Pidato yang disampaikan oleh Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih V aba., Imam Jamaah Muslim Ahmadiyah Internasional pada Sesi Lajnah, Jalsah Salanah UK 2021
Saat ini, atas nama kebebasan berpikir dan berekspresi dan bebas bertindak, pandangan semacam itu telah mengakar dan lebih cenderung mengarah pada kegelapan, bukannya cahaya. Ini adalah konsep yang salah dan dangkal, yang tidak mempertimbangkan sedikitpun manfaat dan bahayanya.
Kebebasan berpikir dan berkspresi ini memiliki lebih banyak kerugian daripada manfaatnya. Bahkan tidak terpikir hal itu dapat mengorbankan masa depan generasi penerus. Tidak hanya mereka yang terjerumus pada kegelapan, tetapi juga menyeret generasi penerus ke arah itu.
Kebebasan ini sedang dieksploitasi dan disebarkan dengan cara yang salah melalui media sosial sedemikian rupa sehingga kemampuan untuk menimbang tentang kehancuran yang kita serukan menjadi sia-sia. Namun demikian, jika dilihat dari sudut pandang duniawi jika orang-orang duniawi – memiliki niat baik, meskipun jarang – ingin menghilangkan kesalahan atau ingin menyelamatkan diri darinya ternyata mereka terjerumus dalam kesalahan lain. Penyebabnya adalah karena mereka buta secara rohani.
Dan dewasa ini, materialisme dan jauhnya dari agama telah menyebabkan orang-orang sangat membenci agama sehingga tidak ada yang mau melihatnya dari sudut pandang agama. Terdapat kecaman luas terhadap Islam, Islam dijadikan sasaran kritik dan ajarannya dicap kuno dan terbelakang, yang tidak mendapat tempat di dunia saat ini. Inilah yang dikatakan tentang Islam
Islam telah Melindungi Hak-Hak Perempuan
Padahal faktanya, agama Islamlah yang membahas ajaran tentang hak setiap orang. Islam membahas kebebasan berpikir dan berekspresi serta memberi batasan, peraturan dan panduan pada semua orang untuk menjaga keseimbangan.
Dalam pidato terakhir Jalsah 2019, saya menyebutkan hak-hak berbagai kelompok individu dalam Islam. Dan sambil menyebutkannya, saya menjelaskan bagaimana Islam memberikan hak. Insya Allah, di beberapa poin berikutnya, saya akan menyampaikan contoh lain juga. Namun, pada saat ini, saya ingin berbicara tentang perempuan.
Biasanya, Islam dikritik karena tidak memberikan kebebasan kepada perempuan. Namun, ini membuktikan kurangnya pengetahuan seseorang tentang ajaran Islam atau hanya untuk melemparkan kritikan.
Prinsip dasar dari ajaran Islam yang indah adalah seseorang tidak boleh hanya memfokuskan diri untuk mendapatkan hak-hak mereka sendiri. Namun sebaliknya, jika kita ingin menciptakan lingkungan yang damai dan tenteram dalam masyarakat, maka kita juga harus fokus pada pemenuhan hak orang lain dan memperhatikan pemenuhan hak yang diberikan kepada kita masing-masing. Hanya dengan cara itulah semangat perdamaian dan kerukunan sejati dapat diciptakan, yang mencakup hak-hak setiap golongan masyarakat, sambil melaksanakan tanggung jawab mereka.
Perempuan tidak hanya diperintahkan untuk memperjuangkan hak-hak mereka, tetapi mereka juga diajarkan untuk memahami status mereka dan mereka telah diberikan panduan bagaimana melindungi diri mereka dari keburukan.
Inilah ajaran-ajaran komprehensif yang pada dasarnya menjadi penjamin bagi tegaknya kebebasan berekspresi dan hak-hak setiap kelompok. Tidak ada ajaran agama lain yang dapat menandingi ajaran-ajaran ini, begitu juga tidak ada ajaran atau hukum duniawi yang dapat menentangnya.
Seperti yang saya sebutkan, pada saat ini, saya akan membicarakan topik yang terkait dengan perempuan, yang akan menjelaskan status perempuan dalam Islam dan hak-hak mereka.
Allah Ta’ala telah banyak memberikan panduan tentang perempuan, begitu juga dalam hal pengimplementasinya telah dicontohkan oleh Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) yaitu bagaimana beliau menghormati perempuan. Kemudian di zaman ini, kita telah melihat bagaimana Hadhrat Masih Mau’ud as., menarik perhatian kita untuk menghormati dan menghargai perempuan.
Setelah mempertimbangkan apa yang telah dijelaskan dalam Alquran tentang hak-hak yang terkait dengan perempuan, bagaimana contoh dan bimbingan Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) menjelaskan hal tersebut, bagaimana Hadhrat Masih Mau’ud (as) menjelaskan dalam sabda-sabda beliau, bagaimana para Khalifah menggambarkannya, bahkan setelah mendengar apa yang dikatakan oleh para penentang Islam, tidak ada alasan bagi setiap perempuan Ahmadi untuk berpikir bahwa, na’udhu billah, Islam tidak memberikan hak-hak perempuan.
Dalam tafsir Surah Al-Kautsar, Hadhrat Muslih Mau’ud (ra) (Khalifah kedua Jamaah Muslim Ahmadiyah) telah menyebutkan hak-hak yang diberikan kepada perempuan oleh Islam. Beliau menjelaskan berdasarkan ajaran Al-Qur’an dengan sangat gamblang bahwa hak-hak yang diberikan kepada perempuan oleh Islam tidak diberikan oleh hukum-hukum agama lain sebelumnya. Bahkan harus dikatakan bahwa ajaran tersebut tidak kita temukan dalam semua hukum duniawi. Dan Alquran tidak hanya memberikan hak-hak perempuan, tetapi juga sangat menekankan bahwa seluruh jalan pengetahuan telah dibuka, sebagai hasilnya muncul pengamatan-pengamatan baru.
