Pendakwaan Mirza Ghulam Ahmad as.
a. Pendakwaan Sebagai Nabi Dzilli dan Ummati Rasulullah saw
“… Dan aku bersumpah atas nama Dia bahwa seperti Dia telah bermukalamah mukhatabah (bercakap-cakap langsung, red.) dengan Ibrahim as, kemudian dengan Ishak as dan dengan Yusuf as dan dengan Musa as dan dengan Masih Ibnu Maryam dan sesudah beliau-beliau itu dengan Nabi kita Muhammad saw, yang demikian rupa keadaannya hingga kepada beliau telah turun wahyu yang paling cemerlang dari semuanya dan paling suci pula. Begitu pula Dia telah menganugerahkan kehormatan mukalamah-mukhatabah kepada diriku. Akan tetapi, kehormatan ini kuperoleh hanya semata-mata karena mengikuti Rasulullah saw. Seandainya aku bukan ummat Rasulullah saw, dan tidak mengikuti beliau, maka sekiranya ada amal-amalku besarnya seperti sejumlah gunung-gunung, namun demikian sekali-kali aku tidak akan mendapat kehormatan mukalamah-mukhatabah itu; sebab, pada waktu sekarang kecuali kenabian Muhammad, semua kenabian sudah tutup. Nabi yang membawa syariat tidak dapat datang lagi, akan tetapi nabi yang tidak membawa syariat adalah mungkin, namun syaratnya ialah ia ummati (bukan dari ummat lain).
Ringkasnya, atas dasar itu, aku adalah ummati juga, lagi pula nabi. Dan kenabianku, yakni, mukalamah-mukhatabah Ilahiyah adalah bayangan dari kenabian Rasulullah saw, dan tanpa itu kenabianku tiada artinya. Kenabian dari Nabi Muhammad saw itulah yang telah zahir pada diriku. Dan oleh karena aku hanya semata-mata Dzilli (bayangan) serta Ummati, maka hal demikian tidaklah mengurangi keagungan Rasulullah saw. ”[1]
[1] Hazrat Mirza Ghulam Ahmad a.s, Penampakan Kebesaran Tuhan, (Parung: Yayasan Wisma Damai, 1992) Cetakan ke IV, h.38-39