Khotbah Jumat Sayyidina Amirul Mu-minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz) pada 11 Februari 2022 (11 Tabligh 1401 Hijriyah Syamsiyah/10 Rajab 1443 Hijriyah Qamariyah) di Masjid Mubarak, Islamabad, Tilford, UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya).
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
أما بعد فأعوذ بالله من الشيطان الرجيم
[بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحيم* الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمينَ * الرَّحْمَن الرَّحيم * مَالك يوْم الدِّين * إيَّاكَ نعْبُدُ وَإيَّاكَ نَسْتَعينُ * اهْدنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيمَ * صِرَاط الَّذِينَ أَنعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوب عَلَيْهمْ وَلا الضَّالِّينَ]
(آمين)
Berkenaan dengan Fath Makkah [penaklukan kota Makkah oleh Nabi (saw) dan pasukan Muslim], dalam sejarah disebutkan mengenai rukya (mimpi) Hadhrat Abu Bakr (ra). Hal ini sebagaimana dijelaskan bahwa Hadhrat Abu Bakr menceritakan mimpinya ke hadapan Rasulullah (saw), يا رسول الله أراني في المنام وأراك دنونا من مكة، فخرجت إلينا كلبة تهر. فلما دنونا منها استلقت على ظهرها، فإذا هي تشخب لبناً “Wahai Rasulullah (saw)! Kepada saya diperlihatkan dalam mimpi, saya melihat Hudhur bahwa kita telah berada di dekat Makkah lalu seekor anjing betina datang menghampiri sambil menggonggong. Ketika kita berada di dekatnya, anjing itu terlentang dan keluar air susu darinya.”
Atas hal itu Rasulullah (saw) bersabda, ذهب كلبهم وأقبل درهم، وهم سائلوكم بأرحامكم وإنكم لاقون بعضهم، فإن لقيتم أبا سفيان فلا تقتلوه “Keburukannya telah hilang dan faedahnya telah dekat. Mereka akan mencari perlindungan darimu dengan mengaitkan kekerabatan denganmu dan kamu akan bertemu dengan Sebagian dari antara mereka. Rasulullah (saw) menabirkan demikian.” Selanjutnya bersabda, “Apabila kamu mendapati Abu Sufyan, jangan membunuhnya.” Kaum Muslimin mendapati Abu Sufyan dan Hakim bin Hizaam di daerah Marruz Zahraan.[1]
Ibnu Uqbah (ابن عقبة) meriwayatkan, لما توجهوا ذاهبين، قال العبّاس: يا رسول الله إني لا آمن أبا سفيان إن يرجع عن إسلامه فاردده حتى يفقه، ويرى جنود الله– تعالى– معك “Ketika keduanya – Abu Sufyan dan Hakim bin Hizaam – tengah pergi, Hadhrat Abbas berkata kepada Rasulullah (saw), ‘Wahai Rasulullah (saw)! Saya menaruh kekhawatiran berkenaan dengan keislaman Abu Sufyan.’ Hal ini telah diterangkan secara jelas sebelum khotbah ini, bagaimana Abu Sufyan mengatakan bahwa ia menerima ketaatan kepada Rasulullah (saw) dan mengakui keunggulan Islam. Hadhrat Abbas mengatakan, ‘Mohon panggil kembali Abu Sufyan hingga memahami Islam dengan benar dan menyaksikan laskar Allah bersama dengan Anda (Rasulullah [saw]).’”[2]
Dalam riwayat lain, Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan, “Ketika Abu Sufyan akan pulang [ke Makkah], Hadhrat Abu Bakr berkata kepada Rasulullah (saw), يا رسول الله (ص)! لو أمرت بأبي سفيان فحبس على الطريق وأذن في الناس بالرحيل ‘Wahai Rasulullah (saw)! Jika tuan memerintahkan kami perihal Abu Sufyan, ia akan dihentikan di jalan.’”[3]
Di dalam riwayat lain dari Ibnu Ishaq disebutkan, ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم للعباس بعدما خرج: احبسه بمضيق الوادي إلى خطم الجبل حتى تمر به جنود الله فيراها، قال العباس: فعدلت به في مضيق الوادي إلى خطم الجبل، فلما حبست أبا سفيان قال: غدرا يا بني هاشم فقال العباس -: إن أهل النبوة لا يغدرون ولكن لي إليك حاجة “Ketika Abu Sufyan tengah kembali, Rasulullah (saw) bersabda kepada Hadhrat Abbas, ‘Tahan Abu Sufyan di lembah perbukitan.’ Kemudian Hadhrat Abbas mendapati Abu Sufyan dan menghentikannya. Abu Sufyan berkata, ‘Wahai Bani Hasyim, apakah kalian penipu?’ Hadhrat Abbas berkata, ‘Ahlun Nubuwwah (keluarga kenabian) tidaklah menipu.’”[4]
Berdasarkan satu riwayat lainnya, beliau (Hadhrat Abbas) mengatakan, ستعلم أنا لسنا نغدر ولكن لي إليك حاجة ، فأصبح حتى تنظر إلى جنود الله وإلى ما عد للمشركين فحبسهم بالمضيق دون الأراك إلى مكة حتى أصبحوا “Kami sama sekali bukanlah penipu, kamu tunggu saja hingga pagi, hingga dapat melihat laskar Allah dan menyaksikan apa yang telah Allah siapkan untuk orang-orang Musyrik.” Hadhrat Abbas menghentikan Abu Sufyan di lembah tersebut hingga tiba pagi hari.[5]
Ketika laskar Islami lewat di depan Abu Sufyan, berkenaan dengan itu tertulis di dalam kitab Subulul Huda, “Di depan Abu Sufyan muncul pasukan pimpinan Rasulullah (saw) yang mengenakan seragam berwarna hijau. Di kalangan mereka terdapat kaum Muhajirin dan Anshar. Mereka membawa bendera-bendera kecil dan bendera-bendera besar. Di tiap kabilah kaum Anshar terdapat sau bendera kecil dan satu bendera besar. Para pasukan mengenakan baju besi, yang tampak hanya matanya saja. Suara tinggi Hadhrat ‘Umar nyaring terdengar, mengatakan, ‘Perlambat jalan supaya bagian awal pasukan tetap beriringan dengan bagian penghujung.’ Dikatakan bahwa pasukan yang mengenakan pakaian besi berjumlah seribu orang.
Rasulullah (saw) menyerahkan benderanya kepada Hadhrat Sa’d bin Ubadah yang posisinya berada di depan. Ketika Hadhrat Sa’d sampai di dekat Abu Sufyan, beliau mengatakan kepada Abu Sufyan dengan nada tinggi, ‘Hari ini adalah hari pertumpahan darah. Pada hari ini, hal-hal yang diharamkan akan dihalalkan. Pada hari ini Quraisy akan terhina.’
Abu Sufyan berkata kepada Abbas, ‘Wahai Abbas! Pada hari ini, kamu bertanggung jawab untuk melindungiku.’
Setelah itu kabilah-kabilah lainnya berlalu dari sana dan setelah itu Rasulullah (saw) datang. Beliau saat itu mengendarai unta Qashwa. Pada saat itu beliau (saw) datang sambil berbicara kepada kepada Hadhrat Abu Bakr dan Hadhrat Usaid bin Hudhair. Hadhrat Abbas berkata kepada Abu Sufyan, beliau adalah Rasulullah (saw).”[6]
Hadhrat Abdullah bin ‘Umar meriwayatkan, “Ketika Rasulullah (saw) masuk ke Makkah pada kesempatan Fath Makkah, beliau melihat para wanita tengah memukuli muka kuda-kuda dengan kain dupatta (selendang)nya guna menyingkirkannya ke belakang. Melihat itu Hadhrat Rasulullah (saw) tersenyum dan melihat ke arah Hadhrat Abu Bakr dan bersabda, ‘Wahai Abu Bakr! Apa yang dikatakan Hassan bin Tsabit?’
Hadhrat Abu Bakr membaca syair (sajak) berikut, عدمت بُنَيَّتِي إِنْ لَمْ تَرَوْهَا … تُثِيْرُ النَّقْعَ مَوْعِدُهَا كَدَاءُ
يُنَازِعْنَ الْأَعِنَّةَ مُسْرَجَاتٍ … يُلَطِّمُهُنَّ بِالْخُمُرِ النِّسَاءُ ‘adimtu bunayyatii il lam tarauhaa … tusyiirun naq’a mau’iduhaa kadaa-u … yunaazi’nal a’innata musrajaatin … yulaththimuhunna bil khumurin nisaa-u.’ – ‘Aku kehilangan putriku tersayang jika tak kaulihat laskar penerbang debu yang tempat janjinya gunung Kada. Kuda-kuda berlari kencang menarik-narik tali kekangnya, membuat para wanita mengibaskan kain-kainnya.’ Rasulullah (saw) bersabda,‘Masukilah kota tersebut melalui arah yang dikatakan oleh Hassan.’”[7]
Arah yang dimaksud ialah daerah Kada. Kada adalah nama lain dari Arafah, sebuah jalan perbukitan yang mengarahkan ke Makkah dari arah luar Makkah. Pada kesempatan Fath Makkah, dari arah sanalah Rasulullah (saw) memasuki Makkah.[8]
Pada kesempatan Fath Makkah, ketika Rasulullah (saw) mengumumkan jaminan keamanan, Hadhrat Abu Bakr (ra) berkata kepada Rasulullah (saw), “Wahai Rasulullah (saw)! Abu Sufyan menyukai kebesaran [senang dihormati].” Rasulullah (saw) bersabda, “Siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan, ia akan diberikan keamanan.”[9]
Rasulullah (saw) memerintahkan agar berhala Hubal dirobohkan setelah menaklukan Makkah, lalu dirobohkan dan beliau berdiri di dekatnya. Hadhrat Zubair bin Awwam berkata kepada Abu Sufyan, يا أبا سفيان قد كسر هبل، أما إنك قد كنت منه يوم أحد في عزور حين تزعم أنه أنع “Wahai Abu Sufyan, Hubal telah dirobohkan, padahal pada saat perang Uhud engkau sangat membanggakannya, engkau saat itu mengumumkan bahwa dia (berhala Hubal) telah memberikan ni’mat kepada kalian.’
Abu Sufyan berkata, دع عنك هذا يابن العوام، فقد أرى لو كان مع اله محمد غيره لكان غير ما كان “Wahai putra Awwam! Biarkanlah hal itu berlalu [yang telah lalu, biarlah berlalu], karena aku telah mengetahui seandainya ada Tuhan selain Tuhannya Muhammad (saw) maka apa yang telah terjadi pada hari ini, tidak akan terjadi.”
Setelah itu Rasulullah (saw) duduk di satu pojok Ka’bah, orang-orang berkumpul di sekitar beliau (saw). Hadhrat Abu Hurairah meriwayatkan, “Rasulullah (saw) hadir pada saat Fath Makkah. Hadhrat Abu Bakr berdiri di dekat beliau dengan membawa pedang untuk memberikan penjagaan kepada Rasulullah (saw).”[10]
Berkenaan dengan perang Hunain dijelaskan bahwa perang Hunain yang memiliki nama lain perang Hawazin dan juga perang Autaas. Hunain terletak diantara Makkah dan Taif, merupakan sebuah perbukitan yang berjarak 30 mil dari Makkah. Perang Hunain terjadi pada bulan Syawal 8 Hijriah paska Fath Makkah. Diriwayatkan, “Ketika Allah Ta’ala telah menaklukan Makkah di tangan Rasul-Nya, para tokoh Hawazin dan Tsaqif mengadakan pertemuan, mereka khawatir jangan sampai Rasulullah (saw) menyerang mereka.[11]
Malik bin Auf an-Nashri (مالك بن عوف النصري) mengumpulkan kabilah-kabilah Arab. Akhirnya Banu Tsaqif, Banu Nashr, Banu Jusyam, Sa’d bin Bakar dan beberapa orang dari Banu Hilal berkumpul bersama Banu Hawazin.[12] Mereka semua berkumpul di daerah Autaas. Autaas merupakan lembah yang terletak di dekat Hunain. Malik bin Auf mengirim informannya supaya mencari tahu dan memberinya informasi apa saja tentang Rasulullah (saw).
