oleh Nasir Mahmood Malik, Sekretaris Nasional Tarbiyyat, yang disampaikan pada Jalsa Salana West Coast di Masjid Baitul Hameed, Chino, CA, pada 26 Desember 2009
“Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpah mereka yang sebenar-benarnya, bahwa jika engkau perintahkan kepada mereka, niscaya mereka akan keluar segera. Katakanlah ‘Janganlah bersumpah; apa yang dituntut dari kamu adalah ketaatan kepada apa yang benar. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui atas apa yang kamu kerjakan.” (QS An-Nur, 24:54)
Para tamu Masih Mau’ud (as) yang mulia:
Topik pidato saya adalah Pentingnya Ketaatan pada Nizam Jemaat (Sistem dan Organisasi JemaatAhmadiyah). Memahami topik ini dengan baik sangat penting untuk menjaga perdamaian dan keharmonisan dalam jemaat kita, serta untuk kemajuan akhlak dan rohani kita. Saya telah membagi pidato saya menjadi dua sub-topik, yaitu Nizam Jemaat dan Ketaatan.
Apa itu Nizam Jemaat?
Nizam Jemaat berarti Sistem atau Organisasi dari Jamaah Muslim Ahmadiyah. Tujuan utama dari sistem ini adalah untuk menyatukan pengikut sejati Masih Mau’ud, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad (as) dari Qadian, dalam satu persaudaraan global sehingga mereka dapat:
- Memperbaiki diri sesuai dengan ajaran Islam yang hakiki
- Menyebarkan pesan Islam hakiki ke seluruh dunia
- Melayani umat manusia demi meraih keridhaan Allah
Nizam ini dimulai pada 23 Maret 1889, ketika Hazrat Masih Mau’ud (as) mengambil bai’at dari murid-murid beliau. Sejak saat itu, seiring terus berkembangnya jamaah ini dalam ukuran dan kompleksitasnya, nizam Ahmadiyah pun turut berkembang.
Saat ini Nizam Jemaat telah berdiri di 193 negara dengan berbagai tingkat perkembangan dan kedewasaan. Setelah wafatnya Hazrat Masih Mau’ud (as), lima Khalifah, di bawah petunjuk Ilahi telah memimpin dan mengembangkan Nizam ini. Jadi Nizam ini merupakan buah yang lezat dari Khilafat Ahmadiyah.
Nizam Jemaat mencakup:
- Tujuan dan Sasaran
- Tradisi dan Budaya
- Bimbingan akhlak dan rohani (terkait Ibadah, Gaya Hidup, Interaksi Sosial, Rishta Naatah, perayan, …) – Tarbiyyat
- Skema dan campaign (Tabligh, Pengorbanan harta, Pelayanan Sosial)
- Struktur Organisasi (Jemaat & Badan – Lokal, Regional, Nasional, dan Internasional)
- Proses dan Prosedur Administrasi – Musyawarah (Shura), Hirarki kepemimpinan, Perbaikan (Islah), Peradilan (Qadha),…
- Program dan Prioritas (Jalsah/Ijtima/Pertemuan – Lokal, Regional, Nasional, Internasional; Harian, Mingguan, Bulanan, Tahunan)
- Anggota (kita semua)
Apakah Nizam ini sempurna? Tidak, karena yang menjalankannya adalah manusia. Namun tidak seperti sistem lain, akar, dukungan, dan perlindungan Nizam ini adalah dari Allah. Nizam ini berjalan untuk kebaikan anggotanya saat ini dan masa depan. Kita yang beruntung menjadi anggota Nizam beberkat ini memiliki kewajiban untuk mematuhi dan membuatnya lebih baik.
Apa itu Ketaatan?
Ketaatan berarti kepatuhan, ketundukan, penerimaan, kewajiban, rasa hormat, dan penghormatan. Menurut Al-Qur’an, ciri utama dari orang-orang beriman sejati adalah:
“Kami mendengar dan kami taat.” (QS Al-Baqarah 2:286)
Sikap “mendengar dan menaati” ini tidak di bawah paksaan apa pun. Konteks ayat ini menunjukkan bahwa sifat mukmin sejati ini merupakan hasil alami dari keimanan mereka kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, dan para Rasul-Nya. Sejarah para nabi dan pengikutnya menunjukkan bahwa tingkat dan perwujudan sifat ketaatan ini berbanding lurus dengan tingkat keimanan dan keyakinan mereka.