Perempuan Sederajat dengan Laki-laki
Rasulullah saw memilih ayat-ayat berikut untuk dibacakan selama pernikahan antara seorang pria dan seorang perempuan, yang menjelaskan pentingnya hak-hak perempuan.
Allah Ta’ala berfirman:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اتَّقُوۡا رَبَّکُمُ الَّذِیۡ خَلَقَکُمۡ مِّنۡ نَّفۡسٍ وَّاحِدَۃٍ وَّخَلَقَ مِنۡہَا زَوۡجَہَا وَبَثَّ مِنۡہُمَا رِجَالًا کَثِیۡرًا وَّنِسَآءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰہَ الَّذِیۡ تَسَآءَلُوۡنَ بِہٖ وَالۡاَرۡحَامَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ عَلَیۡکُمۡ رَقِیۡبًا
“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan daripadanya Dia menciptakan jodohnya, dan mengembangbiakkan dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan; dan bertakwalah kepada Allah yang dengan Nama-Nya kamu saling meminta dan takutlah akan Dia teristimewa mengenai hubungan tali kekerabatan. Sesungguhnya Allah adalah Pengawas atas kamu.” (QS An-Nisa [4]: 2)
Jadi, jelaslah bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan dari satu makhluk. Artinya, mereka dibuat dari satu wujud. Meskipun berjenis kelamin beda, keduanya memiliki emosi yang sama. Jika seorang laki-laki memiliki kekuatan mental, atau memiliki keterampilan tertentu, maka seorang perempuan juga dapat memilikinya. Jika seorang laki-laki memiliki emosi, maka begitu juga perempuan. Keduanya memiliki perasaan yang sama. Jika seorang laki-laki memiliki perasaan, maka perempuan pun memilikinya.
Di awal pernikahan telah dijelaskan tentang pentingnya hak-hak perempuan. Laki-laki diajarkan untuk tidak memiliki pikiran bahwa perempuan tidak memiliki kecerdasan dan mereka dapat memerintah perempuan sesuai keinginan. Perempuan memiliki emosi dan perasaan dan dapat berpikir untuk diri mereka sendiri. Oleh karena itu, perempuan harus dianggap sama dengan laki-laki dan tidak dipandang lebih rendah.
Perempuan Diajak Bermusyawarah
Kemudian, Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) juga menjelaskan bahwa dalam beberapa hal penting, perempuan harus diajak bermusyawarah. Beliau juga meminta nasihat dari perempuan.
Suatu ketika, saat istri Hadhrat Umar (ra) memberi nasihat kepadanya dalam suatu masalah, Hadhrat Umar ra. berkata, “Kamu ini siapa, ikut campur?” Istri Hadhrat Umar (ra) sedang mendengarkan percakapan dan memberi pendapat. Lalu istri beliau menjawab, “Hari-hari itu telah lama berlalu, ketika kami tidak memiliki hak apapun. Jangan coba-coba mengintimidasi saya! Hari-hari itu tidak ada lagi. Bahkan Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) juga meminta konsultasi dari istri-istrinya. Siapa engkau untuk menghentikanku?”
Jadi, Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) sangat menekankan hak-hak perempuan sehingga mereka menyadari bahwa mereka tidak kalah dengan laki-laki.
Dari peristiwa Hadhrat Umar (ra) jelaslah bahwa ketika beliau memberikan perintah, terkadang para perempuan akan langsung berkata, “Bagaimana engkau bisa memerintahkan ini? Rasulullah bersabda seperti ini.” Artinya, apa yang beliau katakan sangat berbeda dengan apa yang disabdakan oleh Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam).
Meskipun demikian, terlepas dari benar atau tidaknya wanita menanggapi seperti ini, apakah mereka benar atau Hadhrat Umar (ra) menafsirkannya dengan benar, hal ini menjelaskan bahwa perempuan telah diberi hak untuk mengekspresikan pandangan mereka dalam masalah tertentu. Dan begitu banyak penekanan pada hal ini sehingga tidak ada dalam agama lain mana pun
Perempuan dan Pendidikan
Harus dijelaskan di sini bahwa para perempuan pada masa itu berkeinginan untuk mencari ilmu agama dan mereka memang mendapatkannya. Karena itulah mereka dapat mengatakan bahwa Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) telah bersabda begini begitu.
Oleh karena itu, perempuan Ahmadi juga harus memperhatikan hal ini, bukan hanya berfokus pada hak mereka, tetapi juga berusaha meningkatkan pengetahuan agama mereka dan unggul di dalamnya. Mereka juga harus mendidik anak-anak mereka dengan cara ini. Mereka seharusnya tidak hanya mendorong anak-anak mereka untuk mencari ilmu duniawi saja. Hanya Alquran dan pengetahuan agama yang dapat membuat Anda menjawab orang-orang yang menuduh dan menghina agama Islam.
Ingatlah bahwa ini adalah rencana Dajjal untuk menjauhkan generasi muda dari agama dengan dalih kebebasan dan hak-hak perempuan. Hal ini dilakukan supaya generasi mendatang mulai tidak menyukai ajaran Islam dan mulai menuntut supaya ajaran Islam harus direformasi sesuai dengan zaman modern dan hak-hak mereka harus diperhatikan.
Mereka yang menjauhkan orang-orang dari agama berusaha melakukannya dengan menunjukkan simpati. Kalian harus selalu mengingat ini. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
Gerakan Berbahaya Bagi Perempuan
Untuk melindungi diri kita dari serangan setan dan untuk melawan keberatan-kebaran mereka, kalian harus mempersiapkan diri, bukanya terpengaruh oleh mereka.
Katakan kepada orang-orang seperti itu, “Bagaimana mereka dapat mengajukan tuduhan pada Islam, padahal sebenarnya penghormatan dan perlindungan yang diberikan kepada wanita oleh Islam tidak ada dalam agama lain mana pun, atau dalam hukum dunia mana pun. Apa yang Anda anggap sebagai kebebasan itulah yang menghancurkan kesucian dan kehormatan perempuan.”