Ketika Rasulullah (saw) mendengar kabar berkumpulnya mereka, beliau mengutus salah seorang sahabat bernama Abdullah bin Abu Hadrad Aslami (عبد الله بن أبي حدرد الإسلمي) kepada mereka untuk mencari informasi.[13]
Setelah itu Rasulullah (saw) memutuskan untuk menghadapi Hawazin. Beliau meminjam senjata dari Safwan bin Umayyah dan saudara sepupu Naufal bin Harits untuk berperang. Dengan begitu Rasulullah (saw) bersama dengan 12.000 (dua belas ribu) laskar berangkat untuk menghadapi Hawazin. Pada pagi hari tiba di Hunain lalu memasuki lembah. Sejak sebelumnya laskar Musyrik telah bersembunyi di perbukitan. Mereka melakukan serangan mendadak kepada pasukan Muslim. Mereka dengan gencarnya melontarkan panah hingga membuat pasukan Muslim bercerai berai yang menyebabkan tinggal segelintir sahabat yang berada di sekitar Rasulullah (saw). Diantaranya adalah Hadhrat Abu Bakr juga.”[14]
Diriwayatkan oleh Abu Ishaq, جَاءَ رَجُلٌ إِلَى الْبَرَاءِ فَقَالَ أَكُنْتُمْ وَلَّيْتُمْ يَوْمَ حُنَيْنٍ يَا أَبَا عُمَارَةَ فَقَالَ أَشْهَدُ عَلَى نَبِيِّ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَا وَلَّى وَلَكِنَّهُ انْطَلَقَ أَخِفَّاءُ مِنَ النَّاسِ وَحُسَّرٌ إِلَى هَذَا الْحَىِّ مِنْ هَوَازِنَ وَهُمْ قَوْمٌ رُمَاةٌ فَرَمَوْهُمْ بِرِشْقٍ مِنْ نَبْلٍ كَأَنَّهَا رِجْلٌ مِنْ جَرَادٍ فَانْكَشَفُوا “Ada seseorang yang datang menemui al-Bara dan berkata, ‘Abu Umarah, apakah pada hari Hunain kalian mundur?’
Beliau menjawab, ‘Saya memberikan kesaksian bahwa Rasulullah (saw) tidak mundur. Namun, [hal yang sebenarnya terjadi, mereka yang kabur] adalah Sahabat Nabi (saw) dari kalangan kaum muda yang bersifat terburu-buru yang dalam keadaan tidak memadai dan tanpa senjata pergi menuju kumpulan kaum Hawazin sedangkan kaum Hawazin adalah pemanah mahir. Mereka menghujani anak-anak panah layaknya belalang. Sebagai akibatnya mereka [kaum Sahabat muda atau yang baru baiat] meninggalkan tempatnya.”[15]
Dalam keadaan demikian mereka yang tetap bertahan bersama Rasulullah (saw) diantara kaum Muhajirin ialah Hadhrat Abu Bakr dan Hadhrat ‘Umar. وَمِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ عَلِيّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ وَالْعَبّاسُ بْنُ عَبْدِ الْمُطّلِبِ ، وَأَبُو سُفْيَانَ بْنُ الْحَارِثِ ، وَابْنُهُ وَالْفَضْلُ بْنُ الْعَبّاس ِ وَرَبِيعَةُ بْنُ الْحَارِثِ ، وَأُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ Diantara ahli bait Rasulullah (saw) ialah Hadhrat Ali, Hadhrat Abbas bin Abdul Muthalib dan disebutkan juga bahwa Abu Sufyan bin Harits bin Abdul Muthalib dan putranya Hadhrat Abbas yaitu al-Fadhl bin Abbas lalu Rabiah putra al-Harits, Usamah putra Zaid juga menyertai.[16]
Hadhrat Abu Qatadah (ra) meriwayatkan, “Ketika terjadi peristiwa Hunain, saya melihat salah seorang dari antara kaum Muslimin bertempur dengan seorang Musyrik dan pada saat yang sama ada seorang Musyrik lainnya yang secara curang diam-diam ingin menyerang orang Muslim itu dari belakang untuk membunuhnya. Melihat itu saya bergegas menuju orang yang secara curang ingin merenggut seorang Muslim tadi. Ia mengangkat tangannya untuk menebas saya sedangkan saya menebas tangannya hingga putus. Setelah itu ia meraih saya dan merangkul saya dengan erat sehingga saya tidak berdaya melakukan sesuatu. Kemudian, pada akhirnya ia melepaskan saya dan menjadi lemah. Saya pun mendorongnya dan membunuhnya.
Ketika itu umat Islam mengalami kekalahan dan melarikan diri. Saya pun ikut melarikan diri bersama mereka…Kemudian orang-orang kembali menghampiri Rasulullah (saw) dan berkumpul di dekat beliau. Rasulullah (saw) bersabda, مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا لَهُ عَلَيْهِ بَيّنَةٌ فَلَهُ سَلَبُهُ ‘Siapa yang membuktikan mengenai seseorang musuh yang terbunuh bahwa ia yang telah membunuhnya, harta orang yang terbunuh itu akan menjadi milik orang yang membunuhnya.’
Saya bangkit untuk mencari saksi mengenai orang yang saya bunuh, namun tidak mendapati seorang pun yang menyaksikan saya lalu saya duduk. Kemudian saya berpikir dan saya menceritakan peristiwa orang yang terbunuh itu kepada Rasulullah (saw). Salah seorang yang duduk bersama beliau (saw) mengatakan, ‘Wahai Rasulullah (saw), senjata orang yang terbunuh yang ia ceritakan itu ada pada saya. Mintalah supaya ia merelakan senjata ini untuk saya atau ada sesuatu harta lain untuk saya.’
Hadhrat Abu Bakr (ra) tengah duduk di sana dan berkata, لَاهَا اللّهِ إذًا لَا تَعْمِدْ إلَى أَسَدٍ مِنْ أُسْدِ اللّهِ يُقَاتِلُ عَنْ اللّهِ وَعَنْ رَسُولِهِ يُعْطِيك سَلَبَهُ ‘Tidak mungkin seperti itu. Seorang pengecut dari kalangan Quraisy saja Rasulullah (saw) telah beri bagaimana mungkin beliau (saw) meninggalkan salah satu dari antara singa-singa Allah yang telah berperang untuk Allah dan Rasul-Nya (saw).’”
Hadhrat Abu Qatadah (ra) meriwayatkan, “Rasulullah (saw) kemudian bangkit. Beliau (saw) memberikan kepada saya harta tersebut. Dengan itu saya membeli sebidang kebun kurma dan ini adalah harta pertama yang saya peroleh dalam Islam.”[17]
Hadhrat Mushlih Mau’ud (ra) bersabda, “Coba perhatikan, dari sejarah dapat diketahui bahwa pada kesempatan perang Hunain, ketika kaum Kuffar Makkah bergabung kedalam Islam sembari mengatakan bahwa pada hari ini kami akan memperlihatkan keistimewaan kami dan karena tidak mampu menghadapi serangan Banu Tsaqif sehingga melarikan diri dari medan tempur. Tiba saatnya dimana di sekitar Rasulullah (saw) hanya tersisa 12 sahabat. Laskar Islam yang awalnya berjumlah 10.000 menjadi bercerai-berai. Laskar Kuffar yang terdiri dari 3000 pemanah telah berada di ketinggian bukit sebelah kanan dan kiri beliau dan menghujani beliau (saw) dengan panah. Namun, saat itu pun beliau (saw) tidak ingin mundur, melainkan ingin maju.
Karena khawatir Hadhrat Abu Bakr memegang tali kekang kuda beliau dan berkata, ‘Wahai Rasulullah (saw), semoga jiwaku dikorbankan demi tuan, saat ini bukanlah saatnya untuk maju. Jika laskar Islam telah berkumpul lagi, kita baru akan berderap maju.’
Namun, beliau (saw) dengan semangat membara bersabda, ‘Lepaskanlah tali kekang kuda saya!’ Beliau lalu maju dengan cepatnya sambil mengucapkan, أَنَا النَّبِيُّ لاَ كَذِبْ أَنَا ابْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبْ ‘ana n-Nabiyyu, laa kadzib, ana bnu ‘Abdil Muththalib’ yang artinya, ‘Aku adalah seorang Nabi yang dijanjikan yang telah dijanjikan mendapatkan perlindungan abadi. Aku bukanlah pendusta. Untuk itu meskipun jumlah pemanah kalian 3000 ataupun 30.000 aku tidak akan memperdulikannya. Wahai orang-orang musyrik, setelah melihat keberanianku ini jangan lantas menganggapku sebagai Tuhan. Aku adalah seorang insan dan putra dari pemimpin kalian, Abdul Muthalib, yakni cucunya.’[18]
Suara paman beliau, Hadhrat Abbas sangat tinggi, beliau (saw) melihat ke arah Hadhrat Abbas dan bersabda, ‘Abbas! Majulah dan suarakanlah teriakkanlah, “Wahai para sahabat surah Al-Baqarah!” (mereka yang telah menghafal surat Al Baqarah!) “Wahai orang-orang yang baiat di bawah pohon, pada hari Hudaibiyah! Rasul Tuhan menyeru kalian.”’
Seorang sahabat berkata, ‘Disebabkan oleh kepengecutan para mubayyin baru, ketika bagian depan laskar Islami melarikan diri ke belakang, maka kendaraan [hewan tunggangan] kami pun jadi ikut berlari. Semakin kami menghentikannya, semakin berlari ke arah belakang. Hingga suara Abbas bergema di medan perang, ‘Wahai para sahabat Surah Al Baqarah, wahai orang-orang yang baiat dibawah pohon pada hari Hudaibiyah! Rasul Tuhan menyeru kalian.’
Dikatakannya, ‘Ketika suara tersebut terdengar di telinga saya, saya berpikir bahwa saya tidaklah hidup dan telah mati, dan terompet Israfil tengah menggema di udara. Saya menarik tali kekang unta saya dengan keras hingga kepalanya mengenai punggungnya. Ia sedemikian terkejut, dan saat saya melonggarkan tali kekangnya, ia berlari ke belakang. Atas hal ini, saya dan banyak teman saya mengeluarkan pedang dan banyak diantaranya yang melompat turun dari untanya dan ada pula yang menebas leher untanya lalu mereka berlari menuju Rasul yang mulia (saw). Hanya dalam waktu singkat, 10.000 laskar sahabat yang sebelumnya secara serta-merta hendak berlari menuju Makkah, mereka pun berkumpul di sekeliling beliau (saw). Dalam waktu singkat, mereka menaiki bukit dan menghancurkan segenap musuh sehingga kekalahan yang sangat memilukan itu berubah menjadi suatu kemenangan yang luar biasa.’”[19]
Mengenai Ghazwah Taif, Taif adalah satu kota terkenal yang berjarak 90 km ke arah timur dari Makkah, dan merupakan kota pegunungan di Hijaz. Anggur dan buah-buahan lain banyak didapat di sana. Banu Tsaqif bermukim di sana. Orang-orang Hawazin dan Tsaqif yang sebelumnya telah menderita kekalahan, lari menuju Taif bersama pemimpin mereka, Malik bin Auf, dan di sanalah mereka bertahan.
