Bai’at
“Sesungguhnya orang-orang yang bai’at kepada engkau sebenarnya mereka bai’at kepada Allah. Tangan Allah berada di atas tangan mereka. Maka siapa yang melanggar (janjinya), sesungguhnya ia memutuskan untuk kerugiannya sendiri; dan siapa yang menyempurnakan apa yang dia telah janjikan kepada Allah, maka Dia segera akan memberinya ganjaran yang besar.” (Al-Fath, 48 : 11)
1. Bai’at Syari’at Islam
2. Penerima Bai’at Sesudah Rasulullah shallallaahu‘alaihi wa salaam Wafat
3. Jaminan Bagi Orang yang bai’at
4. Orang yang Mengaku Beriman Pasti Diuji
5. Kerugian Orang yang Tidak Bai’at
6. Prosedur Bai’at
1. Bai’at Syari’at Islam
Bai’at berasal dari kata وَبَيْعَةً – بَاعاً – يَبِيْعُ – بَاعَ yang artinya menjual. Maksudnya adalah “Orang beriman menjual diri dan hartanya, sedangkan pembelinya adalah Allah subhaana-Hu wata’aala. Adapun penggantinya (bayarannya) berupa surga.” Ajaran bai’at demikian ini, terdapat dalam kitab Taurat, Injil dan Al-Quran surah 9 (At-Taubah) ayat 112. Jadi, bai’at itu merupakan ajaran setiap agama yang ditegakkan kembali dan dilestarikan oleh Islam melalui sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihiwa salaam dan dilanjutkan oleh Khulafaa-ur-Rasyidin beliau, meskipun para sahabat sudah bai’at kepada beliau, karena bai’at itu ikrar kesetiaan kepada seorang pemimpin (imam) orang-orang yang beriman. Bai’at merupakan alat pengikat ketika seseorang memasuki pintu gerbang Jamaah Islam yang dikehendaki oleh Allah subhaana-Hu wata’aala dan Rasul-Nya. Berkat bai’at perjuangan dan pengorbanan setiap orang akan lebih bermanfaat, bahkan akan menjalin persatuan yang mendatangkan kekuatan dan keindahan Islam dan umatnya. Karena itu, orang yang mati tanpa ikatan bai’at berarti mati tuna ilmu sebab potensinya tidak dipersembahkan untuk keperluan Jamaah Islam yang didirikan atas perintah Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihiwa salaam bersabda:
“Siapa yang mati, padahal tidak ada bai’at di atasnya, maka berarti ia mati seperti kematian orang yang tidak mengerti.” (HR Ahmad bin Hanbal, dan Kanzul-Umal, Juz I/463)
Pada hakikatnya, bai’at itu ditujukan kepada Allah subhaana-Hu wata’aala karena Dia yang memiliki surge sebagai sarana untuk membeli orang-orang beriman yang telah menyatakan bai’at. Namun, dalam prakteknya Allah subhaana-Hu wata’aala mewakilkan penerimaan bai’at itu kepada Nabi Besar Muhammad shallallaahu ‘alaihiwa salaam sebagai wakil-Nya (Khalifatullah) di bumi pada saat itu, sebagaimana tersurat dalam QS 48 : 11.
2. Penerima Bai’at Sesudah Rasulullah shallallaahu‘alaihi wa salaam Wafat
Setelah Rasulullah shallallaahu ‘alaihiwa salaam wafat, tugas penerimaan bai’at diwariskan kepada pengganti beliau shallallaahu ‘alaihiwa salaam sebagai Khalifah Rasulullah. Yaitu, Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallaahu ‘anhu, Umar bin Al-Khathab radhiyallaahu ‘anhu, Usman bin Affan radhiyallaahu‘anhu dan Ali bin Abi Thalib karramahullaahu wajhah. Karena itu, walaupun telah bai’at kepada Rasulullah, para sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihiwa salaam berbai’at lagi kepada Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu setelah terpilih menjadi Khalifah Rasulullah (HR Al-Harits, Ibnu Jarir, Bukhari dan Muslim; dan Kanzul-Umal, Juz V/14109).