Bahkan di antara orang-orang sekuler ada yang menulis bahwa laki-laki yang bersuara lantang tentang emansipasi wanita hanya ingin memuaskan kepentingan mereka sendiri dan keinginan yang salah, mereka tidak benar-benar memiliki simapti pada wanita. Banyak penulis surat kabar telah menulis demikian, bahkan salah satu dari mereka telah menulis tentang ini secara terbuka. Ini hanya untuk kepentingan mereka sendiri, bukan untuk kepentingan wanita. Laki-laki seperti itu tidak selalu berbicara mendukung wanita. Sebaliknya, mereka hanya berbicara untuk keuntungan mereka sendiri. Hal ini harus mendorong kita untuk lebih hati-hati dan waspada.
Para perempuan Ahmadi beruntung bahwa mereka telah menerima Imam zaman, yang menjelaskan ajaran indah Islam yang berkaitan dengan segala hal.
Memenuhi Hak Perempuan adalah Syarat untuk Mencapai Tuhan
Mengenai hak-hak perempuan, Hadhrat Masih Mau’ud as. bersabda:
“Tidak ada agama lain yang melindungi hak-hak perempuan seperti yang dilakukan Islam.”
Allah telah berfirman,
وَ لَہُنَّ مِثۡلُ الَّذِیۡ عَلَیۡہِنَّ
“Dan mereka (para perempuan) memiliki hak yang serupa dengan (laki-laki). “Artinya, sebagaimana perempuan memiliki hak atas laki-laki, demikian pula laki-laki memiliki hak atas perempuan. Sering terdengar bahwa beberapa orang memperlakukan istri mereka tidak lebih seperti sepasang sepatu dan meminta mereka melakukan tindakan yang hina dan melecehkan mereka secara verbal. Mereka memandangnya dengan hina dan menerapkan perintah pardah secara berlebihan, seolah-olah mengubur mereka hidup-hidup.”
“Suami harus memperlakukan istri mereka sedemikian rupa seolah-olah mereka adalah dua teman dekat. Bagaimanapun, istrilah yang menjadi saksi pertama dari keunggulan akhlak laki-laki dan hubungannya dengan Allah Ta’ala. Jika hubungannya dengan istrinya tidak baik, bagaimana ia dapat berdamai dengan Allah?
“Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) telah bersabda,
خَیْرُ کُمْ خَیْرُکُمْ ِلِاَہْلِہِ
‘Sebaik-baik di antaramu adalah yang terbaik akhlaknya bagi keluarganya.'” Malfuzat [Urdu], Jil. 3, hal.300-301; Al Badar, Vol. 2, No. 18, hal. 137, 22 Mei 1903; Al Hakam, Vol. 7, No. 18, hal. 12, 17 Mei 1903)
Sangat jelas, Hadhrat Masih Mau’ud as. bersabda bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama. Alangkah agungnya pernyataan ini, bahwa dalam mendukung hak perempuan, jika laki-laki tidak memiliki hubungan yang baik dengan perempuan, maka tidak dapat berdamai dengan Allah. Oleh karena itu, jika laki-laki ingin mencapai keridhaan Allah maka mereka tidak punya pilihan selain mereka juga harus memenuhi hak-hak perempuan.
Melanggar Hak-Hak Perempuan menyebabkan Kemurkaan Tuhan
Allah Ta’ala juga menjelaskan hal ini dalam ayat yang saya sampaikan di awal, bahwa laki-laki dan perempuan, dalam hal kecerdasan, perasaan, emosi dan hak, adalah sama. Dan ayat ini dibacakan di awal khutbah nikah.
Setelah membaca ini, pemikiran laki-laki harus diperbaiki bahwa “Jika kalian merasa lebih unggul di atas laki-laki, maka kalian harus menghindari pemikiran seperti itu.” Dan para perempuan telah diberi kabar suka bahwa ‘perlindungan hak-hak kalian telah dijamin oleh Allah.’
Jika seseorang tidak memenuhi hak-hak ini, maka mereka akan berada dalam cengkeraman Allah, yang selalu ditakuti oleh setiap mukmin. Lain halnya bagi orang yang lemah imannya atau bukan seorang mukmin tetapi jika mereka adalah mukmin sejati, maka mereka akan sangat takut.
Rahasia Pernikahan yang Sukses
Ikatan persahabatan sejati merupakan ikatan yang sangat kuat. Hadhrat Masih Mau’ud as. telah bersabda bahwa ikatan semacam itu harus diciptakan dalam sebuah pernikahan.
Pada masyarakat bebas saat ini, orang-orang menjalin persahabatan dan kesepahaman harus dibentuk terlebih dahulu, baru kemudian berlanjut pada hubungan pernikahan. Di awal pernikahan, sepasang suami istri menjalin persahabatan dan berkata, “Kami adalah teman yang sangat baik.” Namun, pada akhirnya, persahabatan itu berakhir, yang mengarah pada perpisahan. Adalah keliru mengatakan bahwa dengan menjalin hubungan sebelum menikah menjadikan pernikahan langgeng. Faktanya, statistik dan data mereka sendiri menunjukkan sebaliknya, bahwa pernikahan yang yang dibentuk dengan terlebih dahulu menjalin kesepahaman lebih cenderung gagal. Seorang mukmin dan mukminah sejati, meskipun sebelum menikah mereka tidak saling kenal, tetapi semata-mata karena Allah, maka mereka akan menjaga hubungan itu sebagai sarana untuk meraih keridhaan Allah.
Harus Ada Persetujuan Perempuan dalam Pernikahan
Akan tetapi perlu juga diperjelas di sini bahwa anak perempuan tidak harus menyetujui keputusan orang tuanya menerima perjodohan. Islam memberikan hak kepada perempuan bahwa ia tidak dapat dinikahkan di luar keinginannya.