Pernyataan keimanan atau kesetiaan semata tidak akan berarti apa tanpa diiringi ketaatan penuh. Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menasihati para pengikut beliau:
“Janganlah bersumpah; apa yang dituntut dari kamu adalah ketaatan kepada apa yang benar.” (QS An-Nur, 24:54)
Di tempat lain, Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya dan orang-orang yang memegang kekuasaan di antaramu. (QS An-Nisa 4:60)”
Maka, ketaatan sepenuhnya terhadap Nizam Jemaat adalah wajib bagi setiap Muslim Ahmadi setelah baiat mereka. Janji Baiat yang ke-10 berbunyi:
“Akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini “Imam Mahdi dan Al-Masih Al-Mau’ud” semata-mata karena Allah dengan pengakuan taat dalam hal ma’ruf (segala hal yang baik) dan akan berdiri di atas perjanjian ini hingga mautnya, dan menjunjung tinggi ikatan perjanjian ini melebihi ikatan duniawi, baik ikatan keluarga, ikatan persahabatan ataupun ikatan kerja.”
Menjelaskan janji bai’at ini, Hazrat Khalifatul Masih Al-Khamis (aba) menjelaskan:
- Kalian harus ingat bahwa ikatan janganlah bersifat pasif, melainkan harus semakin kuat setiap hari.
- Kalian harus taat tanpa mengeluh. Kalian tidak berhak mengatakan bahwa hal ini tidak dapat dilakukan atau kalian saat ini tidak dapat melakukan ini dan itu.
- Ketika kalian telah berbaiat dan masuk ke dalam Nizam Jemaat, berarti kalian telah memberikan segalanya kepada Hazrat Masih Mau’ud (as).
- Janji ini sedemikian rupa sehingga semakin seseorang memikirkannya, semakin dalam ia tenggelam dalam kecintaan pada Hazrat Masih Mau’ud (as) dan semakin ia terikat dengan Nizam Jemaat.
Dalam menasihati mereka yang berbaiat pada tanggal 23 Maret 1889, Masih Mau’ud (as) bersabda:
“Mengucapkan kata-kata ini (bai’at) adalah mudah, tetapi menunaikannya dengan adil adalah sulit karena setan selalu sibuk berusaha membuat manusia lalai dalam beriman. Setan memperlihatkan dunia dan manfaatnya sebagai sesuatu yang mudah dijangkau, dan keimanan sebagai sesuatu yang jauh. Dengan cara ini, hati menjadi keras dan setiap kondisi berikutnya lebih buruk dari yang sebelumnya. (Dhikr-e-Habib, hlm. 436-438)
Oleh karena itu, setelah berbaiat dengan sungguh-sunguh, secara alami kita berkewajiban untuk menaati Nizam Jemaat. Namun, hal ini lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, terutama jika ketaatan dihadapkan dengan sesuatu yang bertentangan dengan keinginan dan harapan sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari, ketaatan kepada Nizam Jemaat secara praktis bermuara pada rasa hormat dan ketaatan pada pengurus lokal Nizam Jemaat. Dan, jika setan berhasil, ego pribadi, kesombongan, dan kecemburuan akan menjadi penghalang ketaatan, baik dalam bentuk rasa superioritas dalam hal pengetahuan dan ketakwaan diri, atau mentalitas sebagai korban akibat perlakuan yang dianggap tidak adil, atau beberapa perbedaan personal. Dalam situasi seperti ini, beberapa hadits harus diingat.
Hazrat Anas (ra) meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنِ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ
“Dengarlah dan taatilah sekalipun yang dijadikan pemimpin untuk kalian adalah seorang budak Habasyi, seolah-olah kepalanya seperti kismis.” (Bukhari, Kitabul Ahkam)
Hadits ini menyiratkan bahwa jika kita tidak memiliki tingkat ketaatan ini, kita bukan saja tidak menghormati dan menaati orang tersebut, kita juga tidak menghormati dan tidak menaati Nizam yang memberikan wewenang kepadanya.
Demikian juga, Abu Hurairah (ra) meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عَلَيْكَ السَّمْعَ وَالطَّاعَةَ فِي عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ وَمَنْشَطِكَ وَمَكْرَهِكَ وَأَثَرَةٍ عَلَيْكَ
“Wajib bagimu mendengarkan pemimpin dan menaatinya, dalam suka maupun duka, dengan suka rela atau tidak, dan bahkan ketika Anda diperlakukan tidak adil. (Shahih Muslim, Kitabul Imarah)
Untuk mempraktikkan tingkat ketaatan ini, kita harus memisahkan perbedaan pribadi kita dari Nizam Jemaat. Tentu saja, kita harus menyelesaikan perbedaan pribadi kita secepatnya daripada ditunda-tunda, dan lakukanlah hal demi Nizam Jemaat. Namun jika kita tidak bisa menghormati seorang pengurus sebagai pribadi, kita harus menghormati dan menaatinya sebagai wajah dari Nizam Jemaat.
