Nabi Isa adalah Nabi Allah yang lahir dari siti Maryam (Maria) dan beliau merupakan Almasih Bani Israel sebagaimana telah dinubuatkan oleh Nabi Musa a.s.
Berikut ini adalah fakta seputar Nabi Isa as:
A. KELAHIRAN NABI ISA TANPA BAPAK
Fakta pertama tentang nabi Isa adalah perihal keajaiban kelahiran Nabi Isa (as) yaitu beliau lahir tanpa bapak telah diterangkan oleh Alquran.
Siti Maryam– Seorang Hamba yang Suci
Alquran telah menjelaskan tentang kelahiran Nabi Isa (as) tanpa bapak, dan menolak anggapan bahwa Maryam adalah seorang yang tidak suci atau kelahiran Nabi Isa (as) tidak sah. Alquran menerangkan pernyataan Maryam kepada malaikat: “Bagaimana aku akan mempunyai seorang anak laki-laki, bila belum pernah seorang laki-laki pun menyentuhku, dan aku tidak pernah berbuat tak senonoh” (QS Maryam [19]: 21)
Selain itu, atas dasar kesuciannya, Surah 19 di dalam Al-Quran dinamai sesuai namanya, dan orang-orang Islam yang saleh telah disamakan dengannya.
Fenomena Sangat Langka
Kelahiran Nabi Isa (as) tanpa bapak tidak diragukan lagi adalah sebuah mukjizat. Namun menurut pandangan Muslim Ahmadiyah, mukjizat selalu bekerja sesuai dengan hukum Allah, betapapun terbatasnya pemahaman kita tentang hukum tersebut. Ilmu pengetahuan modern baru-baru ini mulai mempelajari fenomena langka semacam ini.
Sebagai contoh, terdapat dokumentasi tentang kejadian langka kelahiran tanpa pembuahan pada hewan [klasifikasi] yang lebih rendah, dan hal ini menjadi kejutan bagi para ahli zoologi. Bahkan terdapat juga laporan-laporan (meski belum didalami) tentang kehamilan tanpa bapak pada manusia.
Tentu saja, penelitian terus berlanjut dan penyebutan fenomena ini untuk menunjukkan bahwa apa yang dulu dianggap mustahil, suatu saat akan dapat diterima.
B. ANAK TUHAN
Fakta selanjutnya tentang Nabi Isa adalah dianggap sebagai anak Tuhan, khususnya oleh kalangan Nasrani. Padalah istilah ‘anak Allah’ itu adalah penyebutan umum untuk orang-orang beriman, bukan hanya untuk Nabi Isa (as) saja.
Istilah ‘Anak Tuhan’
Istilah “Anak Tuhan” telah digunakan untuk merujuk pada Nabi Isa (as), tetapi perlu dicatat bahwa Allah telah menggunakan istilah ini untuk banyak nabi-nabi yang lain.
Misalnya, Tuhan, dalam Perjanjian Lama yang berkaitan dengan Daud a.s:
“Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepadaku: “Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini.”* (Mazmur 2:7)
*Selain terjemahan yang dituliskan disini, dalam Injil New International Version frasa “telah Kuperanakkan” juga diterjemahkan sebagai “telah menjadi Bapamu.”
Selanjutnya, dalam Perjanjian Baru, Adam a.s disebutkan dalam silsilah “Anak Tuhan” (Lukas 3:38). Bahkan sebagian orang dapat berpendapat bahwa Nabi Adam dapat memiliki pendakwahan yang lebih besar dibandingkan “Anak Tuhan”, karena tidak seperti Yesus, Adam a.s tidak memiliki ayah atau ibu di dunia.
Untuk menyelarasakan referensi-referensi ini dan referensi lainnya, tidak masuk akal jika menyimpulkan bahwa penggunaan istilah “Anak Tuhan” dalam Injil diartikan sebagai ‘anak’ secara harfiah, melainkan sebuah kiasan semata.
Sifat-Sifat Nabi Isa
Pemahaman secara kiasan ini dibuktikan dengan kata-kata dan tindakan Yesus sendiri. Yesus biasa melakukan ibadah sebagai manusia biasa, seperti puasa dan doa. Tapi bukti paling kuat adalah Yesus sendiri mengakui bahwa beliau tidak dapat mengetahui masa depan, ‘hanya Bapa yang memiliki pengetahuan sempurna.’ (Markus 13:32).
Hal ini sangat penting karena doktrin Kristen berpendapat bahwa sifat Yesus adalah “ketunggalan hipostatik” (merujuk kepada kepercayaan Kristen bahwa Yesus mempunyai dua kodrat sebagai Tuhan dan manusia di dalam satu individu). Artinya, dia “sepenuhnya Tuhan” dan “sepenuhnya manusia” pada saat bersamaan. Jika ini benar, maka beliau seharusnya tidak menyangkal sifat beliau yang maha tahu.
Dari fakta ini dan pertimbangan filosofis lainnya, membuat kita mempertanyakan istilah “Anak Tuhan” di dalam injil dan penafsiran secara harfiah kepada Yesus.
C. MUKJIZAT NABI ISA DALAM AL-QUR’AN
Al-Qur’an menjelaskan beberapa mukjizat Nabi Isa (as), di antaranya kemampuannya menciptakan burung, menyembuhkan orang buta, dan menghidupkan kembali orang mati (QS Ali Imran [3]:50).