Demikian pula Umar bin Khatab radhiyallaahu ‘anhu menyuruh manusia supaya bai’at kepadanya, lalu mereka bai’at (HR Bukhari dan Muslim; dan Kanzul-Umal, Juz V/14135). Bahkan, Sa’ad bin Ubadah radhiyallaahu ‘anhu diperintah Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk memberitahukan kepada umat manusia dan kaumnya, lalu mereka berbai’at kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallaahu ‘anhu sebagai Khalifah Rasulillah saat itu (HR Ibnu Sa’ad; dan Kanzul-Umal, JuzV/14108). Demikian juga sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu dan sahabat Zubair bai’at kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. (HR Al-Mahamili; dan Kanzul-Umal, JuzV/14124).
Sehingga, dengan bai’at itu umat Islam tetap terjaga dalam satu jamaah yang dipimpin satu Imam. Sebaliknya, tanpa bai’at umat Islam akan mudah berpecah-belah dan saling bertentangan yang bisa menimbulkan permusuhan dan peperangan yang menyebabkan rusaknya keindahan Islam dan lemahnya kaum Muslimin, sehingga bencana demi bencana menimpa kehidupan mereka. Sebagaimana fakta sejarah kaum muslimin sejak terbunuhnya Khalifah Rasulilah Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu, hingga zaman akhir sekarang ini. Sampai-sampai dalam suatu Hadits, kaum Muslimin dinubuatkan akan menjadi seperti Bani Israil laksana sepasang sandal dan akan pecah menjadi 73 golongan (HR Al-Hakim dalam “Al-Mustadrak”, dan Ibnu Asakir dari Amr radhiyallaahu ‘anhu; dan Kanzul-Umal, Juz I/1060).
Dimana, golongan Yahudi dikutuk oleh Allah subhaana-Hu wata’aala karena mereka berupaya membunuh dan mendustakan Nabi yang diutus kepada mereka dan golongan Nasrani hidup tersesat karena mereka setelah menerima Nabi yang benar, kemudian mereka menobatkannya sebagai Tuhan.
Guna menyelamatkan kaum Muslimin yang telah berpecah-belah dan saling berselisih pendapat pada zaman akhir ini, maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salaam menyuruh kaum Muslimin bersatu kembali dalam satu jamaah Islam yang telah didirikan oleh Imam Mahdi ‘alaihis-salaam sebagai wakil Rasulullah shallallaahu ‘alaihiwa salaam dan Khalifatullah, Al-Mahdi di zaman ini, dengan cara bai’at kepada beliau ‘alaihis-salaam. Dan apa bila beliau ‘alaihis-salaam wafat, maka bai’at harus ditujukan kepada Khalifatul-Masih yang menggantikannya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihiwa salaam bersabda:
“Maka, apabila kamu sekalian memahaminya (Imam Mahdi), maka bai’atlah kamu kepadanya, meskipun kamu merangkak di atas salju, karena ia Khalifatullah, Al-Mahdi.” (HR IbnuMajah, dan Al-Hakim dalam “Al-Mustadrak” dari Tsauban radhiyallaahu ‘anhu dan Kanzul-Umal, Juz XIV/38658)
Perlu diketahui bahwa Hadits ini, menurut Ibnu Majah: isnad-nya Shahih, rijal-nya tsiqat (para perawinya kuat hapalannya dan adil) serta kesahihannya berdasarkan syarah Bukhari dan Muslim. Dengan demikian, sangat meyakinkan bahwa bai’at itu adalah Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salaam dan Sunnah Khulafaur-Rasyidin radhiyallaahu ‘anhum dan pada zaman akhir ini telah ditegakkan kembali oleh Imam Mahdi ‘alaihis-salaam semata-mata untuk mengikuti perintah Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa salaam. Berkat bai’at ini, insya’Allah, umat Islam akan segera menjadi satu ikatan jamaah Islam dalam skala internasional yang menjadi rahmat bagi bangsa-bangsa di dunia ini.