Kebiasaan yang Dapat Menghalangi Hubunganmu dengan Allah
Oleh Frasat Ahmad, USA
Apa kamu merasa jauh dengan Allah; doa-doamu tidak terkabul? Bisa jadi hal itu dikarenakan perbuatan yang tercela di mata Allah yang membuatmu jauh dari-Nya. Jika benar, mungkin inilah saatnya untuk menemukan kelemahan-kelemahan dan kekurangan yang mungkin menjadi hambatan dalam perjalananmu untuk mendapatkan kecintaan-Nya.
Untungnya, Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Khalifatul Masih II ra sudah menunjukkan kelemahan-kelemahan ini kepada kita dan menjelaskan mengapa Allah sangat membenci hal-hal tersebut.
Sesuai dengan kata-kata beliau sendiri, berikut sepuluh kebiasaan yang menghambat hubunganmu dengan Allah. (Dikutip dari pidato Hazrat Muslih-e-Maud (ra), berjudul Ta‘alluq billah, yang disampaikan pada tanggal 28 Desember 1952 di Jalsah Salanah Rabwah).
1. Sombong (مختال)
“Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:
اِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ مَنۡ کَانَ مُخۡتَالًا فَخُوۡرَا
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong serta membanggakan diri.” (QS An-Nisa [4]:37)
“Mukhtaal adalah orang yang menganggap dirinya hebat sehingga mengira dirinya selamat dari segala macam penderitaan atau musibah…jika seseorang telah tertanam sifat angkuh dalam hatinya lalu ia mengingat kebesaran Allah, maka apakah dia masih bisa bersikap angkuh setelahnya? Bisakah seseorang dapat menegakkan kepalanya saat berdiri di hadapan raja? Bahkan seorang prajurit akan berdiri dengan sopan dan penuh hormat di hadapan kepala polisi biasa, seolah-olah ia tak bisa berkata apa-apa. Lalu, bagaimana seseorang bisa mencintai Allah jika ia tidak memiliki rasa hormat pada kebesaran Allah? … Maka Allah tidak mencintai orang yang angkuh, dan orang seperti itu tidak akan bisa mencintai Allah Ta’ala.” (Ta’alluq Billah, Anwar-ul-Ulum, volume 23, halaman 175)
2. Membanggakan Diri (Fakhuro)
“Fakhuro (membanggakan diri) adalah orang yang meyakini bahwa dirinya memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain, lalu mengejek orang lain karena mereka tidak memiliki kelebihan yang dimilkinya.
Dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala berfirman bahwa orang-orang kafir mengatakan bahwa kita memperoleh segala kenikmatan yang kita miliki karena kekuatan kita sendiri. Jadi yang dimaksud fakhuro adalah orang-orang yang mengingkari kenikmatan yang Allah anugerahkan kepada mereka dan mengatakan bahwa kenikmatan dan keberhasilan tersebut adalah berkat kerja kerasnya sendiri. Siapapun yang berpikir seperti ini sesungguhnya mengingkari kebaikan Allah dan Allah tidak menyukainya.” (Ibid, halaman 176)
3. Melampaui batas
Allah Ta’ala juga tidak menyukai orang yang mempunyai kebiasaan melampaui batas. Allah berfirman:
اِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ الۡمُعۡتَدِیۡنَ
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS Al-Baqarah [2]:191)
Hakikatnya adalah, orang seperti itu tidak bisa secara alami mencintai Allah Ta’ala, karena ia berlebihan dalam menuntut haknya. Kami juga menerima berbagai jenis laporan dan kami menghukum mereka sesuai kesalahannya.
“… Seringkali ketika seseorang melakukan kesalahan, misalnya ia ditegur atau didenda atau dihukum duduk di masjid dengan berdzikir kepada Allah Ta’ala. Namun mereka yang tidak terbiasa untuk tetap berada dalam batasan diri mereka, tidak akan puas dengan hal ini. Mereka bertanya, ‘Hukuman macam apa ini sampai aku harus membayar denda dengan 4 surah An-Nas?’ Tujuan mereka adalah supaya kita menaruh gergaji di atas kepala mereka, membakar tulang-tulang mereka dan menghancurkannya di atas lempengan batu lalu membuang abu mereka ke tempat yang kotor dan tandus serta menaruh penanda di kuburan mereka, lalu mencaci maki mereka beserta nenek moyangnya. Tidak berhenti sampai situ, ketika mereka telah sampai di akhirat, Allah memasukkan ke dalam api neraka dan menghukumnya dengan cara yang belum pernah diberikan kepada siapapun; padahal Allah Maha Penyayang dan Mulia, Dia tidak menyukai orang yang melampaui batas, dan orang yang melampaui batas tidak akan bisa mencintai Allah.” (Ta’alluq Billah, Anwar-ul-Ulum, volume 23, halaman 176-177)
4. Berkhianat
‘Khowwaan‘ yakni orang yang memiliki tabiat berkhianat dalam dirinya tidak akan dicintai Allah. Allah Ta’ala berfirman:
اِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ مَنۡ کَانَ خَوَّانًا اَثِیۡمًا
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berkhianat, bergelimang dosa.” (QS An-Nisa [4]:108)
“… dalam hal cinta, pengkhianatan kecil sekalipun tidak bisa ditoleransi. Seorang pengkianat besar tidak akan mampu mencinta dalam keadaan apapun, karena mereka tidak bisa mempertahankan hubungan. Menganggap orang seperti itu bisa mencintai Allah atau Allah bisa mencintainya sama sekali bertentangan dengan akal sehat. (Ta’alluq Billah, Anwar-ul-Ulum, volume 23, halaman 177)
5. Tenggelam dalam dosa (Atsiim)
“Demikian pula Allah Ta’ala tidak menyukai orang-rang yang berdosa, yaktu memiliki kecenderungan penuh pada dosa. Keadaan orang yang berdosa itu sama saja dengan pelanggar hukum yang besar. Orang yang terbiasa melanggar hukum dunia, niscaya ia juga akan melanggar hukum [qanun] Allah… Orang yang terus berpikir ‘apa salahnya jika saya melanggar hukum ini atau hukum itu’, maka dia akan terus melanggar hukum Allah dan terus menghindar untuk menaatinya. (Ibid.)