Jika seseorang mengamati zaman sebelum Islam, mereka akan mendapati bahwa di mana pun orang tua memutuskan untuk menikahkan seorang gadis, maka itu harus dilaksanakan. Bahkan saat ini, di negara-negara berkembang, anak perempuan ditekan oleh orang tua mereka untuk menikahi laki-laki tertentu. Bahkan setelah pindah ke negara maju, beberapa orang tua mengikuti praktik bodoh seperti itu dan mengatakan bahwa hanya dengan persetujuan mereka dan dari keluarga mereka, gadis itu dapat menikah, jika tidak, dia harus menanggung perlakuan yang sangat kejam.
Cara yang benar adalah orang tua berdoa dan kemudian mengungkapkan keinginan mereka. Namun, mereka tidak bisa memaksa putri mereka.
Jika ada yang mengatakan bahwa Muslim mempraktikkan ini, maka ini adalah kesalahan orang-orang yang memaksakan keputusan mereka dan bukan kesalahan ajaran Islam. Islam telah melangkah lebih jauh dengan menyatakan bahwa jika sebuah pernikahan dilakukan di luar kehendak anak gadisnya, maka itu tidak sah dan tidak pantas. (Sahih al-Bukhari, Kitab al-Nikah, Bab La yankihu al-ab wa ghairuhu al-Bakr wa al-Thayb illa bi-radhaha, Beirut Dar Ibn Kathir al-Yamamah [1974]) (Sahih Muslim, Kitab al-Nikah , Bab Isti’dhan Al-Thayb fil-nikah bil-nutq wa al-Bakr bil-sakoot, Beirut Dar Ihya al-Turath al-Arabiyy)
Ini adalah hak agung yang diberikan Alquran dan Islam kepada wanita, sesuatu yang zaman sebelumnya tidak terbayangkan.
Tanggung Jawab Suami
Hadhrat Masih Mau’ud as. bersabda bahwa hubungan suami istri adalah sedemikian rupa sehingga mereka saling percaya, dan dengan cara ini, istri menjadi saksi dari banyak hal yang berhubungan dengan suami. Kemudian, istri dapat mengamati kelebihan dan kekurangan suaminya dengan cermat. Jika seorang suami tidak memenuhi tanggung jawab dan hak istrinya yang telah diberikan oleh Allah, maka menurut ajaran Islam, suatu hari istrinya dapat berdiri di hadapannya dan dapat memberi tahu suaminya yang tidak bermoral bahwa, dan tentu dia dapat mengatakannya karena ia memiliki hak, “Pertama, perbaiki dulu dirimu, barulah beri tahu aku apa yang harus dilakukan.”
Biasanya, perselisihan dalam rumah tangga diawali ketika pria ingin mendominasi rumah tangga seperti diktator yang kejam dan merampas hak. Kemudian mendapat kritik dari istrinya atas perilakunya. Oleh karena itu, untuk menegakkan hak-hak istri dan untuk menciptakan dan memelihara ketentraman di rumah, Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlaknya dalam keluarga.” Betapa besar hak-hak yang diberikan kepada perempuan oleh Islam!
Hak untuk Tinggal di Rumah Terpisah
Kemudian, Islam juga memberikan hak kepada perempuan untuk tinggal di rumah sendiri. Orang-orang mengajukan beberapa keberatan dalam hal ini. Dalam masyarakat saat ini, apakah itu masyarakat Asia, Pakistan atau India, kerap muncul perselisihan karena istri tinggal di rumah yang sama dengan mertuanya dan sebagai akibat sering terjadi pertengkaran kecil antara mereka. Kemudian meningkat menjadi perselisihan antara suami dan istri, yang kemudian mengarah pada perpisahan.
Istri berhak menyatakan keinginannya untuk tinggal terpisah dari mertuanya, dan kecuali dalam kondisi yang mendesak, seorang suami diperintahkan untuk memenuhi permintaan ini. Seorang istri tidak boleh dipaksa untuk tinggal bersama mertuanya. Jika keuangannya memungkinkan, maka suami istri harus pindah. Dan jika mereka tidak mampu secara finansial untuk pindah, maka mereka harus berusaha sehingga ketika mereka mampu secara finansial, mereka dapat pindah.
Hak Mahar dan Memiliki Kekayaan
Seorang perempuan juga telah ditentukan hak maharnya sehingga mereka dapat memiliki harta dan uang sehingga dia bebas memilikinya, dan dapat juga perempuan diberi bagian dalam harta yang benar-benar di bawah pengawasannya.
Di dunia maju saat ini, perempuan diberi hak atas harta dan warisan, namun, ini diberikan 100-150 tahun yang lalu, sedangkan Islam telah memberikan hak ini 1.500 tahun yang lalu.
Dahulu, sudah menjadi kebiasaan bahwa setelah menikah, harta milik seorang perempuan tidak dianggap sebagai miliknya. Jika seorang wanita memperoleh harta atas hasil upayanya sebelum menikah, maka setelah menikah, harta itu tidak lagi menjadi miliknya. Sebagian orang ada yang sengaja menikahi perempuan yang memiliki harta dan kemudian setelah menikah ia mengambil kendali penuh atas harta istrinya, sehingga setelah menikah harta itu menjadi milik suami.