Sebagai Muslim Ahmadi, kita semua adalah anggota Nizam ini dan banyak dari kita juga mengkhidmati Nizam ini dalam kapasitas tertentu. Jadi, mari kita tinjau apa yang diharapkan dari kita sebagai anggota dan sebagai pengurus.
Tugas Sebagai Anggota
Sebagai Anggota Nizam Jemaat, kita tidak hanya wajib taat pada Nizam ini, tetapi kita harus berusaha untuk menegakkan dan memperkuatnya melalui partisipasi aktif, mengutamakan kepentingan Nizam di atas semua kepentingan pribadi. Kita harus mencegah semua sinisme tentangnya, mengingat ketaatan terkait erat dengan penghormatan dan pengagungan.
Setiap pembicaraan yang tidak pantas, terutama di depan pemuda atau anggota baru, dapat merusak rasa hormat terhadap Nizam Jemaat, sehingga menghalangi ketaatannya yang semestinya. Kita tidak boleh bersikap tak acuh terhadap Nizam ini atau sibuk mengkritik, melainkan kita harus terlibat, menawarkan solusi, dan menjadi bagian dari solusi dengan menjadi sukarelawan.
Kita harus menghormati para pengurus dan pengkhidmat Nizam dan mengabaikan kekurangan mereka. Mereka mungkin tidak sempurna, tetapi mereka adalah yang terbaik yang kita miliki. Mereka telah memberikan banyak pengorbanan dan mendapatkan banyak kesulitan dikarenakan kebaikan mereka yang dilakukan semata-mata karena kecintaan pada Allah dan Nizam ini. Kita harus ingat bahwa mereka menghadapi perjuangan dan kekecewaan yang salam dalam kehidupan sehari-sehari seperti yang kita hadapi. Kita harus membantu mereka dalam mengkhidmati Nizam ini, dan berdoa supaya mereka menjadi lebih baik. Meskipun para pengurus dan relawan bukanlah penguasa, dua hadits berikut sangat bijak dan instruktif.
Ibnu Abbas (ra) meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَكَرِهَهُ فَلْيَصْبِرْ، فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ يُفَارِقُ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَيَمُوتُ إِلاَّ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Siapa yang melihat dari amir (penguasa) sesuatu yang tidak disukainya, hendaklah ia bersabar, sebab tidaklah seseorang meninggalkan jama’ah sejauh sejengkal, lantas ia meninggal dunia, melainkan ia mati jahiliyah.” (Bukhari Kitabul Ahkam)
Demikian pula, Auf bin Malik (ra) meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ
“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendoakan kalian dan kalian mendoakan mereka. Dan seburuk-buruknya pemimpin kalian adalah mereka yang membenci kalian dan kalian membenci mereka, mereka mengutuk kalian dan kalian mengutuk mereka.”(Muslim, Kitabul Imarah)
Mengenai hal ini, Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda:
“Jika penguasa adalah orang yang kejam janganlah kalian menjelek-jelekkannya; harus harus memperbaiki diri kalian, dan jadikan diri kalian lebih baik dalam segala hal. Allah akan menyingkirkannya atau menjadikannya orang yang lebih baik. Apa pun kesulitan yang dialami seseorang, adalah hasil dari perbuatan buruknya sendiri. Sebaliknya, sejauh menyangkut orang mukmin, Allah senantiasa menyertainya. Allah sendiri menyediakan segala sesuatu baginya. Saran saya kepadamu adalah, jadilah teladan dalam setiap kebaikan.” (Malfuzat, Vol. 2)
Oleh karena itu, jika kita benar-benar beriman, kita harus mencintai, menghormati, dan mendoakan semua pengurus dan pengkhidmat Nizam ini.
Cara proaktif lain untuk membangun dan memperkuat Nizam Jemaat adalah dengan lebih serius menganggap proses pemilihan sebagai tugas suci. Kita harus memiliki wawasan yang cukup tentang fungsi berbagai jabatan dan terlibat penuh dalam proses pemilihan. sungguh disayangkan bahwa terkadang pemilihan di pengurus lokal ditunda karena tidak quorum. Penundaan tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 50 % pemilih yang memenuhi syarat tidak menaruh kepedulian padanya. Kemudian, setelah pemilihan pengurus dilaksanakan, kita harus menghormati, mendukung dan bekerja sama dengan pengurus yang terpilih, terlepas dari apakah kita memilih orang tersebut atau tidak.
