidak memiliki kemampuan tersebut maka sifat Ketuhanan dari Allah swt menjadi tidak berarti. Kenyataannya adalah bahwa Dia sendirilah yang telah menciptakan semua kapasitas dari jiwa serta partikel-partikel alam semesta ini, dan Dia terus saja mencipta mereka beserta dengan sifat-sifatnya. Ketika sifat-sifat ini dipertemukan maka akan muncul keajaiban-keajaiban. Karena itulah tidak ada penemu (inventor) siapa pun yang bisa menyamai Tuhan. Seorang penemu mesin lokomotif, telegram, fotografi, percetakan atau alat apa pun tidak akan pernah mengakukan bahwa tenaga yang menggerakan hasil temuannya itu berasal dari dirinya sendiri. Semua penemu selalu memanfaatkan kapasitas yang ada di alam, seperti lokomotif yang bekerja karena memanfaatkan tenaga uap. Perbedaannya adalah karena Tuhan sendirilah yang telah menciptakan kapasitas tersebut di dalam unsur-unsurnya sedangkan seorang penemu tidak akan mampu mencipta kekuatan dan kapasitas tersebut. Selama Allah swt tidak diyakini sebagai pencipta semua kekuatan dan kapasitas dari semua partikel di alam semesta ini beserta jiwa mahluk-Nya maka sifat Ketuhanan-Nya belum akan dimengerti karena Dia jadinya hanya dipahami sebagai kuli bangunan, tukang kayu, pandai besi atau penumbuk gabah, tidak lebih.”
(Nasimi Dawat, Qadian, Ziaul Islam Press, 1903; Rohani Khazain, vol. 19, hal. 383-384, London, 1984).
***
“KAMI BERSAKSI BAHWA keimanan dan pemahaman kami bertentangan sama sekali dengan pandangan dari kaum Arya Samaj yang menyatakan bahwa ruh dan semua partikel di alam berikut segala kapasitasnya adalah suatu yang bersifat abadi dan mewujud dengan sendirinya serta tidak diciptakan. Sudut pandangan demikian itu bersifat merusak bagi hubungan di antara Tuhan dengan segenap mahluk-Nya. Pandangan menjijikkan ini merupakan suatu hal yang baru yang diperkenalkan Pandit Dayanand[2]. Kami belum tahu seberapa jauh pandangan tersebut bisa dikatakan bersumber dari kitab Veda mereka. Apa yang kami pahami setelah melakukan penelitian dan perenungan yang mendalam adalah menyimpulkan bahwa prinsip pandangan kaum Arya Samaj tersebut sulit diterima akal sehat.”
“Pandangan yang dikemukakan oleh kaum Sanatan Dharm walaupun telah dirusak oleh dongeng-dongeng dalam kitab Veda yang menjadikan orang meragukannya, tetapi sebenarnya masih memiliki kejernihan kebenaran di dalamnya. Jika doktrin mereka ini disederhanakan maka akan berbunyi bahwa semua ini diciptakan oleh wujud Tuhan. Dengan demikian bisa dipastikan bahwa dari pandangan kaum Sanatan Dharm kita bisa meyakini bahwa kitab Veda juga sebenarnya menyatakan jika semua ruh dan partikel jasmani serta kemampuan dan sifat-sifatnya itu semuanya berasal dari Tuhan.”
(Nasimi Dawat, Qadian, Ziaul Islam Press, 1903; Rohani Khazain, vol. 19, hal. 387, London, 1984).
***
“KITAB SUCI AL-QURAN mengajarkan kepada kita bahwa manusia bersama ruh dan seluruh kapasitas serta segenap partikel dari dirinya adalah ciptaan dari Allah swt . Karena itu berdasarkan petunjuk Al-Quran, kita ini sepenuhnya adalah milik Allah swt dimana kita tidak mempunyai hak menggugat apa pun atas wujud-Nya karena menganggap Dia tidak memberikan hal-hal yang dianggap sebagai tanggungjawab-Nya. Jika demikian adanya maka kita tidak bisa menganggap-Nya sebagai Yang Maha Adil. Mengingat kita ini pada dasarnya memang bertangan hampa, karena itu kita menyebut Diri-Nya sebagai Ar-Rahim. Jika kita merasa mempunyai hak atas Tuhan agar melakukan apa yang kita inginkan, kita tidak bisa menyebut-Nya lagi sebagai Yang Maha Adil karena jika Dia tidak melakukan apa yang kita inginkan maka Dia bisa dianggap sebagai telah melakukan kesalahan.”
(Chasma Marifat, Qadian, Anwar Ahmadiyyah Press, 1908; Rohani Khazain, vol. 23, hal. 36, London, 1984).
***
“Bukannya tanpa alasan jika Kitab Suci Al-Quran menyebut yang Maha Agung sebagai Penguasa dari semua ruh dan semua partikel jasmani yang bukan hanya semata-mata karena kekuasaan-Nya saja sebagaimana dikemukakan dalam kitab Veda. Kitab Al-Quran mengemukakan alasannya sebagai:
لَهُ مُلكُ السَّماواتِ وَالأَرضِ ۖ
‘Dia yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan seluruh langit dan bumi’ (QS.57 Al- Hadid: 3)
وَخَلَقَ كُلَّ شَيءٍ فَقَدَّرَهُ تَقديرًا
‘Dia telah menciptakan segala sesuatu dan telah menetapkan ukurannya yang tepat’ (QS.25 Al-Furqan: 3).