Maka dari itu, setelah Rasulullah (saw) selesai dari perang Hunain, beliau membagikan harta ghanimah di Ji’ranah, dan di bulan itu juga yaitu bulan Syawal tahun ke-8 Hijriah, beliau bergerak menuju Taif.[20] Ji’ranah adalah nama sebuah sumur yang berada di jalan antara Makkah dan Taif. Ji’ranah berjarak 17 km dari Makkah.[21]
Terdapat banyak riwayat tentang berapa hari lamanya Rasulullah (saw) mengepung Taif. Sebagian berkata 10 malam atau lebih. Sebagian berkata selama 20 malam. Dikatakan juga bahwa pengepungan terjadi selama 20 hari. Di dalam sebuah riwayat tertera bahwa Rasulullah (saw) mengepung kelompok Taif selama hampir 30 malam lamanya.[22]
Ibnu Hisyam berkata: Dikatakan juga bahwa beliau mengepung selama 17 malam.[23]
Di dalam Sahih Muslim, Hadhrat Anas meriwayatkan, “Kami telah mengepung Taif hingga 40 malam lamanya”.[24]
Ketika Rasulullah (saw) tengah mengepung kaum Tsaqif di Taif, beliau bersabda kepada Hadhrat Abu Bakr (ra), يَا أَبَا بَكْرٍ إنّي رَأَيْت أَنّي أُهْدِيَتْ لِي قَعْبَةٌ مَمْلُوءَةٌ زُبْدًا، فَنَقَرَهَا دِيكٌ فَهَرَاقَ مَا فِيهَا “Wahai Abu Bakr, saya bermimpi bahwa kepada saya disodorkan sebuah wadah yang penuh dengan mentega, namun ada seekor ayam yang mematuk wadah itu sehingga semua yang ada di dalam wadah itu tumpah.”
Hadhrat Abu Bakr menjawab, مَا أَظُنّ أَنْ تُدْرِكَ مِنْهُمْ يَوْمَك هَذَا مَا تُرِيدُ “Wahai Rasulullah (saw), saya berpikir bahwa Hudhur hari ini tidak akan mendapatkan apa yang tengah diinginkan.”
Rasulullah (saw) bersabda, وَأَنَا لَا أَرَى ذَلِكَ “Saya pun tidak melihat bahwa hal itu akan didapat.”
Beberapa saat kemudian, Hadhrat ‘Umar berkata, “Akankah saya mengumumkan kepada segenap orang untuk pulang?”
Rasulullah (saw) bersabda, “Mengapa tidak?”
Hadhrat ‘Umar mengumumkan pasukan Muslim untuk kembali.[25]
Ghazwah Tabuk yang terjadi di tahun 9 Hijriah, tentang perang ini dijelaskan: Tabuk terletak di jalan utama antara Madinah menuju Syam, yaitu jalan yang biasa digunakan para kafilah dagang. Ini merupakan satu kota yang berada diantara Wadiul Qura dan Syam. Kota ini disebut juga kota Ashabul Aykah. Hadhrat Syu’aib (as) telah diutus di kota ini.[26]
Hadhrat Abu Bakr ada bersama Rasulullah (saw) di Ghazwah Tabuk dan Rasulullah (saw) menyerahkan bendera besar kepada beliau (ra) di Ghazwah Tabuk.[27]
Tentang Hadhrat Abu Bakr (ra) yang telah menyerahkan semua harta beliau pada kesempatan Ghazwah Tabuk, jumlahnya adalah 4.000 Dirham.[28]
Ketika Hadhrat Rasulullah (saw) memerintahkan para sahabat untuk persiapan perang Tabuk, beliau (saw) mengirimkan pesan ke Makkah dan kabilah-kabilah Arab lain agar mereka pun berangkat bersama beliau. Beliau (saw) pun menegaskan kepada para hartawan untuk mengorbankan harta di jalan Allah Ta’ala dan menyediakan hewan tunggangan. Maksudnya, beliau (saw) memberi penekanan kepada mereka akan hal ini, dan ini merupakan Ghazwah terakhir beliau.
Atas perintah tersebut orang-orang memberikan pengorbanan sesuai dengan kemampuannya masing-masing. وكان أول من جاء بالنفقة أبو بكر الصديق رضي الله تعالى عنه جاء بجميع ماله أربعة آلاف درهم Atas himbauan itu, Hadhrat Abu Bakr (ra) yang paling pertama hadir. Pada kesempatan itu Hadhrat Abu Bakr membawa seluruh harta yang ada di rumahnya yang berjumlah 4.000 dirham (empat ribu dirham). Hadhrat Rasulullah (saw) bertanya kepada Hadhrat Abu Bakr, هل أبقيت لأهلك شيئا “Apakah engkau meninggalkan sesuatu untuk keluarga engkau atau tidak?”
Beliau menjawab, أبقيت لهم الله ورسوله “Saya meninggalkan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya untuk mereka (keluarga saya).”
Hadhrat ‘Umar (ra) datang dengan membawa setengah dari harta yang ada di rumahnya. Hadhrat Rasulullah (saw) bertanya kepada Hadhrat ‘Umar, هل أبقيت لأهلك شيئا “Apakah engkau meninggalkan sesuatu untuk keluarga engkau?”
Beliau menjawab, النصف الثاني “Saya meninggalkan separoh (setengah) (dari hartaku).”
Pada kesemptan itu Hadhrat Abdurrahman bin ‘Auf (ra) memberikan 100 (seratus) uqiyah yang setara dengan 4000 dirham. Selanjutnya, Nabi (saw) bersabda, كانا خزنتين من خزائن الله في الأرض ينفقان في طاعة الله تعالى ‘kaana khazanataini min khazaa-iniLlahi fil ardhi yunfiqaani fi thaa’atiLlaahi ta’ala.’ – “Keduanya (’Utsman bin ‘Affan dan ‘Abdurrahman bin ‘Auf) adalah khazanah diantara khazanah-khazanah Allah Ta’ala di muka bumi ini yang membelanjakan harta demi ridha Allah Ta’ala.” Mereka telah memberi harta yang sangat banyak.Pada kesempatan itu para wanita juga mempersembahkan perhiasan-perhiasan mereka. Pada kesempatan tersebut Hadhrat ‘Aashim bin ‘Adiyy (ra) memberikan 70 wasq kurma. [29] Itu beratnya sekitar 262 (dua ratus enam puluh dua) mann. Jika tiap satu mann ialah sekitar 40 kg (kilogram), maka ini menjadi lebih dari satu ton atau sekitar sepuluh ton setengah (10,5 ton atau 10.500 kg atau sepuluh ton setengah atau sepuluh ribu lima ratus kilogram).[30]
Zaid bin Aslam meriwayatkan dari Ayahnya, سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ، يَقُولُ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَتَصَدَّقَ فَوَافَقَ ذَلِكَ عِنْدِي مَالاً فَقُلْتُ الْيَوْمَ أَسْبِقُ أَبَا بَكْرٍ إِنْ سَبَقْتُهُ يَوْمًا فَجِئْتُ بِنِصْفِ مَالِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ” مَا أَبْقَيْتَ لأَهْلِكَ ” . قُلْتُ مِثْلَهُ وَأَتَى أَبُو بَكْرٍ بِكُلِّ مَا عِنْدَهُ فَقَالَ ” يَا أَبَا بَكْرٍ مَا أَبْقَيْتَ لأَهْلِكَ ” . قَالَ أَبْقَيْتُ لَهُمُ اللَّهَ وَرَسُولَهُ قُلْتُ وَاللَّهِ لاَ أَسْبِقُهُ إِلَى شَيْءٍ أَبَدًا “Saya mendengar Hadhrat ‘Umar bin Al-Khaththab bersabda, ‘Rasulullah (saw) memerintahkan kepada kita untuk bersedekah dan saat itu saya tengah memiliki harta. Saya berkata, “Pada hari ini saya akan melampaui Abu Bakr. Jika saya akan melampauinya, maka hari inilah saatnya. Maka saya membawa setengah harta milik saya,” demikian sabda Hadhrat ‘Umar.’
Rasulullah (saw) bersabda, ‘Apa yang telah Anda sisakan untuk keluarga Anda?’
Hadhrat ‘Umar menuturkan, ‘Saat itu saya menjawab bahwa sebanyak ini [pulalah yang saya sisakan untuk keluarga saya, namun Hadhrat Abu Bakr datang membawa seluruh harta miliknya.’
Ketika Hadhrat Abu Bakr datang, saya (Hadhrat ‘Umar) berkata bahwa ia telah membawa semua harta miliknya. Rasulullah (saw) bersabda, ‘Wahai Abu Bakr, apa yang telah Anda tinggalkan untuk keluarga Anda?’
Beliau menjawab, ‘Saya meninggalkan untuk mereka yaitu Allah dan Rasul-Nya (saw).’
Hadhrat ‘Umar berkata, ‘Demi Tuhan, saya kapan pun dan dalam hal apapun tidak akan sanggup melampauinya.’”[31]
Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda, “Dahulu ada suatu masa tatkala segenap orang dengan mudahnya mengurbankan jiwa mereka demi agama Ilahi ini, terlebih dalam hal pengurbanan harta. Hadhrat Abu Bakr Ash-Shiddiq (ra) di lebih dari satu kesempatan, beliau menyerahkan seluruh harta kekayaannya, hingga satu jarum pun tidak beliau sisakan dari rumah beliau. Demikian pula Hadhrat ‘Umar yang telah menyerahkannya sesuai kelapangan dan kerelaan hatinya, lalu ‘Utsman yang telah menyerahkan sesuai kemampuan dan kedudukannya. عَلٰی ہٰذَا الْقِیَاسِ عَلٰی قَدْرِ مَرَاتِب [berdasarkan analogi ini berdasarkan statusnya] Demikian pula seluruh sahabat sesuai dengan tingkatannya telah siap sedia untuk megurbankan jiwa mereka dan perbendaharaan mereka demi agama Ilahi ini.”
Kemudian, Hadhrat Masih Mau’ud (as) bersabda tentang orang-orang yang telah berbaiat, “Di satu sisi, mereka telah berbaiat dan berikrar, ‘Kami akan mendahulukan agama daripada hal-hal duniawi’, namun ketika ada kesempatan untuk memberikan bantuan, mereka menahan saku-saku mereka. Sungguh, apakah tujuan agama dapat diraih dengan kecintaan demikian kepada dunia? Dan apakah orang-orang seperti demikian dapat memberikan manfaatnya? Sama sekali tidak. Sama sekali tidak.
Allah Ta’ala berfirman, لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ‘Selama kalian tidak membelanjakan harta benda yang kalian cintai, selama itu pula kebaikanmu itu bukanlah merupakan suatu kebaikan.’[Surah Ali Imran, 3:93].” [32]
Tentang peristiwa Hadhrat Abu Bakr (ra) bersama Rasulullah (saw) yang menguburkan seorang sahabat, Hadhrat Abdullah bin Mas’ud menerangkan, قُمْتُ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ، وَأَنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ، فَرَأَيْتُ شُعْلَةً مِنْ نَارٍ فِي نَاحِيَةِ الْعَسْكَرِ، فَاتَّبَعْتهَا أَنْظُرُ إلَيْهَا، فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، وَإِذَا عَبْدُ اللَّهِ ذُو الْبِجَادَيْنِ الْمُزَنِيُّ قَدْ مَاتَ، وَإِذَا هُمْ قَدْ حَفَرُوا لَهُ، وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حُفْرَتِهِ، وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ يُدَلِّيَانِهِ إلَيْهِ، وَهُوَ يَقُولُ: “أَدْنِيَا إلَيَّ أَخَاكُمَا“، فَدَلَّيَاهُ إلَيْهِ، فَلَمَّا هَيَّأَهُ لِشِقِّهِ قَالَ: “اللَّهمّ إنِّي أَمْسَيْتُ رَاضِيًا عَنْهُ، فَارْضَ عَنْهُ“. قَالَ: يَقُولُ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ: يَا لَيْتَنِي كُنْتُ صَاحِبَ الْحُفْرَةِ “Saya tengah bersama Rasulullah (saw) di Ghazwah Tabuk. Suatu saat, saya bangun di tengah malam, dan saya melihat api yang bersinar di salah satu sisi pasukan Muslim. Maka saya pun pergi ke sana untuk melihatnya. Setelah melihatnya, ternyata itu adalah Rasulullah (saw), Hadhrat Abu Bakr, dan Hadhrat ‘Umar. Saya melihat Hadhrat Abdullah Dzul Bijadain al-Muzani (ra) yang telah wafat dan kuburan untuknya telah digali. Rasulullah (saw) ada di dalam liang kuburan sementara Hadhrat Abu Bakr dan Hadhrat ‘Umar tengah menurunkannya kepada beliau. Beliau (saw) bersabda, ‘Dekatkanlah sahabatmu itu oleh Anda berdua.’ Maka keduanya menurunkan jenazah Hadhrat Abdullah Dzul Bijadain menuju Rasulullah (saw). Tatkala Rasulullah (saw) telah meletakkannya di liang lahat, beliau (saw) pun berdoa, Ya Allah, saya telah menerimanya dalam keadaan saya rida kepadanya, maka rida jugalah Engkau kepadanya.’” Hadhrat Abdullah bin Mas’ud menjelaskan, “Saat itu saya berandai-andai, jika saja sosok yang ada di liang lahat itu adalah saya.”[33]
Hadhrat Abdullah Dzul Bijadain (عَبْدُ اللَّهِ ذُو الْبِجَادَيْنِ الْمُزَنِيُّ) berasal dari kabilah Banu Muzainah. Tentang beliau tertera bahwa Ayahandanya wafat saat beliau di usia belia dan ia tidak menerima apapun sebagai warisan. Paman beliau adalah seorang kaya. Paman beliau lantas mengasuh beliau hingga beliau pun menjadi seorang yang kaya.