Tugas Pengurus
Sebagai pengurus Nizam Jemaat, kita berkewajiban menciptakan dan mengembangkan lingkungan yang membuat anggota lebih terikat dan menaati Nizam. Kita harus penuh kasih sayang, memaafkan, dan berdoa untuk para anggota. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, bermusyawarhlah dengan mereka.” (QS Ali Imran, 3:160)
Kita harus menghormati, menolong, dan melibatkan semua anggota serta meminta masukan dan bantuan mereka dalam urusan urusan Nizam. Kita harus memperhatikan kebutuhan fisik, akhlak, dan rohani mereka serta kesejahteraan mereka. Kita harus bersikap baik dan sopan terhadap mereka. Aisyah (ra) meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa:
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ
“Ya Allah, apabila seseorang yang diberi kekuasaan atas umatku bersikap keras terhadap mereka, maka bersikap keraslah kepadanya. Dan apabila seseorang tersebut bersikap baik terhadap mereka, maka bersikaplah baik terhadapnya.” (Muslim)
Begitu juga, kita harus berlaku adil dan bijaksana dalam menjalankan tugas-tugas Nizam. Abdullah ibn Amr ibn A’as (ra) meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Orang yang adil akan ditempatkan dalam barisan cahaya di hadapan Allah. Mereka adalah orang-orang yang berlaku adil dalam keputusan mereka, keluarga mereka, dan urusan yang dipercayakan kepada mereka.” (Muslim)
Singkatnya, sebagai pengurus Nizam Jemaat, kita harus senantiasa beristighfar dan memastikan bahwa tidak ada yang menjauh dari Nizam karena kekurangan atau ketidaksengajaan kita dalam bersikap.
Sekarang, mari kita alihkan perhatian kita dan merenungkan tujuan serta aspek kultural dari Nizam Jemaat. Dengan mengingat bahwa ketaatan berarti kepatuhan, ketundukan, persetujuan, kewajiban, penghormatan, dan penghargaan, mari kita bertanya pada diri kita sendiri seberapa taat dan patuh kita terhadap Nizam Jemaat dalam situasi-situasi praktis berikut:
- Menunaikan shalat berjamaah di masjid
- Membayar iuran Jama’at dan iuran badan-badan lainnya secara rutin.
- Menyebarkan pesan Islam Ahmadiyah kepada orang lain.
- Menghadiri berbagai program Jemaat dan program badan-badan
- Menjalankan berbagai petunjuk dari Jemaat terkait tata cara berpakaian dan interaksi sosial
- Menjalankan berbagai petunjuk Jemaat dalam proses rishta nata
- Menjalankan berbagai petunjuk Jemaat dalam berbagai perayaan, seperti pernikahan
- Menjalankan berbagai petunjuk Jemaat dalam menyelesaikan perselisihan pribadi atau keluarga.
Saudara-saudari Ahmadi Muslim yang terhormat, setelah berbaiat kita berkewajiban untuk menghormati dan menaati Nizam Jemaat sebaik-baiknya. Masih Ma’ud (as) telah menetapkan standar yang sangat tinggi bagi pengikut sejatinya. Hadhrat (as) menjelaskan bahwa wawasan yang dengannya para pengikutnya mengenali dan menerima beliau adalah seperti sebuah karamah (mukjizat).
Dengan cahaya yang diberikan Allah ini, seorang mukmin dapat melewati berbagai rintangan hidup dan tetap berada di jalan yang benar. Maka, kita yang terlahir sebagai Ahmadi perlu berdoa kepada Allah untuk mendapatkan wawasan ini dan kemudian dengan sadar mengambil bai’at yang sejati. Masih Ma’ud (as) menjelaskan bahwa inti dari bai’at adalah tobat dan beliau mengibaratkan tobat itu sebagai perpindahan dari gaya hidup lama menuju gaya hidup baru dan tidak kembali lagi. Hazrat Masih Mau’ud (as) juga menggambarkan bai’at sejati seperti cabang yang dicangkokkan padanya. Beliau mengharapkan kita menjadi cabang yang hijau dan terus berkembang, bukan cabang yang kering dan mati.
Untuk menghargai pentingnya ketaatan terhadap Nizam Jemaat, kita harus melihat nilai yang terkandung dalam Nizam Jemaat tersebut. Kita harus merenungkan nasib mereka yang gagal melihat nilai ini. Pada awal-awal berdirinya Ahmadiya, orang-orang yang tidak taat terhadap Nizam telah merugikan diri mereka sendiri dengan kehilangan segala anugerah Khilafat Ahmadiyah yang mengalir melalui Nizam ini. Bahkan hingga saat ini, lihatlah sekeliling kita, kepada mereka yang tidak peduli atau tidak memahami Nizam yang diberkahi ini, dan tanyakanlah pada diri kita, apakah mereka lebih bahagia dan lebih damai daripada mereka yang berusaha menghormati dan menaatinya?