“Artinya bahwa langit dan bumi serta semua yang ada di dalamnya adalah milik Tuhan karena Dia-lah yang telah menciptakan semua itu. Dia telah menetapkan suatu batasan pada kemampuan dan kinerja dari semua mahluk ciptaan-Nya agar yang merasakan segala keterbatasan tersebut akan mengarah atau cenderung kepada Sang Pembatas yang adalah Allah Yang Maha Kuasa itu sendiri.”
“Jika kita perhatikan, jasmani dibatasi oleh keterbatasannya sendiri dan tidak bisa melampauinya, begitu juga dengan rohani yang bersifat terbatas dan tidak mampu menciptakan kekuatan atau kemampuan melebihi dari yang telah ditanamkan dalam diri mereka. Sebagai contoh, bulan menyelesaikan orbitnya dalam jangka waktu satu bulan sedangkan matahari menyelesaikannya dalam jangka waktu 365 hari. Matahari tidak bisa mengurangi orbitnya menjadi sebesar orbit bulan, begitu juga bulan tidak bisa mengembangkan orbitnya menjadi sebesar matahari. Walaupun seluruh isi dunia bersepakat mencoba merubah orbit kedua benda langit itu, nyatanya hal itu merupakan suatu yang tidak mungkin. Begitu juga bulan dan matahari itu tidak dapat merubah orbitnya dengan kekuatan atau maunya sendiri. Wujud yang membatasi benda-benda langit ini pada orbitnya masing-masing adalah Allah Yang Maha Kuasa.”
“Begitu juga dengan adanya perbedaan yang besar di antara tubuh manusia dengan tubuh gajah. Misalnya pun semua dokter bekerja sama mencoba merubah kapasitas manusia dalam wujudnya menjadi sebesar gajah, tidak akan mungkin mereka bisa melakukannya. Sama halnya jika mereka mencoba membatasi dimensi gajah menjadi sebesar manusia, akan menjadi sama mustahilnya. Dalam hal ini pun terdapat pembatasan seperti halnya pada matahari dan bulan dan pembatasan itu mengindikasikan adanya wujud Sang Pembatas. Wujud inilah yang mengaruniakan dimensi besar kepada gajah dan dimensi yang lain bagi manusia. Kalau saja manusia mau merenungi maka akan disadari adanya sistem pengendalian tersembunyi yang amat mengagumkan dari Allah Yang Maha Kuasa atas semua benda fisik yang ada. Kita bisa melihat bukti adanya pembatasan tersebut pada serangga yang demikian kecil sehingga harus dilihat di bawah mikroskop sampai hewan laut yang demikian besar yang bisa menelan perahu. Dari sini kita menyadari bahwa tidak ada hewan yang bisa melewati batas dari dimensi dirinya, sebagaimana juga dengan benda-benda langit. Semua bentuk pembatasan demikian menunjukkan bahwa di belakang layar ada Wujud yang menentukan batasannya. Hal inilah yang dimaksud dalam ayat:
وَخَلَقَ كُلَّ شَيءٍ فَقَدَّرَهُ تَقديرًا
‘Dia telah menciptakan segala sesuatu dan telah menetapkan ukurannya yang tepat’ (QS.25 Al-Furqan:3).
“Bentuk pembatasan yang sama selain pada dimensi fisik, juga berlaku di bidang rohani. Kita memahami sepenuhnya bahwa bentuk keluhuran rohani manusia dan kemampuan pengembangannya, tidak terdapat pada jiwa seekor gajah meski badannya demikian besar. Begitu juga ruh dari setiap hewan yang terbatas hanya pada batasan spesiesnya masing- masing di bidang sifat dan kapasitasnya. Semua pembatasan pada segala benda fisik mau pun pada kapasitas kerohanian ini mengindikasikan adanya wujud Sang Pembatas dan Sang Pencipta.”
(Chasma Marifat, Qadian, Anwar Ahmadiyyah Press, 1908; Rohani Khazain, vol. 23, hal. 17-19, London, 1984).
[1] Yang dimaksud adalah Ibn Al-Arabi atau nama lengkapnya Muhyi Addin Abdullah Muhammad Ibn Ali Ibn Muhammad Ibn Al-Arabi Al-Hatimi, digelari juga Asy-shaikh Al- Akbar, lahir 28 Juli 1165, meninggal 16 Nov. 1240. Dianggap sebagai tokoh tasauf Islam yang paling akbar. Karya monumentalnya adalah al-Futuhat a l-Makiyah (wahyu-wahyu Mekah) dan Fusus al-Hikam (Sudut-sudut Kebijakan). (Penterjemah)
[2] Dayanand Sarasvati (nama aslinya Mula Sankara), lahir 1824, meninggal 30 Okt. 1883.
Sosok asketik agama Hindu yang mencoba menafsirkan kembali ajaran kitab suci Hindu yaitu Veda. Mendirikan gerakan Arya Samaj pada tahun 1875. (Penterjemah)
Tulisan ini dikutip dari buku “Inti Ajaran Islam Bagian Pertama, ekstraksi dari Tulisan, Pidato, Pengumuman dan Wacana Masih Mau’ud dan Imam Mahdi, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as”. Neratja Press, hal 111-121, ISBN 185372-765-2