Beliau menerima Islam setelah Fath Makkah dan paman beliau merampas semuanya hingga kain tehband (sejenis kain sarung). Kemudian ibunda beliau datang dan ia membagi kain miliknya menjadi dua bagian. Kemudian Hadhrat Abdullah menggunakan satu bagiannya sebagai tehband, dan bagian kedua beliau gunakan sebagai penutup tubuh.
Beliau pun datang ke Madinah dan tidur di dalam Masjid. Kemudian beliau shalat Subuh bersama Rasulullah (saw). Setelah Rasulullah (saw) menunaikan Shalat Subuh, seperti biasa beliau melihat ke segenap makmum dengan seksama, yakni siapa saja yang hadir dan apakah ada wajah baru. Beliau (saw) melihat Hadhrat Abdullah karena tidak mengenalnya, dan beliau (saw) bertanya kepada Hadhrat Abdullah, “Siapakah Anda?” Hadhrat Abdullah lalu menjelaskan jalur nasab beliau.
Di dalam satu riwayat tertera bahwa beliau berkata, “Nama saya Abdul ‘Uzza.” Rasulullah (saw) bersabda, “Nama Anda adalah Abdullah Dzul Bijadain.” Dzul Bijadain artinya orang dengan dua selimut lalu beliau (saw) bersabda, “Anda tetaplah bersama saya.” Alhasil beliau pun termasuk salah satu tamu Rasulullah (saw) dan beliau diajarkan Al-Quran Karim sehingga banyak sekali ayat Al-Quran yang telah beliau ingat dan beliau adalah sosok dengan suara nyaring.[34]
Tentang peristiwa Hadhrat Abu Bakr Ash-Shiddiq (ra) sebagai Amir Haji, tertera bahwa Rasulullah (saw) memberangkatkan Hadhrat Abu Bakr Ash-Shiddiq (ra) sebagai Amir Haji ke Makkah pada tahun ke-9 Hijriah. Rincian peristiwa ini adalah: Ketika Rasulullah (saw) kembali dari Tabuk, beliau berkeinginan untuk menunaikan haji lalu disampaikan kepada beliau bahwa ada orang-orang musyrik yang akan ikut berhaji bersama orang-orang sehingga di sana akan ada orang-orang musyrik dan kata-kata syirk pun akan mereka sebutkan dan mereka akan tawaf di Ka’bah secara telanjang. Mendengar hal ini, Rasulullah (saw) meninggalkan keinginan beliau untuk berhaji di tahun tersebut lalu beliau mengangkat Hadhrat Abu Bakr Ash-Shiddiq (ra) sebagai Amir Haji dan memberangkatkan beliau.[35]
Hadhrat Abu Bakr Ash-Shiddiq (ra) berangkat bersama 300 orang sahabat dari Madinah. Rasulullah (saw) mengirimkan dua puluh hewan kurban yang beliau (saw) pakaikan kalung pada leher hewan-hewan itu sebagai tanda pengorbanan dengan tangan mulia beliau (saw). Hadhrat Abu Bakr (ra) sendiri membawa lima hewan kurban bersamanya.[36]
Dalam satu riwayat dikatakan bahwa Hadhrat ‘Ali mengumumkan ayat permulaan surat At Taubah pada kesempatan Haji. Riwayatnya sebagai berikut: Abu Ja’far Muhammad bin ‘Ali (أَبِي جَعْفَرٍ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ رِضْوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِ) meriwayatkan, لَمَّا نَزَلَتْ بَرَاءَةٌ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَدْ كَانَ بَعَثَ أَبَا بَكْرٍ الصِّدِّيقَ لِيُقِيمَ لِلنَّاسِ الْحَجَّ، قِيلَ لَهُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ بَعَثْتُ بِهَا إلَى أَبِي بَكْرٍ، فَقَالَ: “لَا يُؤَدِّي عَنِّي إلَّا رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي“، ثُمَّ دَعَا عَلِيَّ ابْن أَبِي طَالِبٍ رِضْوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِ، فَقَالَ لَهُ: “اُخْرُجْ بِهَذِهِ الْقِصَّةِ مِنْ صَدْرِ بَرَاءَةٍ، وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ يَوْمَ النَّحْرِ إذَا اجْتَمَعُوا بِمِنًى، أَنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ كَافِرٌ، وَلَا يَحُجُّ بَعْدَ الْعَامِ مُشْرِكٌ، وَلَا يَطُوفُ بِالْبَيْتِ عُرْيَانٌ، وَمَنْ كَانَ لَهُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَهْدٌ فَهُوَ لَهُ إلَى مُدَّتِهِ“، فَخَرَجَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رِضْوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِ عَلَى نَاقَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعَضْبَاءَ، حَتَّى أَدْرَكَ أَبَا بَكْرٍ بِالطَّرِيقِ، فَلَمَّا رَآهُ أَبُو بَكْرٍ بِالطَّرِيقِ قَالَ: أَأَمِيرٌ أَمْ مَأْمُورٌ؟ فَقَالَ: بَلْ مَأْمُورٌ، ثُمَّ مَضَيَا. فَأَقَامَ أَبُو بَكْرٍ لِلنَّاسِ الْحَجَّ، وَالْعَرَبُ إذْ ذَاكَ فِي تِلْكَ السَّنَةِ عَلَى مَنَازِلِهِمْ مِنْ الْحَجِّ، الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، حَتَّى إذَا كَانَ يَوْمُ النَّحْرِ، قَامَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَأَذَّنَ فِي النَّاسِ بِاَلَّذِي أَمَرَهُ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: أَيُّهَا النَّاسُ، إنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ كَافِرٌ، وَلَا يَحُجُّ بَعْدَ الْعَامِ مُشْرِكٌ، وَلَا يطوف بِالْبَيْتِ عُرْيَان، وَمَنْ كَانَ لَهُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَهْدٌ فَهُوَ لَهُ إلَى مُدَّتِهِ، وَأَجَّلَ النَّاسَ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ مِنْ يَوْمِ أَذَّنَ فِيهِمْ، لِيَرْجِعَ كُلُّ قَوْمٍ إلَى مَأْمَنِهِمْ أَوْ بِلَادِهِمْ ، ثُمَّ لَا عَهْدٌ لِمُشْرِكِ وَلَا ذِمَّةٌ إلَّا أَحَدٌ كَانَ لَهُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَهْدٌ إلَى مُدَّةٍ، فَهُوَ لَهُ إلَى مُدَّتِهِ. فَلَمْ يَحُجَّ بَعْدَ ذَلِكَ الْعَامِ مُشْرِكٌ، وَلَمْ يَطُفْ بِالْبَيْتِ عُرْيَانٌ. ثُمَّ قَدِمَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “Ketika surat Baraah (Surat At Taubah) turun kepada Rasulullah (saw), beliau (saw) telah mengutus Hadhrat Abu Bakr (ra) sebagai Amir Haji. Disampaikan kepada Rasulullah (saw), ‘Wahai Rasulullah (saw)! Andai saja Tuan mengirimkan Surat At-Taubah ini kepada Hadhrat Abu Bakr supaya beliau membacakannya di sana.’
Beliau (saw) bersabda, ‘Tidak ada seseorang pun yang dapat melaksanakan tugas ini atas namaku, kecuali seseorang dari antara ahli baitku.’ Kemudian beliau (saw) memanggil Hadhrat Ali (ra) dan bersabda kepada beliau, ‘Bawalah apa yang dijelaskan pada permulaan Surat At-Taubah lalu umumkanlah ketika orang-orang berkumpul pada saat Qurban di Mina bahwa seorang yang dalam keadaan kafir tidak akan masuk ke surga, setelah tahun ini seorang musyrik pun tidak diizinkan untuk berhaji, tidak juga diijinkan untuk bertawaf di Baitullah dengan tubuh telanjang dan siapapun yang telah mengadakan perjanjian dengan Rasulullah (saw), masa berlakunya akan dipenuhi.’
Hadhrat Ali bin Abu Thalib (ra) berangkat dengan menunggangi unta Hadhrat Rasulullah (saw), ‘Adhbaa. Beliau bergabung dengan Hadhrat Abu Bakr (ra) di perjalanan.” Pertemuan Hadhrat Ali (ra) dengan Hadhrat Abu Bakr (ra) terjadi di Arj (العَرْج) atau lembah Dhajnaan (ضَجْنَان).[37] Arj adalah merupakan satu lembah yang terletak di jalan antara Madinah dan Makkah, para kafilah biasa singgah di sini sedangkan Dhajnaan adalah nama satu tempat di pinggiran Makkah yang terletak di jalan menuju Madinah, yang berjarak dua puluh lima mil dari Makkah.
Singkatnya, ketika Hadhrat Abu Bakr (ra) melihat Hadhrat Ali (ra) di jalan, beliau berkata, “Anda ditetapkan sebagai Amir ataukah dibawah pengawasan saya?”
Hadhrat Abu Bakr (ra) serta-merta menanyakan hal ini, ini adalah bentuk kerendahan hati yang luar biasa yang maksudnya, “Dengan diutusnya anda oleh Hadhrat Rasulullah (saw) sekarang ini, apakah anda sebagai Amir atau menjadi bawahan saya dalam Kafilah ini.”
Hadhrat Ali (ra) berkata, “Saya akan menjadi bawahan anda.” Kemudian keduanya berangkat.
Hadhrat Abu Bakr (ra) mengawasi urusan haji orang-orang dan pada tahun itu masyarakat Arab berkemah di di tempat masing-masing di mana mereka biasa berkemah di zaman jahiliah. Ketika hari pengorbanan tiba, maka Hadhrat Ali (ra) berdiri dan mengumumkan di antara orang-orang hal yang disabdakan oleh Hadhrat Rasulullah (saw) dan berkata, “Wahai manusia! Tidak ada seorang kafir yang akan masuk surga dan setelah tahun ini tidak akan ada seorang musyrik yang berhaji, tidak juga seseorang diizinkan bertawaf di Baitullah dengan keadaan telanjang dan barangsiapa yang memiliki perjanjian dengan Hadhrat Rasulullah (saw), masa berlakunya akan dipenuhi, dan memberikan tenggat waktu kepada orang-orang empat bulan sejak pengumuman tersebut, supaya setiap kaum kembali ke tempat aman atau wilayah mereka masing-masing. Kemudian tidak akan ada suatu perjanjian atau kesepakatan bagi orang-orang musyrik dan tidak juga pertanggung jawaban, kecuali perjanjian dan kesepakatan yang sedang berlangsung dengan Rasulullah (saw) hingga suatu masa tertentu.” Maksudnya, tidak akan ada suatu perjanjian baru selain perjanjian-perjanjian yang masa berlakunya masih tersisa. Jangka waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian dengan Rasulullah (saw) akan dipatuhi. “Kemudian setelah tahun itu, tidak ada seorang musyrik yang berhaji dan tidak ada seorang pun yang bertawaf dengan keadaan telanjang.”[38]
Dalam riwayat lainnya, Hadhrat Ali (ra) meriwayatkan, إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ بَعَثَ أَبَا بَكْرِ بْنَ أَبِي قُحَافة يُقِيمُ لِلنَّاسِ الْحَجَّ، وَبَعَثَنِي مَعَهُ بِأَرْبَعِينَ آيَةً مِنْ ” بَرَاءَةَ“، حَتَّى أَتَى عَرَفَةَ فَخَطَبَ النَّاسَ يَوْمَ عَرَفَةَ، فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ الْتَفَتَ إليَّ فَقَالَ: قُمْ، يَا عَلِيُّ، فَأَدِّ رِسَالَةَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، فَقُمْتُ فَقَرَأْتُ عَلَيْهِمْ أَرْبَعِينَ آيَةً مِنْ “بَرَاءَةَ“ “…Hadhrat Abu Bakr (ra) datang ke Arafah dan beliau berbicara kepada orang-orang. Setelah selesai berbicara beliau mengalihkan perhatian pada saya dan berkata, ‘Wahai Ali! Berdirilah dan sampaikanlah pesan Rasulullah (saw).’ Maka saya berdiri dan saya membacakan empat puluh ayat surah Bara’ah kepada mereka.”[39] Kemudian Hadhrat Ali (ra) dan Hadhrat Abu Bakr (ra) keduanya datang ke hadapan Hadhrat Rasulullah (saw).[40]
Riwayat ini masih akan terus berlanjut.