Namun sejak awal, Islam telah menyatakan bahwa harta adalah miliknya dan Islam memberi mereka kebebasan sampai-sampai para sahabat Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) pada saat itu berpikir mungkin laki-laki dilarang membelanjakan atau membeli sesuatu dari harta istri mereka, meskipun dengan izin mereka. Bahkan jika istri mereka memberi uang, mereka tidak boleh menerimanya – para sahabat sangat berhati-hati dalam hal ini. Para sahabat menahan diri dari hal ini sampai Islam mengajarkan bahwa mereka dapat menerima hadiah yang diberikan secara ikhlas oleh istri mereka dan membelanjakannya untuk diri mereka. Jika seorang istri memberi hadiah, maka kalian boleh menerimanya dan tidak perlu seketat itu. (QS. An Nisa: 5)
Hak Mendapatkan Pendidikan
Kemudian Islam telah mendukung pendidikan untuk anak perempuan dengan memerintahkan bahwa siapa pun yang memiliki dua anak perempuan dan memberikan tarbiyat kepada mereka, maka Allah Ta’ala akan mengampuni dosa-dosanya.” (Sunan Ibn Majah, Kitab al-Adab, Bab Birr al-walid wa al-ihsan ila al-banati, hadits no. 3670)
Suatu ketika seorang wanita mengunjungi Aisyah ra dan meminta sesuatu untuk dimakan. Ia bersama kedua anak perempuannya yang duduk di sisinya. Hadhrat Aisyah ra tidak mempunyai apa-apa selain kurma di rumahnya. Maka beliau memberi kurmanya kepada wanita tersebut. Wanita itu memasukkan kurma ke dalam mulutnya, membaginya menjadi dua bagian dan memberikan setengahnya kepada setiap anak perempuan, sementara ia sendiri tetap lapar. (Jami‘ al-Tirmidzi, Kitab al-birr wa al-silah an Rasulillah, Bab ma ja’a fil-nafaqati alal-banaati wa al-akhawaat, hadits no. 1915)
Satu sisi hal ini menunjukkan pengorbanan seorang ibu untuk anak-anaknya, di sisi lain Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) menyampaikan sesuatu yang indah terkait hal ini. Ketika Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) diberitahu tentang kejadian tersebut, beliau bersabda,
“Barangsiapa yang memiliki dua anak perempuan dan memberikan tarbiyat kepada mereka dengan cara yang baik dan memberikan mereka pendidikan, maka Allah menyediakan tempat untuk mereka di Surga, Allah akan membuat tempat untuk wanita itu di Surga.”
Pendidikan perempuan tidak harus untuk tujuan mendapat pekerjaan; tetapi juga penting untuk tarbiyat dan pendidikan bagi generasi berikutnya. Jika seseorang memperoleh keterampilan atau pendidikan di bidang tertentu dan kemudian mencari pekerjaan dan menekuninya, hal itu tidak salah, tetapi jika perempuan meningkatkan pendidikannya dengan niat untuk membesarkan anak-anaknya, maka surga akan menjadi takdirnya.
Dalam hadits lain disebutkan, “Surga berada di bawah telapak kaki ibu.” Maksudnya adalah tarbiyat yang sempurna dan pendidikan anak-anak bukan saja menjadi sarana untuk meraih surga bagi seorang ibu, tetapi juga dapat menjadi sarana bagi anak-anaknya untuk meraih surga. Betapa besar kehormatan dan betapa tinggi derajat yang diberikan kepada wanita, bukan kepada pria! Bahkan, Islam telah memperhatikan penghormatan terhadap kaum wanita lebih jauh dari ini.
Dengan demikian, seorang perempuan yang saleh dan mukminah memiliki potensi untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi daripada laki-laki. Jika perempuan Muslim unggul dalam amal saleh, terdidik dengan baik, berakhlak baik, memberikan tarbiyat bagi anak-anak mereka sesuai ajaran Islam yang benar, maka generasi berikutnya, yang akan memiliki anak laki-laki dan perempuan, akan membuktikan bahwa mereka adalah orang yang berlomba-lomba dalam kesalehan dan ketakwaan kepada Allah Ta’ala.
Hak dalam Perceraian dan Perlindungan dari Perceraian
Dalam kondisi tertentu, baik karena tabiat yang tidak cocok, atau karena alasan lain, Islam telah mengizinkan untuk mengakhiri pernikahan. Dan dalam hal ini, laki-laki maupun perempuan diberi hak yang sama. Laki-laki berhak melakukan talak perempuan berhak mengajukan khula. Laki-laki diperintahkan ketika menggunakan hak ini, ia harus memperhatikan bahwa perempuan tidak boleh diperlakukan secara tidak adil. Jika mereka diperlakukan secara tidak adil, maka hal itu sangat aniaya dan Allah menghukum keaniayaan. Mengenai talak, Allah Ta’ala berfirman:
وَ اِنۡ عَزَمُوا الطَّلَاقَ فَاِنَّ اللّٰہَ سَمِیۡعٌ عَلِیۡمٌ
“Dan jika memutuskan cerai atas mereka, maka sesungguhnya, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (QS. 2:228)”
Hazrat Masih Mau’ud as juga telah menjelaskan hal ini dalam corak yang tidak mendukung laki-laki. Beliau bersabda:
“Jika seorang laki-laki memutuskan untuk talak, mereka harus ingat bahwa Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Artinya, jika di mata Allah perempuan yang diberi talak itu memang dizalimi, maka ketika ia berdoa kezaliman itu dibalas maka Allah akan mendengarkan doa semacam itu.” (Arya Dharam, Ruhani Khazain, vol. 10, hal. 52)
Jadi dalam ayat ini, laki-laki telah diberitahu untuk memperhatikan bahwa talak harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Perempuan tidak boleh diberi talak karena alasan sepele. Jika Allah ta’ala mendengarkan kalian (laki-laki) dan menyadari kondisi kalian, maka Dia juga mendengarkan laki-laki dan menyadari kondisi mereka. Dan jika kalian bertindak zalim terhadap perempuan dan mengupayakan perceraian, maka seorang perempuan dapat berdoa kepada Allah sebagai balasan atas kezaliman ini. Dan Allah mendengarkan doa orang-orang yang terzalimi. Di sini, laki-laki yang mengupayakan perceraian secara tergesa-gesa telah diberi peringatan, sementara perempuan telah diberikan hak-haknya.
Menikah dengan Empat Istri dan Syarat-syaratnya
Kemudian, tuduhan lain yang diajukan terhadap Islam adalah bahwa laki-laki telah diberi izin untuk menikah empat kali, hal itu bertentangan dengan hak-hak perempuan.
Sesungguhnya pernikahan seperti itu diizinkan dalam kondisi tertentu dan bukan merupakan perintah. Dalam penggunaan izin ini, telah ditetapkan berbagai syarat.