Nizam yang diberkahi ini adalah manifestasi dari Kasih Sayang Allah (Rahmaniyyat). Dengan menghormati dan menaati Nizam ini, kita bisa menjadi layak menerima Rahmat Allah (Rahimiyyat). Berikut adalah beberapa nilai dan karunia tak terhitung dari Nizam ini:
- Nizam ini memberikan kita petunjuk ilahi di bawah Khilafat Ahmadiyah. Melalui Nizam ini, kita memiliki akses gratis kepada nasihat-nasihat luar biasa dari Hazrat Khalifatul Masih (aba) setidaknya setiap Jumat.
- Nizam ini seperti keluarga besar yang memberikan kita identitas dan memenuhi kebutuhan sosial kita. Ia menyediakan lingkungan yang penuh kasih sayang antara orang-orang yang baik dan saleh.
- Nizam ini seperti benteng yang tak tertembus, yang melindungi kita dari kejahatan dan memberikan kita kedamaian serta ketenangan dalam suasana saling mencintai dan menghormati. Nizam ini menyediakan berbagai peluang untuk kita berkembang secara akhlak dan rohani.
- Nizam ini menginspirasi dan menjaga harapan, ilmu pengetahuan, serta usaha yang penuh tujuan dalam mencari kebahagiaan dan pelayanan kepada umat manusia.
Hal ini mengingatkan saya pada sebuah cerita. Dikisahkan bahwa di istana seorang raja, orang-orang sering membawa berbagai macam hadiah. Pada suatu kesempatan, ada seseorang membawa luddoo (manisan). Seperti biasa, raja membagikan manisan tersebut kepada para pejabat istana. Semua pejabat istana menikmati manisan yang lezat tersebut dan segera menghabiskannya, kecuali orang tua yang bijak, yang hanya memakan satu gigitan kecil dan tampak sangat merenung. Raja bertanya mengapa ia tidak makan dan menikmati manisan tersebut. Orang tua itu menjawab bahwa manisan itu memang sangat lezat dan ia sangat menikmatinya. Namun, ia mengatakan bahwa ketika ia menggigit manisan pertama, ia tidak bisa menahan diri untuk memuji Allah atas bagaimana Allah telah mengatur seluruh sistem dan menyatukan banyak sumber daya agar hamba yang sederhana sepertinya dapat merasakan manisan yang lezat ini.
Itulah Kasih Sayang Allah (Rahmaniyyat) yang menciptakan tanah, air, matahari, biji-bijian, hasil panen, dan bahan lainnya, petani, perantara, tukang masak, dan banyak lagi, sehingga ia bisa menikmati manisan tersebut. Jadi, ia sibuk memuji Allah sambil menikmati manisan itu.
Dengan cara yang sama, akan menjadi sebuah musibah jika, setelah menerima Ahmadiyah kita gagal melihat suatu nilai dalam Nizam yang diberkahi ini, dengan tetap bebal dan tak acuh terhadapnya, dan tidak memuji Allah atas Karunia dan Anugerah ini. Sebenarnya, pertanyaannya bukanlah apakah ada nilai dan manfaat bagi kita dalam Nizam ini, melainkan pertanyaan yang sesungguhnya adalah apa nilai dan kontribusi yang kita tambahkan untuk Nizam ini.
Sekali lagi, setelah berbaiat, ketidakpedulian dan ketidaktaatan terhadap Nizam-e-Jama’at bukanlah pilihan. Ibn Umar (ra) meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa keluar dari ketaatan dan tidak mau bergabung dengan Jama’ah kemudian ia mati, maka matinya seperti mati jahiliyah.” (Muslim)
Mari kita ingat bahwa Nizam ini adalah untuk kita. Semoga kita menjadi bagian dari Nizam ini dan semoga Nizam ini menjadi identitas sejati diri kita. Semoga Allah memberi kita kemampuan untuk menyadari pentingnya bai’at kita kepada Al-Masih Ma’ud (as) dan menjalani kehidupan dengan ketaatan yang tulus kepada Nizam Jemaat yang diberkahi ini. Semoga kita selalu tumbuh seperti cabang hijau yang tercangkok dengan kuat pada pohon Nizam yang diberkahi ini. Aamiin.
Sumber: Alislam.org – Importance of Obedience to Nizam-e-Jama’at
Penerjemah: Nurmasari