Sekarang saya ingin menyampaikan riwayat seorang Almarhumah yang wafat beberapa hari yang lalu. Saya juga insya Allah akan menyalatkan jenazahnya. Yang terhormat Amatul Latif Khursyid Sahibah. Beliau tinggal di Kanada dan merupakan istri Almarhum Syekh Khursyid Ahmad Sahib, Asisten Editor Al-Fazl, Rabwah. Beliau wafat beberapa hari yang lalu pada usia 95 tahun. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun.
Dengan karunia Allah Ta’ala beliau seorang Mushiah. Beliau adalah cucu sahabat Hadhrat Masih Mau’ud (as), Hadhrat Mian Fazal Muhammad Harsianwale, Hadhrat Hakimullah Bakhs Sahib Mudarris Talwand Deori, cucu dari Hadhrat Amma Jaan dan putri sulung dari yang terhormat Mian Abdurrahim Diyanat Sahib Darwesh Qadian dan Aminah Begum Sahibah.
Beliau menyelesaikan pendidikan menengah di Nusrat Girls High School, Qadian. Kemudian masuk Jamiah Nusrat pada tahun 42 atau 43. Beliau belajar selama dua tahun di Jamiah Nusrat. Kemudian beliau belajar secara privat dan lulus ujian sebagai ahli sastra.
Beliau menikah dengan Syekh Khursyid Ahmad, Asisten Editor Alfazl sebagaimana yang telah saya sampaikan dan pernikahan beliau dipimpin oleh Hadhrat Khalifatul Masih Ats-Tsani (ra) di Masjid Mubarak. Allah Ta’ala menganugerahkan kepada beliau tiga putri dan dua putra. Beliau adalah saudara perempuan Abdul Basith Syahid Sahib, Mubaligh Jemaat yang saat ini bertugas di sini, di London.
Basith Sahib juga lama bertugas di Afrika. Seorang cucu beliau, Waqash Ahmad Khursyid juga seorang Mubaligh Jemaat di Amerika.
Ini adalah keluarga dengan kemampuan akademis yang baik. Seorang saudara perempuan beliau, Amatul Bari Nasir Sahibah juga melakukan pengkhidmatan akademis.
Amatul Latif Sahibah pada usia 13 tahun telah mulai berkhidmat di berbagai kepengurusan Lajnah Imaillah dan silsilah pengkhidmatan beliau berlangsung hingga 70 tahun. Beliau mendapatkan taufik berkhidmat di bawah petunjuk Hadhrat Khalifatul Masih Ats-Tsani (ra), di bawah bimbingan Hadhrat Ummul Mu’miniin Sayyidah Nusrat Jahan Begum Sahibah dan di bawah pengawasan wujud-wujud suci lainnya.
Beliau mendapatkan taufik berkhidmat di Qadian, kemudian setelah pemisahan anak benua India, atas instruksi Hadhrat Khalifatul Masih Ats-Tsani (ra) dan Almarhumah Hadhrat Chotti Apa, beliau mendapatkan taufik berkhidmat sebagai In Charge Muhaajiraat (pengurus para wanita yang berhijrah). Demikian juga beliau mendapatkan taufik berkhidmat di Lajnah pada berbagai jabatan.
Beliau juga menjabat sebagai Sekretaris Isyaat dalam waktu yang lama. Beliau menjabat sebagai editor majalah Mishbaah dari 1979 hingga 1986. Sejak 1986 beliau tinggal di Kanada. Di sana pun beliau menjadi penasihat bagi Lajnah Imaillah. Dalam bidang publikasi, beliau mendapatkan taufik untuk membantu dengan penuh totalitas dalam penyusunan empat jilid pertama Tarikh Lajnah Imaillah, Al-Mashaabiih dan Al-Azhaar.
Beliau mendapatkan karunia bekerja bersama Hadhrat Chotti Apa selama 44 tahun. Di bawah bimbingan dan pengawasan beliau diselenggarakan Ijtima pertama Nashiratul Ahmadiyah. Amatul Latif Sahibah ketika itu sebagai Sekretaris Nashirat. Beliau bersama suami beliau, Syekh Khursyid Sahib menyusun buku “Jalan Menuju Keimanan” dan berbagai buku tarikh.
Putra beliau, Laiq Ahmad Bashir menuturkan, “Almarhumah Ibunda mengajarkan suatu pelajaran yang mendalam, yakni janganlah sama sekali mendengarkan suatu hal yang bertentangan dengan Jemaat dan Khilafat, dan jika hal itu sampai ke telinga, maka janganlah mengulanginya dan menyampaikannya kembali, karena dukungan istimewa Allah Ta’ala menyertai Jemaat dan Khilafat.”
Beliau mengatakan, “Tanda-tanda Allah Ta’ala selalu tampak mendukung Jemaat setelah setiap cobaan dan musibah. Oleh karena itu janganlah kalian dengan tanpa dasar ikut serta dalam fitnah.”
Kemudian beliau menulis, “Beliau adalah Tarikh (sejarah) Jemaat yang berjalan. Beliau sosok yang pandai bergaul dan bersikap positif pada semua orang. Beliau seorang yang bertawakal, gemar melakukan pengkhidmatan terhadap makhluk dan banyak berperan aktif dalam menyediakan tempat tinggal bagi orang-orang yang hijrah ke Kanada.”
Kemudian seorang putra beliau menulis, “Ibunda kami sangat mencintai Khilafat. Setiap saat beliau menekankan dan mengingatkan kami untuk berdoa bagi Khalifah-e-waqt. Beliau sangat disiplin dalam salat dan melaksanakannya dengan penuh perhatian. Hari Jumat adalah hari Id bagi beliau.”
Mengenai kecintaan terhadap Al-Quran, menuturkan, “Beliau mengajarkan Al-Qur’an kepada banyak anak-anak dan menekankan untuk mengucapkan dengan pelafalan yang benar.”
Cucu beliau, Waqas Khursyid, Mubaligh Jemaat menuturkan, “Beliau senantiasa memberikan perhatian pada doa dan pendidikan. Beliau mengajarkan kepada anak-anak Tarikh Jemaat melalui kisah-kisah, supaya mereka mendapatkan tarbiyat yang terbaik.”
Seorang cucu perempuan beliau menuturkan, “Nenek memiliki 9 cucu perempuan. Beliau tidak hanya memberikan tarbiyat pada anak-anak perempuan bahwa kita para Lajnah Imaillah harus menjadi pengkhidmat, bahkan beliau adalah pembimbing tetap kami dalam hal bagaimana bersopan santun, bertatakrama, berpardah dengan baik, mengurusi rumah, mengkhidmati tamu, menjahit, membaca dan menulis dalam bahasa Urdu dan lainnya.
Ketika kami mencapai usia baligh, beliau menekankan kepada kami untuk memperhatikan dengan baik suami kami dan keluarga mertua kami dan beliau sangat senang ketika kami menceritakan kepada beliau bahwa kami melewatkan waktu bersama keluarga mertua kami. Di samping kewajiban-kewajiban tersebut, beliau juga menekankan kepada kami untuk menjadi orang yang terpelajar dan memiliki karir yang baik.
Almarhumah sangat berpegang teguh dalam hal menjauhi hal-hal yang tidak Islami seperti merayakan ulang tahun, demikian juga yang lainnya, beliau sangat berkomitmen dalam hal-hal ini. Namun, beliau menjadikan hari ulang tahun dan momen-momen khusus lainnya layak diingat dengan cara meminta kami untuk berkumpul layaknya sebuah keluarga, membaca syair-syair puji sanjung ‘Hamdo Tsana usi ko’ dan berdoa bersama.”
Kemudian beliau menuturkan, “Sebagai seorang Muslim Ahmadi di Kanada, beliau adalah bagian integral tarbiyat kami dan beliau mengajarkan kepada kami bagaimana cara menyeimbangkan antara keimanan kami dengan kehidupan masyarakat barat secara harmonis. Beliau mengajarkan mengenai hal ini.”
Ini adalah tugas penting para ibu dan sesepuh untuk menangani generasi muda, bagaimana memberikan tarbiyat kepada generasi muda, mengajarkan agama kepada mereka dan menarik perhatian mereka untuk menyesuaikan diri tanpa merasa rendah diri selama hidup di tengah masyarakat ini.
Semoga Allah Ta’ala memberikan maghfiroh dan kasih sayang-Nya kepada beliau, meninggikan derajat beliau dan menganugerahkan taufik kepada anak keturunan beliau untuk dapat meneruskan kebaikan-kebaikan beliau.[41]
[1] Dalailun Nubuwwah pada terbitan Darul Kutubil ‘Ilmiyyah tahun 1988, Beirut-Lebanon di jilid ke-5 halaman 48 (دلائل النبوۃ للبیہقی جلد 5 صفحہ 48، دارالکتب العلمیۃ بیروت لبنان، 1988ء) karya Abu Bakr Ahmad ibn al-Husain al-Baihaqi (دلائل النبوة و معرفة أحوال صاحب الشريعة – ج٥ – أبو بكر أحمد بن الحسين البيهقي), kumpulan bab (جماع أبواب فتح مكة حرسها الله تعالى باب نقض قريش ما عاهدوا عليه رسول الله صلى الله عليه و سلم بالحديبية), bab (باب نزول رسول الله صلى الله عليه و سلم بمر الظهران و ما جرى في أخذ أبي سفيان بن حرب و حكيم ابن حزام و بديل بن ورقاء و إسلامهم و عقد الأمان لأهل مكة بما شرط و دخوله). Tarikh al-Islam (تاريخ الإسلام) karya Syamsuddin Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad bin ‘Utsman bin Qaimaz Adz-Dzahabi yang wafat pada 748 Hijriyah (شمس الدين أبوعبد الله محمد بن أحمد بن عثمان بن قَايْماز الذهبي), bahasan Fath Makkah (فتح مكة). tercantum juga dalam Marwiyaat al-Imam az-Zuhri fil Maghazi (مرويات الإمام الزهري في المغازي) karya al-‘Awaaji (محمد بن محمد العواجي) terbitan 2004/1425 (الطبعة: الأولى 1425هـ/2004م).
[2] Kitab Subulul Huda war Rasyaad fi Sirati Khairil ‘ibaad atau jalan-jalan petunjuk dan kebijaksanaan dalam perjalanan hidup sang makhluk terbaik yaitu Nabi Muhammad (saw) (كتاب سبل الهدى والرشاد في سيرة خير العباد) karya Shalih asy-Syaami (الصالحي الشامي), jilid kelima (المجلد الخامس تتمة جماع أبواب المغازي التي غزا فيها رسول الله صلى الله عليه وسلم بنفسه الكريمة الباب السابع والعشرون في غزوة الفتح الأعظم).