Dalam masyarakat maju ini, bahkan setelah seorang laki-laki menikah, hubungan terlarang tetap dilakukan di luar, sesuatu yang biasa terlihat setiap hari di berita. Islam secara tegas melarang sikap tidak tahu malu dan tidak senonoh seperti itu. Akibat ketidaksenonohan seperti itu, ketika istri mengetahui ketidakpantasan suaminya, situasinya mengarah pada perpisahan, dan ini sudah menjadi hal biasa dalam masyarakat.
Oleh karena itu, orang-orang ini seharusnya tidak mempermasalahkan Islam yang mengizinkan laki-laki untuk menikah hingga empat kali, karena tindakan mereka sendiri seperti tadi dijelaskan. Pertama-tama, mereka harus melihat diri mereka sendiri dan kedua, seperti yang telah saya katakan tadi, hal ini diizinkan dengan syarat-syarat khusus. Jika syarat-syarat itu tidak terpenuhi, maka seorang laki-laki tidak diizinkan untuk melakukan ini. Dan ketika seseorang menikah lebih dari satu kali, maka sangat penting untuk menerapkan keadilan (dalam memperlakukan istri).
Mengenai kewajiban laki-laki yang menikah lebih dari satu kali dan hak-hak setiap istri, Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda:
“Hak-hak ini begitu penting sehingga jika seorang laki-laki menyadari sepenuhnya ia akan lebih memilih tetap melajang daripada menikah. Hanya laki-laki yang menjalani hidupnya dengan takut pada Allah yang dapat memenuhi hak istri-istrinya. Seribu kali lebih baik menjalani kehidupan yang sulit dan pahit daripada menjalani kehidupan yang menyenangkan dengan hukuman Allah yang menjulang di atas kepala seseorang.” (Malfuzhat, Jilid 5, hal. 63-64, Inggris 1985)
Artinya, tidak memenuhi hak-hak istri setelah menikah adalah dosa besar sehingga jika direnungkan hikmahnya, maka mungkin seorang laki-laki tidak akan pernah menikah sekalipun dan lebih memilih untuk tidak menikah jika ia mukmin sejati.
Hadhrat Masih Mau’ud as. bersabda,
“Pernikahan lebih dari satu adalah ketentuan yang disediakan oleh syariat yang berfungsi sebagai obat.”
Artinya, pernikahan lebih dari satu, dengan memenuhi segala persyaratannya, diizinkan sebagai pengobatan.
Kemudian beliau bersabda,
“Perasaan istri pertama harus benar-benar dijaga.” Ini adalah hak lain yang harus dipenuhi – “bahwa jika suami merasa perlu untuk menikah lagi, tetapi dia melihat bahwa akibat menikah lagi istri pertama tersakiti dan perasaannya terluka, maka jika dia dapat menahan diri dengan kesabaran, hal ini tidak menyebabkannya berdosa, dan juga tidak menyebabkan dia melanggar perintah syariah” (inilah syarat-syaratnya – untuk menjaga dari dosa dan memperhatikan perintah syariat) “maka dalam keadaan seperti itu, jika dia dapat mengorbankan kebutuhannya untuk menyenangkan istri pertamanya’, yakni jika dia membuat persetujuan demi istri sebelumnya, dan mencukupkan diri dengan satu istri, maka tidak ada salahnya dalam hal ini dan lebih baik dia tidak menikah lagi.” (Malfuzat, Jilid 5, hlm. 64-65, Inggris 1985)
Dalam hal ini Hadhrat Masih Mau’ud as. menjelaskan bahwa meskipun itu adalah alasan yang diperbolehkan, namun tidak mendesak, maka demi menyenangkan istrinya, maka perlu bagi seorang laki-laki mengorbankan keinginannya dan mencukupkan diri dengan satu pernikahan, ‘lebih baik dia tidak menikah lagi.’
Hadhrat Masih Mau’ud as. bersabda lebih lanjut:
“Menyakiti perasaan seseorang adalah dosa. Hubungan dengan anak perempuan sangat rentan. Ketika orang tua berpisah dengan anak perempuan mereka dan menyerahkannya kepada orang lain, bayangkan saja apa harapan yang ada di dalam hati mereka. Seseorang hanya dapat memahami hal ini melalui ayat berikut:
عَاشِرُوْھُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
“Bergaullah dengan mereka dalam kebaikan.” (QS. An Nisa: 20)
Jadi, perasaan dan emosi wanita telah disampaikan secara terbuka dan laki-laki telah diberi peringatan untuk memenuhi hak-hak perempuan. Hadhrat Masih Mau’ud as. bersabda lebih jauh lagi:
“Para wanita berhak membuat syarat sebelum mereka menikah, bahwa suaminya nanti tidak akan menikah lagi dengan wanita lain.” (Chashma-e-Ma’rifat, Ruhani Khazain, Jilid 23, hal. 246)
Ini juga merupakan hak seorang perempuan, bahwa sebelum menikah ia dapat meminta suaminya berjanji bahwa dia tidak akan menikahi wanita lain, apa pun keadaannya. Jadi dalam situasi apapun ia akan terikat untuk tidak menikah lagi. Ini adalah cara mencegah suami untuk menikah lagi.
Suami Wajib Melindungi dan Menafkahi Istri
Kemudian, menjadi tanggung jawab suami untuk memenuhi kebutuhan istri dan memberi mereka perlindungan. Suami adalah pelindung istri mereka dan dengan cara ini, tanggung jawab suami untuk memenuhi setiap kebutuhan rumah tangga mereka, menanggung beban pengeluaran rumah tangga di pundak mereka dan menjaga kebutuhan istri dan anak-anaknya. Bahkan jika seorang istri memperoleh penghasilan, suami tidak boleh melirik uangnya, seperti yang saya sebutkan sebelumnya, kecuali jika istri memberinya uang dengan sukarela. Seorang suami harus memenuhi tanggung jawabnya sendiri.