Ahmadiyah menafsirkan tanda-tanda khusus itu bersifat kiasan. Orang-orang yang beriman pada kenabian Nabi Isa (as) akan terbang tinggi laksana burung, menggapai cakrawala rohaniah, meninggalkan urusan-urusan duniawi. Demikian pula dalam arti kiasan, Nabi Isa (as) memulihkan penglihatan orang-orang yang buta rohani dan menghidupkan kembali orang-orang yang mati rohaninya.
Nabi Isa (as) sendiri menyebut musuh-musuh beliau itu “buta” karena sifat munafik mereka dalam hal keimanan (Matius 23:26). Jadi makna hakiki tentang penyembuhan adalah bersifat rohaniah, bukan fisik. Harus diingat bahwa Nabi Isa (as) juga seringkali berbicara dalam perumpamaan, seperti sabda beliau yang sangat terkenal, “Biarkan orang mati mengubur orang-orang mati mereka.” (Matius 8:22).
Al-Qur’an juga menggambarkan orang-orang kafir sebagai tuli, bisu dan buta (QS Al-Baqarah [2]:19) dan Nabi Muhammad SAW menawarkan ‘kehidupan’ dan kebangkitan dari kematian rohani seperti itu. (QS Al-Anfal [8]:25).
Penafsiran Literal
Tentu saja, akan sulit jika menerapkan penafsiran literal untuk semua mukjizat yang disebutkan Injil. Bahkan tafsir otoritatif Harper’s Bible Commentary lebih jauh telah menganjurkan untuk mengabaikan tentang mukjizat berikut yang berhubungan dengan kebangkitan.
“Dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit. Dan sesudah kebangkitan Yesus, mereka pun keluar dari kubur, lalu masuk ke kota kudus dan menampakkan diri kepada banyak orang.” (Matius 27 : 52-53)
Hazrat Mirza Ghulam Ahmad menjelaskan makna ayat-ayat ini dalam buku monumental beliau, Yesus di India. Beliau menjelaskan bahwa Injil sebenarnya menceritakan rincian penglihatan rohani. Dan dalam bahasa penglihatan rohani (kasyaf), jika ada yang melihat “bahwa orang mati telah keluar dari kuburan dan menuju rumah mereka, penafsirannya adalah bahwa seorang tahanan akan dilepaskan dari perbudakannya, dan dia akan diselamatkan dari tangan penganiayanya.”
Kebetulan, penafsiran ini juga dikuatkan oleh buku Gustavus Miller, 10,000 Dreams Interpreted.
Ironisnya, sementara para ilmuwan Kristen menganjurkan agar tidak memberikan pandangan apapun terhadap ayat-ayat tertentu Injil, seorang Muslim, yang mengaku sebagai Almasih yang Dijanjikan, datang membela Injil dengan menggambarkan beberapa keindahan metafora yang terkandung di dalamnya.
Mukjizat dan Ketuhanan
Selanjutnya, harus diingat bahwa Elia (Nabi Ilyas a.s) juga menghidupkan kembali orang yang sudah mati (1 Raja-raja 17: 19-22). Sulit untuk membangun argumen tentang ketuhanan Yesus berdasarkan hal itu, kecuali jika seseorang menganggap Elia (Nabi Ilyas a.s) juga Tuhan. Pendapat bahwa Yesus melakukan mukjizat dengan kekuatannya sendiri, sedangkan Elia dibantu Allah, bertentangan dengan pernyataan yang ada di Perjanjian Baru itu sendiri. Kisah Para Rasul (2:22) menyatakan: “Hai orang-orang Israel, dengarlah perkataan ini: Yang aku maksudkan, ialah Yesus dari Nazaret, seorang yang telah ditentukan Tuhan dan yang dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Tuhan dengan perantaraan dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu tahu.”
D. TUGAS NABI ISA (AS)
Fakta selanjutnya adalah tentang tugas Nabi Isa (as) yang hanya untuk 12 suku Israel, bukan seluruh dunia.
Domba-domba Suku Israel
Cakupan wilayah misi Nabi Isa (as) terbatas pada tempat-tempat tinggal Bani Israel. Nabi Isa (as) sendiri mengatakan “Aku diutus hanya untuk domba-domba yang hilang dari Israel.” (Matius 15:24).
Bani Israel mengikuti Taurat, dan Nabi Isa (as) datang untuk menghidupkan kembali ajaran Taurat di dalam hati umat Bani Israel dan menghilangkan segala kesalahpahaman. Nabi Isa (as) adalah pengikut Nabi Musa a.s dan tidak mengubah atau menolak syariat Nabi Musa a.s. Perjanjian Baru menyatakan bahwa Nabi Isa (as) datang hanya untuk memenuhi Hukum Taurat dan tidak menghapusnya (Matius 5:17).
Suku yang Hilang di Afghanistan
Dari kedua belas suku Bani Israel, hanya dua suku yang tinggal di tanah asal mereka. Sepuluh suku lainnya, yang dikenal sebagai suku-suku yang hilang atau domba-domba Israel yang hilang, karena mereka tidak pernah kembali ke kampung halaman. Sebagian besar suku-suku itu menetap di Afghanistan, India utara sampai ke China. Oleh karena itu, sangat penting bagi Nabi Isa (as) untuk pergi ke daerah-daerah itu guna melaksanakan tugas kenabiannya.
Saat ini terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa masyarakat tertentu di Afghanistan, India dan wilayah-wilayah sekitarnya merupakan keturunan Bani Israel. Bukti ini dapat dilihat dari tradisi lisan, tulisan, ciri fisik, bahasa, cerita rakyat, peninggalan, dan adat istiadat. Kebanyakan dari mereka bahkan menyebut diri sebagai ‘bani Israel’ atau ‘anak-anak Israel’.
Penerjemah: Khaerani Adenan
Comments (3)