[3] Al-Mushannaf karya Ibnu Abi Syaibah al-Kufi (المصنف – ابن أبي شيبة الكوفي – ج ٨ – الصفحة ٥٢٨)
[4] Kanzul ‘Ummal karya al-Muttaqi al-Hindi (كنز العمال – المتقي الهندي – ج ١٠ – الصفحة ٥٠٩); al-Maghazi (المغازي) karya al-Waqidi (الواقدي). Tarikh Madinah Dimasyq karya Ibnu Asakir (تاريخ مدينة دمشق – ج 23 – شريح بن أوفى – صخر بن نصر); Syarh az-Zurqani ‘alal Mawaahib (شرح العلامة الزرقاني على المواهب اللدنية بالمنح المحمدية 1-12 ج3) karya az-Zurqani (أبي عبد الله محمد بن عبد الباقي/الزرقاني)
[5] Kitab Subulul Huda war Rasyaad fi Sirati Khairil ‘ibaad, jilid 5, halaman 218, ghazwah al-fath al-a’zham, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, 1993 (ماخوذ از سبل الہدیٰ جلد5 صفحہ218، فی غزوۃ الفتح الاعظم…، دارالکتب العلمیۃ بیروت لبنان، 1993ء) Dalailun Nubuwwah (دلائل النبوة للبيهقي); ar-Raudhul Haqaaiq (الروض والحدائق في تهذيب سيرة خير الخلائق 1-4 ج3) karya al-Khazin (علي بن محمد البغدادي المتصوف/الخازن); Tarikh ath-Thabari (تاريخ الطبري (تاريخ الأمم والملوك) 1-6)
[6] Kitab Subulul Huda war Rasyaad fi Sirati Khairil ‘ibaad (سبل الهدى والرشاد، في سيرة خير العباد، وذكر فضائله وأعلام نبوته وأفعاله وأحواله في المبدأ والمعاد) karya Muhammad bin Yusuf ash-Shaalih asy-Syaami (محمد بن يوسف الصالحي الشامي) pada terbitan Darul Kutubil ‘Ilmiyyah tahun 1993, Beirut-Lebanon di jilid ke-5 halaman 220-221 (سبل الہدیٰ جلد5 صفحہ220-221، دارالکتب العلمیۃ بیروت لبنان، 1993ء): حتى طلعت كتيبة رسول الله – صلى الله عليه وسلم – الخضراء التي فيها المهاجرون والانصار، وفيها الريات والالوية، مع كل بطن من بطون الانصار لواء وراية، وهم في الحديد لا يرى منهم إلا الحدق، ولعمر بن الخطاب – رضي الله عنه – فيها زجل بصوت عال وهو يزعها ويقول: رويدا حتى يلحق أولكم آخركم – يقال: كان في تلك الكتيبة ألفا دارع، وأعطى رسول الله – صلى الله عليه وسلم – رايته سعد بن عبادة، فهو أمام الكتيبة، فلما مر سعد براية رسول الله – صلى الله عليه وسلم – نادى أبا سفيان فقال: اليوم يوم الملحمة، اليوم تستحل الحرمة اليوم أذل الله قريشا قال أبو سفيان: يا عباس، حبذا يوم الذمار .
[7] Syarh az-Zurqani ‘alal Mawaahibil Laduniyyah (کتاب : شرح الزرقاني علي المواهب اللدنيه بالمنح المحمديه نویسنده : الزرقاني، محمد بن عبد الباقي جلد : 3 صفحه : 415) pada terbitan Darul Kutubil ‘Ilmiyyah tahun 1996, Beirut-Lebanon di jilid ke-3 halaman 415 (شرح زرقانی جلد 3 صفحہ 415 دارالکتب العلمیۃ بیروت لبنان، 1996ء). Tercantum juga dalam Subulul Huda pada terbitan Darul Kutubil ‘Ilmiyyah tahun 1993, Beirut-Lebanon di jilid ke-5 halaman 227 (سبل الہدیٰ والرشاد فی سیرت خیر العباد جلد 5 صفحہ 227، دارالکتب العلمیۃ بیروت لبنان، 1993ء); Mushafahaat Imam Muslim wan Nasaai (مصافحات الإمام مسلم والنسائي لما دخل رسول الله صلى الله عليه وسلم عام الفتح فراى النساء يلطمن وجوه الخيل بالخمر فتبسم): عَدِمْنَا خَيْلَنَا إِنْ لَمْ تَرَوْهَا تُثِيرُ النَّقْعَ مَوْعِدُهُا كِدَاءُ يُنَازِعُنَا الأَعِنَّةُ مُصْغِيَاتٌ عَلَى أَكْتَافِهَا الأُسُلُ الظَّمَّاءُ تَظَلُّ جِيَادُنَا مُتَمَطِّرَاتٍ يَلْطُمُهُنَّ بِالْخُمُرِ النِّسَاءُ. al-Bidayah wan Nihaayah (البداية والنهاية) karya Ibnu Katsir (ابن كثير), jilid keempat, bahasan tahun ke-8 (المجلد الرابع سنة ثمان من الهجرة النبوية فصل في إسلام عمرو بن العاص، وخالد بن الوليد، وعثمان بن طلحة بن أبى طلحة رضى الله عنهم صفة دخوله عليه السلام مكة); Syarh Ma’ani al-Atsar (شرح معاني الآثار), (كتاب الكراهة), bab (باب رواية الشعر هل هي مكروهة أم لا); Dalailun Nubuwwwah karya al-Baihaqi dan al-Ma’ani karya ath-Thahawi (البيهقي في الدلائل 5 / 66 والطحاوى في المعاني 4 / 296).
[8] Farhank Sirat halaman 242, terbitan Zewar Academy, Karachi-Pakistan, 2003 (فرہنگ سیرت صفحہ 242 زوار اکیڈیمی کراچی 2003ء); Tajul ‘Urus (تاج العروس من جواهر القاموس) karya az-Zubaidi (محمّد بن محمّد بن عبد الرزّاق الحسيني، أبو الفيض، الملقّب بمرتضى، الزَّبيد). Marashidil Ithlaa (مراصد الاطلاع علي اسمآء الامكنة والبقاع) karya Yaqut al-Humawi (ياقوت بن عبد الله الحموي). Irsaadus Saari (إرشاد الساري لشرح صحيح البخاري 1-15 ج4) karya al-Qasthalani (شهاب الدين أبي العباس أحمد بن محمد/القسطلاني); Biharul Anwaar (نام کتاب : بحار الأنوار – ط مؤسسةالوفاء نویسنده : العلامة المجلسي جلد : 12 صفحه : 98); al-Qamus al-Muhith karya al-Fairuzabadi (القاموس المحيط – الفيروز آبادي – ج ٤ – الصفحة ٣٨٢). Al-Lu’lu’ wal Marjan 2: Hadits-hadits Pilihan yang Disepakati Al-Bukhari-Muslim by Muhammad Fuad Abdul Baqi, 30 halaman 80, penerjemah: Taufik Muni, penyunting (editor): Hepi Andi Bastoni, penerbit Pustaka al-Kautsar-Jakarta, 2011. Kota Makkah dikelilingi oleh beberapa gunung, diantaranya gunung Abu Qubais pada bagian timur, gunung Abi Badidah (Kudai) dan gunung Khundamah pada bagian selatan, gunung Al Falj, gunung Qaiqa’an, gunung Hindi, gunung Lu’lu dan gunung Kada (gunung tertinggi) pada bagian utara. Tercantum dalam karya Nina M. Armando (2005) “Ensiklopedi Islam 5” Jakarta : Ichtiar Baru van Hoeve; Agungnya Taman Cinta Sang Rasul By Ustadzah Azizah Hefni, Penerbit Saufa, Yogyakarta, 2016; Abdul Waid, 3 kota suci, Makkah, madinah dan Palestina, (Yogyakarta, Safirah-2013), h. 12; Sahih al-Bukhari 1578, Kitab Haji (كتاب الحج), bab tentang jalur masuk Nabi (saw) ke Makkah lewat Kada dan keluar Makkah lewat Kuda (باب مِنْ أَيْنَ يَخْرُجُ مِنْ مَكَّةَ):عَنْ عَائِشَةَ ـ رضى الله عنها ـ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم دَخَلَ عَامَ الْفَتْحِ مِنْ كَدَاءٍ، وَخَرَجَ مِنْ كُدًا مِنْ أَعْلَى مَكَّةَ . Kadaa dan Kuda adalah dua nama tempat berbeda di dekat Makkah. Kadaa dengan pelafalan samaa atau vokal a ialah nama padang Arafah atau bukit di atas Makkah. Nabi (saw) dari arah Madinah memasuki Makkah lewat ini saat penaklukan Makkah. Kuda dengan pelafalan qurra (u) ialah sebuah bukit juga namun ke arah Yaman bukan Madinah.
[9] Syarh az-Zurqani ‘alal Mawaahibil Laduniyyah pada terbitan Darul Kutubil ‘Ilmiyyah tahun 1996, Beirut-Lebanon di jilid ke-3 halaman 421 (شرح الزرقانی علی المواھب اللدنیة جزء 3 صفحہ 421 باب غزوة الفتح الاعظم۔دار الکتب العلمیة بیروت 1996ء); tercantum juga pada Al-Mushannaf karya Ibnu Abi Syaibah al-Kufi (المصنف – ابن أبي شيبة الكوفي – ج ٨ – الصفحة ٥٢٨), Kitab ke-39 yaitu al-Maghazi (المغازي), bab ke-34 yaitu tentang Hadits Fath Makkah, 38055: قال أبو بكر: أي رسول الله! إن أبا سفيان رجل يحب السماع – يعني الشرف، فقال رسول الله (ص): (من دخل دار أبي سفيان فهو آمن إلا ابن خطل، ومقيس بن صبابة الليثي، وعبد الله بن سعد بن أبي سرح، والقينتين، فإن وجدتموهم متعلقين بأستار الكعبة فاقتلوهم) . Kanzul ‘Ummal (كنز العمال في سنن الأقوال والأفعال 1-10 ج5) karya ‘Alauddin al-Muttaqi al-Hindi (علاء الدين علي بن حسام الدين/المتقي الهندي). ‘Aunul Ma’bud (عون المعبود – العظيم آبادي – ج ٨ – الصفحة ١٧٩), Kitab tentang Kharaj, Imarah dan Fai (كتاب الخراج والإمارة والفيء), bab kabar Makkah (باب ما جاء في خبر مكة): وعند ابن أبي شيبة فقال أبو بكر يا رسول الله إن أبا سفيان رجل يحب السماع يعني الشرف فقال من دخل دار أبي سفيان فهو آمن ، فقال وما تسع داري : زاد ابن عقبة ومن دخل دار حكيم فهو آمن وهي من أسفل مكة ، ودار أبي سفيان بأعلاها ، ومن دخل المسجد فهو آمن ، قال وما يسع المسجد قال : ومن أغلق بابه فهو آمن . قال أبو سفيان هذه واسعة .
[10] Kitab Subulul Huda war Rasyaad fi Sirati Khairil ‘ibaad (نام کتاب : سبل الهدى والرشاد نویسنده : الصالحي الشامي جلد : 5 صفحه : 235), jilid kelima (المجلد الخامس تتمة جماع أبواب المغازي التي غزا فيها رسول الله صلى الله عليه وسلم بنفسه الكريمة الباب السابع والعشرون في غزوة الفتح الأعظم الذي أعز الله تعالى به دينه ورسوله وجنده وحرمه الأمين ذكر أكله – صلى الله عليه وسلم – عند أم هانئ رضي الله عنها) atau dalam Subulul Huda pada terbitan Darul Kutubil ‘Ilmiyyah tahun 1993, Beirut-Lebanon di jilid ke-5 halaman 235 (سبل الہدیٰ جلد 5 صفحہ 235، فی غزوۃ الفتح الاعظم، دارالکتب العلمیۃ بیروت لبنان، 1993ء). Majma’ az-Zawaid wa Manba’ al-Fawaid [Kumpulan Zawaid dan Sumber dari berbagai Faidah] (مجمع الزوائد ومنبع الفوائد) karya ‘Ali bin Abu Bakr al-Haitsami (علي بن أبي بكر الهيثمي), (كتاب المغازي والسير), 10252: وعن أبي هريرة: أن رسول الله ﷺ كان يوم الفتح قاعدا وأبو بكر قائم على رأسه بالسيف (رواه البزار عن إسحاق بن وهب). (فهارس أحاديث كشف الأستار عن زوائد البزار) karya (محمد أيمن الشبراوي/أبو يعلى).