Secara fisik laki-laki memiliki kelebihan, sesuatu yang terlihat di dunia, baik dalam hal kekuatan fisik atau mental. Oleh karena itu, ia harus selalu ingat untuk tidak menyiksa istrinya baik secara perasaan atau fisik. Jika seorang laki-laki memiliki kelebihan secara fisik – dan emosional dalam beberapa situasi – maka menjadi kewajiban baginya untuk tidak berlaku aniaya terhadap istrinya. Dalam rumah tangga, jika timbul perselisihan, maka ia harus menahan diri dari mengatakan sesuatu yang menyinggung perasaan atau menggunakan kekuatan fisik, yang dapat melukai istrinya baik secara fisik atau emosional.
Kelebihan fisik yang diberikan kepada suami dan tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan istrinya tidak boleh disalahgunakan.
Dalam kutipan ini dan dalam ayat yang menyebut kaum pria sebagai “qawwam” (pengayom) telah ditegakkan hak-hak perempuan. Sebagai hasil dari kelebihan yang dimiliki manusia, laki-laki diingatkan akan tanggung jawab mereka. Namun, kelebihan ini bukanlah keuntungan dalam setiap situasi; sebaliknya, itu hanya terjadi dalam kasus-kasus tertentu.
Pahala Perempuan Sederajat dengan Pahala Laki-laki
Suatu ketika, seorang sahabat perempuan menyampaikan kepada Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) tentang berbagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh laki-laki. Setelah menyampaikan beberapa hal, perempuan itu mengatakan bahwa laki-laki juga melakukan jihad, yang merupakan amal yang besar sedangkan perempuan dilarang ikut ikut berjihad dan harus tinggal di rumah, melakukan tanggung jawab rumah tangga mereka, membesarkan anak-anak dan menjaga rumah.
Dia kemudian bertanya apakah perempuan bisa setara dengan laki-laki dalam hal pahala, setelah melaksanakan tanggung jawab khusus mereka. Karena kewajiban-kewajiban tertentu, jika perempuan dilarang melakukan perbuatan yang sama, maka tentunya perempuan setidaknya harus bisa mendapatkan derajat yang setara dengan pria. Dia bertanya kepada Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) apakah mereka akan setara dengan laki-laki.
Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) sangat memuji perempuan ini dan bertanya kepada para sahabat apakah mereka pernah mendengar seseorang berbicara begitu fasih sehubungan dengan pertanyaan tentang agama dari perempuan itu. Oleh karenanya, Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) menarik perhatian para sahabat ra dengan cara yang indah di mana wanita itu menyampaikan kasusnya.
Para sahabat menjawab, “Kami tidak pernah mengira ada perempuan yang memiliki pemikiran yang begitu dalam.”
Karena pengaruh pandangan lama dan pola pikir masa lalu mereka, mereka mengatakan bahwa mereka tidak pernah membayangkan bahwa seorang wanita dapat berbicara dengan fasih. Jadi, dengan bertanya kepada para sahabat Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) juga secara tidak langsung menjelaskan kepada mereka bahwa karena mereka sebelumnya menganggap perempuan lebih rendah dari mereka, perempuan dapat berbicara secara intelektual dan dengan bijak tentang hal-hal yang berkaitan dengan agama. Oleh karena itu, Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) menjelaskan bahwa mereka tidak boleh mengutamakan diri mereka sendiri dalam setiap hal karena perempuan dapat memimpin dalam hal kecerdasan dan kebijaksanaan.
Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) berkata kepada wanita ini, yang telah menyampaikan kasusnya dengan sangat rinci, “Jika seorang wanita melakukan semua tugas yang engkau sebutkan sebagai tugas perempuan, dan jika ia tetap tinggal di rumah dan menjaga anak-anak dan mengkhidmati suaminya selama dia di rumah dan ketika dia pergi, maka dalam hal pahala Ilahi, dia sama dengan laki-laki, ia tidak lebih rendah dalam hal pahala.” Seorang perempuan dapat memperoleh pahala yang sama dengan laki-laki yang melakukan jihad.
Dengan gembira perempuan itu mengucapkan kata-kata ‘Laa ilaaha illallaah dan Allahu Akbar, saat kembali ke rumah. (Tafsir Al-Dur al-Manthur, di bawah ayat “Hafizaat lil-ghaibi”, Surah al-Nisa, ayat 34, Jilid 2, hal. 518, Bab 34)
Laki-laki telah diberi keuntungan karena tanggung jawab tertentu yang diberikan kepada mereka, bukan karena keunggulan intelektual dan emosional. Dan jika laki-laki tidak melaksanakan tanggung jawabnya, maka mereka berdosa.
Namun, banyak hak-hak perempuan yang telah diberikan dalam Islam, dan pahala mereka sama dengan laki-laki dengan syarat mereka melaksanakan tanggung jawab mereka juga dan bertindak sesuai dengan ajaran Islam. Karena rendah diri atau minder, janganlah menganggap ajaran Islam itu sebagai alasan merasa malu atau menjadi terperosok ke dalam perangkap Dajjal. Janganlah menganggap ajaran Islam sebagai beban.
Pardah Melindungi Diri dari Ketergelinciran
Salah satu perintah dalam Islam adalah pardah (jilbab). Seseorang menulis kepada saya beberapa hari yang lalu dan mengatakan bahwa di negara-negara ini, laki-laki tidak menatap perempuan sebanyak yang dilakukan di negara-negara Asia. Oleh karena itu, mereka menanyakan apa alasan pentingnya memakai kerudung di negara-negara ini seperti yang ditentukan oleh Islam?
Hal pertama yang harus diingat adalah tidak ada perintah Allah Ta’ala yang dapat dinyatakan sebagai ajaran yang sia-sia atau hanya berlaku untuk waktu tertentu karena salah informasi aau salah menafsirkannya. Anda juga harus ingat bahwa meskipun Islam telah memerintahkan perempuan untuk mengenakan pardah dan menundukkan pandangan mereka, laki-laki telah diberi peringatan akan hal ini terlebih dahulu. Jika masyarakat Islam benar-benar terbentuk dan laki-laki menundukkan pandangan mereka dan tidak melirik perempuan, maka perempuan pun diperintahkan untuk menundukkan pandangannya dan menjaga pardah.