[11] As-Sirah al-Halbiyah (السیرۃ الحلبیہ جلد 3 باب ذکر مغازیہ ۔ غزوہ حُنَین صفحہ 151۔ دار الکتب العلمیۃ 2002ء); Athlas Sirat Nabawi (اٹلس سیرت نبویؐ صفحہ 409دار السلام ریاض 1424ھ)
[12] Sirat Ibnu Hisyam (سیرت ابن ہشام صفحہ761۔ دار الکتب العلمیۃ ۔2001ء)
[13] Tarikh ath-Thabari (تاريخ الطبري/الجزء الثالث), Pembahasan Ghazwah Hawazin di Hunain (ذكر الخبر عن غزوة رسول الله ﷺ هوازن بحنين): قال ابن إسحاق: ولما سمع بهم رسول الله ﷺ بعث إليهم عبد الله بن أبي حدرد الإسلمي، وأمره أن يدخل في الناس فيقيم فيهم حتى يأتيه بخبر منهم؛ ويعلم من علمهم. فأنطلق ابن أبي حدرد، فدخل فيهم، فأقام معهم حتى سمع وعلم ما قد أجمعوا له من حرب رسول الله ﷺ، وعلم أمر مالك وأمر هوازن وما هم عليه. ثم أتى رسول الله، فأخبره الخبر؛. Abdullah bin Abu Hadrad Aslami melakukan penyusupan ke lingkungan Hawazin, menyerap informasi mengenai apa saja yang terjadi di kalangan mereka lalu menyampaikan kabar kepada Rasulullah (saw).
[14] as-Sirah al-Halbiyyah (ماخوذ از السیرۃ الحلبیہ جلد 3 صفحہ 151 تا 154 باب ذکر مغازیہ ۔ غزوہ حُنَین دار الکتب العلمیۃ 2002ء); Farhank Sirat (فرہنگ سیرت صفحہ 49 زوار اکیڈمی کراچی 2003ء); Tarikh ath-Thabari (تاريخ الطبري/الجزء الثالث), Pembahasan Ghazwah Hawazin di Hunain (ذكر الخبر عن غزوة رسول الله ﷺ هوازن بحنين).
[15] Sahih Muslim 4616, The Book of Jihad and Expeditions – Kitab tentang Jihad dan ekspedisi (كتاب الجهاد والسير), The Battle of Hunain – Perang Hunain (باب فِي غَزْوَةِ حُنَيْنٍ). Al-Lu’lu’ wal Marjan #2: Hadits-hadits Pilihan yang Disepakati Al-Bukhari-Muslim, tahqiq oleh Muhammad Fu’ad Abdul Baqi.
[16] As-Sirah an-Nabawiyah (السيرة النبوية لابن هشام) karya Abu Muhammad ‘Abdul Malik ibnu Hisyam al-Bashri (أبو محمد عبد الملك بن هشام البصري), keluarnya Rasul bersama pasukan beliau menuju Hawazin (خُرُوجُ الرّسُولِ بِجَيْشِهِ إلَى هَوَازِنَ), nama-nama mereka yang bertahan bersama Rasul (أَسَمَاءُ مَنْ ثَبَتَ مَعَ الرّسُولِ): وَفِيمَنْ ثَبَتَ مَعَهُ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ (mereka yang tetap bertahan bersama beliau (saw) diantara kaum Muhajirin ialah Hadhrat Abu Bakr dan Hadhrat ‘Umar) atau pada terbitan Darul Kutubil ‘Ilmiyyah tahun 2001, Beirut-Lebanon di halaman 764 (السیرة النبویۃ لابن ہشام صفحہ 764 غزوة حُنَین/ ثبات الرسول و بعض اصحابہ ۔ دار الکتب العلمیة بیروت 2001ء).
[17] Sahih Bukhari, Kitab-ul-Maghazi, bab firman Allah tentang yaum Hunain, Hadith no. 4322 (صحیح بخاری کتاب المغازی بَابُ قَوْلِ اللّٰهِ تَعَالَى وَيَوْمَ حُنَيْنٍ حدیث 4322); As-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam (السيرة النبوية لابن هشام), Ghazwah Hunain setelah penaklukan Makkah (غَزْوَةُ حُنَيْنٍ فِي سَنَةِ ثَمَانٍ بَعْدَ الْفَتْحِ), peri keadaan Abu Qatadah (شَأْنُ أَبِي قَتَادَةَ وَسَلَبُهُ), tahun ke-8 Hijriyyah (630)
[18] Sahih al-Bukhari 4316, Kitab Al-Maghaazi (كتاب المغازى) atau Military Expeditions led by the Prophet (pbuh)/ekspedisi militer dipimpin Nabi (saw), bab (بَابُ قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: {وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ} إِلَى قَوْلِهِ: {غَفُورٌ رَحِيمٌ}); Sahih Muslim 1776a, Kitab Jihad dan Ekspedisi (كتاب الجهاد والسير), bab pertempuran Hunain (باب فِي غَزْوَةِ حُنَيْنٍ).
[19] Tafsir Kabir jilid syasyam (جلد ششم) atau ke-6, halaman 409-410 (ماخوذ از تفسیر کبیر جلد6 صفحہ 409-410)
[20] Ar-Rahiq al-Makhtum (الرحیق المختوم صفحہ567 المکتبہ السلفیہ لاہور)
[21] Farhank Sirat (فرہنگ سیرت صفحہ88 زوار اکیڈیمی کراچی 2003ء)
[22] Kitab Subulul Huda war Rasyaad fi Sirati Khairil ‘ibaad (ماخوذ از سبل الھدیٰ والرشاد جلد5 صفحہ388 فی غزوۃ الطائف۔ دار الکتب العلمیة بیروت 1993ء)
[23] As-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam (السیرة النبویة لابن ہشام صفحہ792۔ ذکر غزوة الطائف بعد حُنَین۔ دار الکتب العلمیة بیروت 2001ء)
[24] Kitab Hadits Shahih Muslim, Kitab tentang Zakat (صحیح مسلم کتاب الزکاۃ باب اعطاء المؤلفۃ قلوبھم علی الاسلام حدیث نمبر 2442)
[25] As-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam (سيرة ابن هشام المسمى بـ «السيرة النبوية»), (رُؤْيَا الرّسُولِ وَتَفْسِيرُ أَبِي بَكْرٍ لَهَا) Terbitan Darul Kutubil ‘Ilmiyyah Beirut-Lebanon, 2001 (السیرة النبویة لابن ہشام صفحہ793۔ ذکر غزوة الطائف بعد حُنَین۔ دار الکتب العلمیة بیروت 2001ء): ارْتِحَالُ الْمُسْلِمِينَ وَسَبَبُ ذَلِكَ]:قَالَ أَوَمَا أُذِنَ لَك فِيهِمْ يَا رَسُولَ اللّهِ؟ قَالَ لَا. قَالَ أَفَلَا أُؤَذّنُ بِالرّحِيلِ؟ قَالَ بَلَى قَالَ فَأَذّنَ عُمَرُ بِالرّحِيلِ . Tercantum juga dalam Tarikh ath-Thabari (نام کتاب : تاريخ الطبري نویسنده : الطبري، ابن جرير جلد : 2 صفحه : 355); As-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Katsir (نام کتاب : السيره النبويه نویسنده : ابن كثير جلد : 3 صفحه : 662): وَقَدْ بَلَغَنِي أَنّ رَسُولَ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَالَ لِأَبِي بَكْرٍ الصّدّيقِ وَهُوَ مُحَاصِرٌ ثَقِيفًا; Kitab Subulul Huda (كتاب سبل الهدى والرشاد في سيرة خير العباد) karya ash-Shalih asy-Syaami (الصالحي الشامي), Jilid kelima (المجلد الخامس تتمة جماع أبواب المغازي التي غزا فيها رسول الله صلى الله عليه وسلم بنفسه الكريمة الباب التاسع والعشرون في غزوة الطائف ذكر منام رسول الله صلى الله عليه وسلم الدال على عدم فتح الطائف حينئذ وإذنه بالرجوع واشتداد الرجوع على الناس قبل الفتح)
[26] Mu’jamul Buldaan (معجم البلدان جلد دوم صفحہ 14 دار صادر بیروت1977ء)
[27] Ath-Thabaqaat al-Kubra (الطبقات الکبریٰ جلد 3 صفحہ 131۔ ‘‘ابوبکر الصدیق’’ ومن بنی تیم بن مرَّۃ بن کعب۔ دار الکتب العلمیة بیروت 2017ء)
[28] Syarh ‘Allamah az-Zurqani (شرح علامہ زرقانی جلد4 صفحہ69 ثم غزوۃ تبوک دار الکتب العلمیۃ بیروت)
[29] As-Sirah al-Halabiyyah (السيرة الحلبية – الحلبي – ج ٢ – الصفحة ٤٢٩) atau Insanul ‘Uyuun fi Sirah al-Amin al-Ma-mun (إنسان العيون في سيرة الأمين المأمون) Vol. 3, pp. 183-184, Ghazwah Tabuk, Dar-ul-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, 2002 (السیرۃ الحلبیہ جلد 3 صفحہ 183-184 غزوہ تبوک، دارالکتب العلمیۃ بیروت2002ء): وبعثت النساء رضي الله تعالى عنهن بكل ما يقدرون عليه من حليهن. وتصدق عاصم بن عدي رضي الله تعالى عنه بسبعين وسقا من تمر . Buku ini karya Ali bin Ibrahim bin Ahmad al-Halabi, Abu al-Faraj, Nuruddin bin Burhanuddin al-Halabi (علي بن إبراهيم بن أحمد الحلبي، أبو الفرج، نور الدين ابن برهان الدين). Beliau seorang Sejarawan dan Adib (Sastrawan). Asal dari Halb (Aleppo, Suriah) dan wafat di Mesir pada 1044 Hijriyah.
[30] Lughaat-ul-Hadith, Vol. 1, p. 82, bahasan tentang Awqiyah, Vol. 4, p. 487, bahasan tentang Wasq, Vol. 2, p. 648, bahasan tentang Sha’, Nashir Nu’mani Kutub Khana, Lahore, 2002 (لغات الحدیث جلد 1 صفحہ 82‘‘ اوقیہ ’’جلد 4 صفحہ487 ’’وسق‘‘۔ جلد 2 صفحہ 648 ’’صاع‘‘ ناشر نعمانی کتب خانہ لاہور 2005ء).
https://www.alislam.org/friday-sermon/2022-02-11.html If one maund is approximately 40 kilograms, then this would come up to just over a ton; or about ten and a half tons.
1 uqiyah setara dengan 40 dirham. Satu wasaq setara dengan satu sha’ dan 1 sha’ kurang lebih setara dengan 2,5 seer atau 2,5 kg. Jumlah seluruh kurma tersebut menjadi 262 mun. 1 mun sekitar 38-39 Kg yang bila dibulatkan 40 seer = 40 kg yang berarti 262 x 40 = 10.480 kg atau 10 ton lebih. Ada juga riwayat yang menyebutkan Hadhrat ‘Aashim bin ‘Adiyy menginfakkan 100 wasq yang bila diukur ialah 14.000 kg atau 14 ton. Singkatnya, Hadhrat ‘Aashim pada kesempatan tersebut mempersembahkan kurma-kurma miliknya dan dalam jumlah yang sangat banyak. Penjelasan ini bisa dilihat pada khotbah Jumat 23 Agustus 2019 dan 6 Desember 2019. Di Khotbah Jumat 6 Desember 2019, Hudhur (atba) juga mengoreksi isi khotbah beliau sebelumnya yang salah tentang perhitungan wasq ini.
[31] Sunan Abi Dawud 1678, Kitab Al-Zakat (كتاب الزكاة), bab rukhshah atau keringanan (باب فِي الرُّخْصَةِ فِي ذَلِكَ):عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ . Jami` at-Tirmidhi 3675 atau Sunan at-Tirmidzi, Kitab Manaqib (كتاب المناقب عن رسول الله صلى الله عليه وسلم), bab Manaqib Abu Bakr dan ‘Umar (باب فِي مَنَاقِبِ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رضى الله عنهما كِلَيْهِمَا ) atau bab (باب رجاءہ ان یکون ابو بکر ممن یدعی من جمیع ابواب الجنة حدیث : 3675)
[32] Malfuzat, Vol. 6, p. 40, footnote (ماخوذ از ملفوظات جلد6صفحہ40حاشیہ). Khotbah Jumat 11 Juni 2021 oleh Hadhrat Khalifatul Masih V (atba).
[33] As-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam (السيرة النبوية لابن هشام), ghazwah Tabuk (غَزْوَةُ تَبُوكَ فِي رَجَبٍ سَنَةَ تِسْعٍ), Kewafatan Dzul Bijadain dan pelaksanaan penguburan oleh Rasul hingga beliau (saw) turun ke liang kuburannya (وَفَاةُ ذِي الْبِجَادَيْنِ وَقِيَامُ الرَّسُولِ عَلَى دَفْنِهِ). Tercantum dalam Ma’ritush Shahabah (معرفة الصحابة لأبي نعيم الأصبهاني الأسماء عبد الله ذو البجادين المزني له ذكر في حديث عبد الله بن مسعود), nomor 3644, halaman 822 pada terbitan Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, 2001 (سیرت ابن ہشام صفحہ822، کتاب رسول اللہﷺ لصاحب ایلۃ، دارالکتب العلمیۃ بیروت لبنان، 2001ء): عَنْ أَبِي وَائِلٍ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ ، قَالَ : وَاللَّهِ لَكَأَنِّي أَرَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ ، وَهُوَ فِي قَبْرِ عَبْدِ اللَّهِ ذِي الْبِجَادَيْنِ ، وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ يَقُولُ : أَدْنِيَا مِنِّي أَخَاكُمَا ، فَأَخَذَهُ مِنْ قِبَلِ الْقِبْلَةِ حَتَّى أَسْنَدَهُ فِي لَحْدِهِ ، ثُمَّ خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَوَلَّاهُمَا الْعَمَلَ ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ دَفْنِهِ اسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ رَافِعًا يَدَيْهِ يَقُولُ : اللَّهُمَّ إِنِّي أَمْسَيْتُ عَنْهُ رَاضِيًا فَارْضَ عَنْهُ وَكَانَ ذَلِكَ لَيْلًا فَوَاللَّهِ لَقَدْ رَأَيْتُنِي وَلَوَدِدْتُ أَنِّي مَكَانَهُ ، وَلَقَدْ أَسْلَمْتُ قَبْلَهُ بِخَمْسَ عَشْرَةَ سَنَةً .
[34] Kitab Subulul Huda war Rasyaad fi Sirati Khairil ‘ibaad (كتاب سبل الهدى والرشاد في سيرة خير العباد) jilid ke-5 (جلد5 صفحہ 459-460 ، فی غزوۃ تبوک، دارالکتب العلمیۃ بیروت 1993ء) karya ash-Shalih asy-Syaami (الصالحي الشامي), jilid kelima (المجلد الخامس تتمة جماع أبواب المغازي التي غزا فيها رسول الله صلى الله عليه وسلم بنفسه الكريمة الباب السابع والعشرون في غزوة الفتح الأعظم الذي أعز الله تعالى به دينه ورسوله وجنده وحرمه الأمين ذكر نزوله – صلى الله عليه وسلم – بمر الظهران). Dalailun Nubuwwah (دلائل النبوة – ج٢ – الحافظ أبي نعيم الأصبهاني), pembahasan perang Tabuk (ذكر ما كان في غزوة تبوك): أن عبد اللّه ذا البجادين من مزينة كان يتيما لا مال له، ثم مات أبوه فلم يورّثه شيئا، و كان عمّه ميّلا فأخذه و كفله حتى كان قد أيسر، و كانت له إبل و غنم و رقيق، فلما قدم رسول اللّه (صلى اللّه عليه و سلم) المدينة جعلت نفسه تتوق إلى الإسلام، و لا يقدر عليه من عمّه، حتى مضت السنون و المشاهد كلّها، فانصرف رسول اللّه (صلى اللّه عليه و سلم) من فتح مكة راجعا إلى المدينة، فقال عبد اللّه ذو البجادين لعمّه: يا عم إني قد انتظرت إسلامك، فلا أراك تريد محمدا، فاذن لي في الإسلام، فقال: و اللّه لئن اتبعت محمدا لا أترك بيدك شيئا كنت أعطيتك إلّا نزعته منك، قال عبد العزى- و هو اسمه يومئذ- فأنا و اللّه متّبع محمدا، و تارك عبادة الحجر، هذا ما بيدي فخذه، فأخذ كل ما كان أعطاه حتى جرّده من إزاره، فأتى أمه فأعطته بجادا لها [فشق بجاده] باثنين فاتزر بواحد، و اتّشح بالآخر، ثم أقبل المدينة، فاضطجع في المسجد في السّحر، ثم صلى رسول اللّه (صلى اللّه عليه و سلم)، ثم جعل يتصفّح الناس لما انصرف من صلاة الصبح، فنظر إليه رسول اللّه (صلى اللّه عليه و سلم) فقال: من أنت؟ قال أنا عبد العزى، قال: أنت عبد اللّه ذو البجادين، ثم قال: أنزل مني قريبا، فكان يكون من أضيافه (صلى اللّه عليه و سلم) و يعلمه القرآن، حتى قرأ قرآنا كثيرا، و الناس يتجهزون إلى تبوك، و كان رجلا صيّتا، و كان يقوم في المسجد فيرفع صوته بالقراءة، فقال عمر: يا رسول اللّه ألا تسمع إلى صوت هذا الأعرابي، يرفع صوته بالقرآن، قد منع الناس القراءة، فقال رسول اللّه (صلى اللّه عليه و سلم): دعه يا عمر فإنه خرج مهاجرا إلى اللّه و رسوله . Tercantum juga dalam Usdul Ghabah (اسدالغابۃ جلد3 صفحہ 229 دارالکتب العلمیۃ)
[35] Ar-Raudh al-Unf (الروض الانف فی تفسیر السیرۃ النبویہ لابن ہشام، حج ابی بکر بالناس سنۃ تسع ، جلد4 صفحہ318-319 دارالکتب العلمیۃ بیروت); ‘Umdatul Qari (عمدۃ القاری کتاب الحج باب لا یطوف بالبیت عریان جلد9 صفحہ384 مطبوعہ دار احیاء التراث2003ء)
[36] As-Sirah al-Halbiyah (السیرۃ الحلبیہ۔جلد3 صفحہ295۔باب سرایہ و بعوثہﷺ/سریہ اُسامہ بن زید …۔دار الکتب العلمیة بیروت لبنان)
[37] Syarh az-Zurqani ‘alal Mawaahibil Laduniyyah bil Minah al-Muhammadiyyah (كتاب شرح الزرقاني على المواهب اللدنية بالمنح المحمدية) karya Muhammad ‘Abdul Baqi az-Zurqani (الزرقاني، محمد بن عبد الباقي) jilid ke-4 (المجلد الرابع تابع كتاب المغازي حج الصديق بالناس): وذكر ابن سعد وهو في حديث جابر أنه أدركه بالعرج، وقال ابن عائذ: بضجنان بفتح المعجمة، وسكون الجيم ونونين بينهما ألف . Ash-Shahih min Siratil Imam ‘Ali (الصحيح من سيرة الإمام علي (عليه السلام)- ج07 / الصفحات: ١ – ٢٠) bahasan pengutusan Abu Bakr ke Makkah (إرسال أبي بكر إلى مكة); ar-Rakhiq al-Makhtum karya al-Mubarakfuri (اسم الکتاب : الرحيق المختوم المؤلف : صفي الرحمن المباركفوري الجزء : 1 صفحة : 404) bahasan Haji (حج أبي بكر رضي اللّه عنه); Subulul Huda (سبل الهدى والرشاد في سيرة خير العباد 1-14 مع الفهارس ج12) karya ash-Shalih asy-Syaami (محمد بن يوسف/الصالحي الشامي); al-Ihsaan bi-Tartib Shahih Ibni Hibban(الإحسان بترتيب صحيح ابن حبان 1-7 مع الفهارس ج6) karya ‘Alauddin ‘Ali ibnu Bulban al-Farisi (علاء الدين علي/ابن بلبان الفارسي); Athlas al-Khalifah ‘Ali (أطلس الخليفة علي بن أبي طالب رضي الله عنه: سلسلة أطلس تاريخ الخلفاء الراشدين 4) karya Sami bin ‘Abdullah al-Maghlut (سامي بن عبدالله المغلوث).
[38] As-Sirah an-Nabawiyah karya Ibnu Hisyam (السيرة النبوية لابن هشام) Hajj Abi Bakr bi al-Nas (حَجُّ أَبِي بَكْرٍ بِالنَّاسِ سَنَةَ تِسْعٍ اخْتِصَاصُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ), pengistimewaan ‘Ali oleh Rasulullah (saw) (saw) terkait bara-ah (اخْتِصَاصُ الرَّسُولِ عَلِيًّا بِتَأْدِيَةِ بَرَاءَةٌ عَنْهُ), Dzulhijjah tahun ke-9 Hijriyyah (631), [Beirut, Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001], 832. Tafsir ath-Thabari Surah at-Taubah (تفسير الطبري – ج 14 – 48 الأنفال – التوبة)
[39] Al-Bidayah wan Nihayah (البداية والنهاية/الجزء الخامس/أبو بكر الصديق أميرا على الحج) dan Tafsir Ibnu Katsir (تفسير ابن كثير — ابن كثير (٧٧٤ هـ) keduanya karya Ibnu Katsir; al-Asas fit Tafsir (الأساس في التفسير) bagian pertama (القسم الأول); ‘Umdatul Qaari (عمدة القاري – ج 18 – 4341 – 4697 – تتمة المغازي – تفسير القرآن); al-Fathur Rabbaani li-Tartib Musnad al-Imam Ahmad ibni Hambal asy-Syaibani (الفتح الرباني لترتيب مسند الإمام أحمد بن حنبل الشيباني ج18)
[40] as-Sirah an-Nabawiyah karya ibnu Hisyam (سیرۃ ابن ہشام۔حج ابی بکر بالناس سنۃ تسع … صفحہ 832 دارالکتب العلمیۃ بیروت لبنان 2001ء); Subulul Huda (سبل الہدی جلد 12 صفحہ 73 دار الکتب العلمیۃ بیروت 1993ء); al-Bidayah wan Nihayah (البدایہ والنھایہ لابن کثیر جزء7صفحہ228-229 ذکر بعث رسول اللّٰہﷺ ابابکر امیرا علی الحج….. دار ھجر 1997ء); Mu’jamul Buldaan (معجم البلدان جلد 3 صفحہ 515 دار الکتب العلمیۃ بیروت); Farhank Sirah (فرہنگ سیرت صفحہ 198 زوار اکیڈیمی کراچی 2003ء)
[41] Sumber referensi: Al-Fadhl International (الفضل انٹرنیشنل 04؍مارچ 2022ء) https://www.alfazlonline.org/07/03/2022/55645/ dan https://www.alfazl.com/2022/02/26/41687/ ; www.alislam.org (website resmi Jemaat Ahmadiyah Internasional bahasa Inggris dan Urdu) dan www.Islamahmadiyya.net (website resmi Jemaat Ahmadiyah Internasional bahasa Arab). Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Syahid (London-UK), Mln. Hasyim dan Mln. Fazli ‘Umar Faruq. Editor: Dildaar Ahmad Dartono.