Mengenai laki-laki yang berada di pasar, Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) memerintahkan untuk menjaga pandangan mata mereka.
Hadhrat Masih Mau’ud as. juga bersabda:
“Seorang mukmin tidak boleh bersikap tidak sopan dan membiarkan pandangannya berkeliaran tanpa terkendali ke segala arah. Sesungguhnya, seseorang harus mengamalkan ajaran ini:
یَغُضُّوْا مِنْ اَبْصَارِھِمْ
“Mereka menjaga mata mereka.” (QS. 24:31) dan menundukkan pandangan mereka dan menahan diri dari hal-hal yang dapat menuntun seseorang untuk melihat sesuatu yang terlarang.” (Malfuzat, Jilid 1, hal. 533, Rabwah 1988)
Jadi, bukanlah alasan yang tepat mengatakan bahwa hanya karena laki-laki tidak melihat Anda, maka tidak perlu berpardah dan berpakaian sopan.
Hadhrat Masih Mau’ud as. bersabda:
“Saat ini, pardah tengah diserang, namun orang-orang ini tidak menyadari bahwa pardah dalam Islam bukanlah penjara bagi perempuan. Sebaliknya ini adalah semacam penghalang yang mencegah pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan. Tabir yang menyelamatkan mereka dari ketergelinciran.”
Kemudian Hadhrat Masih Mau’ud as. bersabda:
“Untuk melawan dampak yang sangat merugikan inilah Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) telah melarang seseorang supaya tidak mendekati apapun yang dapat membuat mereka tergelincir.”
Islam telah mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan untuk mencegah seseorang dari pengaruh negatif.
“Terkait hal ini, Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) telah menyatakan bahwa ketika seorang perempuan dan laki-laki yang bukan muhrim berkhalwat, maka yang ketiganya adalah setan.”
Kemudian beliau as. bersabda:
“Jika Anda ingin melindungi sesuatu dari penyalahgunaan, maka harus waspada. Namun, jika seseorang tidak menjaganya dan menganggap dunia tidak bersalah, maka perlu diingat bahwa hal itu pasti akan hancur.” (Malfuzat (Bahasa Inggris), Jilid 1, hlm. 33-34)
Orang-orang, yang dalam benaknya muncul pertanyaan-pertanyaan seperti itu harus ingat bahwa Islam menganjurkan tindakan pencegahan untuk mencegah kemungkinan terjadi kesalahan atau dosa. Orang-orang yang mengikutinya adalah orang-orang yang menjaga kesucian dan kehormatannya.
Penerapan Pardah yang Berlebihan
Setiap ajaran Islam seimbang, itulah sebabnya Hazrat Masih Mau’ud menolak penerapan pardah yang terlalu ketat.
Hadhrat Masih Mau’ud as. bersabda:
“Pardah dalam Islam sama sekali bukan berarti bahwa perempuan terkungkung seolah-olah mereka dikurung di penjara. Maksud dari Alquran adalah bahwa wanita menutupi diri mereka dan menahan diri dari menatap laki-laki yang berada di luar batas yang diizinkan. Perempuan tidak dilarang meninggalkan rumah untuk memenuhi kebutuhan sosial mereka. Mereka dipersilakan untuk keluar rumah, tetapi mereka harus mengendalikan pandangannya. ” (Malfuzat (Bahasa Inggris) Jilid 2, hal. 164)
Islam Memotong Akar Nafsu
Begitu pula, di kesempatan lain, Hadhrat Masih Mau’ud as. menyatakan agar perempuan menutupi rambut di kepala, pipi, dan dagu kalian. Dan itu adalah perintah Alquran untuk mengenakan penutup di dada kalian dan tidak menampilkan kecantikan kalian. Kalian harus memastikan hal ini. (Tafsir Hadhrat Masih Mau’ud, Jilid 6, hal. 93-94)
Beliau bersabda, “Islam tidak membeda-bedakan laki-laki dan perempuan dalam kebajikan, dan mereka juga tidak dilarang menjadi seperti laki-laki dalam kebaikan. Sejak kapan Islam memerintahkan perempuan harus dibelenggu? Islam memotong akar hawa nafsu. Eropa dan negara maju lainnya sama-sama bersalah dalam hal ini; (Hazrat Masih Mau’ud mengacu negara-negara maju saat mengatakan apa yang terjadi di negara-negara ini dan dan mempertanyakan) Ajaran apakah yang menyebabkan hasil ini? Apakah karena pardah atau karena melepas pardah?
Ada banyak contoh di sini, yang kita baca di koran. Hadhrat Masih Mau’ud bertanya, apa ini? Apakah itu akibat dari pardah atau akibat tidak melakukan pardah?
“Islam telah datang untuk mengajarkan kebenaran pada dunia.” (Malfuzat [Bahasa Inggris], Vol. 2, hlm. 164-165)
Jadi, kita semua harus menerapkan ketakwaan sejati kepada Allah, baik laki-laki maupun perempuan dan bertindak sesuai perintah Allah Ta’ala.
Semoga Allah memberi taufik kepada kita untuk selalu menapaki jalan ketakwaan. Setiap wanita Ahmadi dan setiap gadis Ahmadi harus menjalani hidup mereka sesuai dengan perintah Allah dan Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam), bukannya membabi buta mengikuti orang-orang dunia atas nama kebebasan dan hak.
Saat ini, adalah tanggung jawab setiap wanita Ahmadi dan setiap gadis Ahmadi untuk menyampaikan kepada dunia tentang derajat, kehormatan dan martabat perempuan. Dan mereka harus berjuang untuk ini tanpa rasa rendah diri.
Semoga Allah Ta’ala memberkati semua orang untuk dapat melakukannya. Aamiin.
Sumber: alhakam.org
Penerjemah: Ine Siti Nurul Mu’minah