6. Senang dengan Kenikmatan Sementara
Orang yang terlalu bersukacita (faraha) artinya orang yang terlalu gembira dengan kenikmatan yang bersifat sementara juga tidak bisa dicintai oleh Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:
اِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ الۡفَرِحِیۡنَ
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang terlalu bersukacita.” (Surat Al-Qasas, ayat 28)
“Allah Ta’ala tidak akan pernah menampakkan kasih sayang-Nya kepada orang yang terlalu bergembira pada hal-hal kecil nan remeh … memang benar bahwa keberhasilan sekecil apapun itu berkat anugerah Allah, dan juga benar bahwa kita tetap diajarkan bersyukur kepada Allah untuk segala kesenangan dan kenikmatan. Namun mengapa manusia menjadi puas atas hal-hal kecil lalu membuat hatinya malas untuk meraih pencapaian yang lebih besar?
Dia seharusnya berusaha untuk menghancurkan bintang-bintang di langit. Dia harus memiliki tujuan-tujuan yang amat tinggi dalam hidupnya sehingga tujuannya itu tampak kecil baginya dan sadar bahwa ia perlu terbang lebih tinggi lagi … Tapi orang yang puas dengan hal-hal kecil, tidak akan pernah bisa menyatakan tujuan mulia sebagai tujuannya.
Tidak diragukan lagi bahwa setiap kali Allah menganugerahkan nikmat-Nya kepada seorang mukmin, maka mukmin tersebut mengatakan alhamdulillah. Tapi sekaligus ia juga akan mengatakan ‘untuk kenikmatan ini, Alhamdulillah, tetapi tujuanku masih jauh.’ Kemudian datang lagi kenikmatan padanya dan ia mengatakan alhamdulillah, ‘Ya Allah aku bersyukur kepada-Mu atas nikmat yang Engkau berikan kepadaku, tapi yang aku ingin meraih-Mu. Hal-hal kecil ini bukanlah tujuanku.’ Dengan cara ini, ia maju selangkah demi selangkah dan pada akhirnya, ia meraih Allah Ta’ala.” (Ta’alluq Billah, Anwar-ul-Ulum, volume 23, halaman 180-181)
7. Pembuat kekacauan
Allah tidak menyukai orang yang membuat kerusakan. Dia berfirman:
اِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ الۡمُفۡسِدِیۡنَ
“Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Surat Al-Qasas, ayat 78)
“Jelas Allah Ta’ala adalah Khaliq [Sang Pencipta] dan Rabb [Pemelihara semua ciptaan]. Ketika ada orang yang mencoba membuat kerusakan pada makhluk-Nya, bagaimana Sang Khaliq dan Rabb akan mencintai orang yang membuat kerusakan itu?
Seorang Ibu tidak akan pernah menyukai siapapun yang membenci anaknya. Ketika semua ciptaan adalah kepunyaan Allah, maka sangat jelas bahwa orang yang berbuat kerusakan dan menciptakan konflik di antara manusia, Allah tidak akan pernah menyukainya. (Ta’alluq Billah, Anwar-ul-Ulum, volume 23, halaman 181-182)
8. Tidak bersyukur
“Orang yang tidak bersyukur tidak bisa mencintai Allah Ta’ala dan tidakpula Allah mencintainya, karena salah satu sarana cinta adalah kebaikan (ihsan). Orang yang tidak bersyukur artinya dia tidak bisa melihat kebaikan, dan orang yang tidak dapat melihat kebaikan, ia tidak akan bisa mencintai Allah Ta’ala, karena pintu utama untuk mencintai Allah adalah kebaikan. Allah SWT berfirman:
اِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ کُلَّ خَوَّانٍ کَفُوۡرٍ
“Sesungguhnya Allah tidak mencintai setiap orang yang berkhianat, lagi ingkar. (QS Al-Hajj [22]:39)
خوّان khawwaan (berkhianat) telah disebutkan sebelumnya. Kufur adalah orang yang melihat nikmat Allah, namun tetap tidak merasa bersyukur, seolah hakikat kebaikan tidak ada pada dirinya. Lalu yang apa yang dapat diperoleh seseorang yang tidak melihat kebaikan Allah dan berkata, ‘Apa yang sudah saya dapatkan?’ Bahkan jika Allah Ta’ala memberikan cinta-Nya, orang tersebut akan berkata, ‘Aku tidak pernah mendapatkan apapun.’”
Di kesempatan lain, Allah SWT berfirman:
لَئِنۡ شَکَرۡتُمۡ لَاَزِیۡدَنَّکُمۡ
“Jika kamu bersyukur, Aku pastinya akan melimpahkan lebih banyak lagi nikmat kepadamu.” (Surat Ibrahim, ayat 8)
“[Dengan kata lain] ‘Aku akan menambah nikmat-Ku kepadamu sesuai dengan tingkat rasa syukur yang kamu tunjukkan dan apabila kamu menunjukkan rasa tidak bersyukur, aku akan mengurangi nikmat-Ku kepadamu.” (Ta’alluq Billah, Anwar-ul-Ulum, volume 23, halaman 183)
9. Pemboros/kikir (المُسرف)
Allah juga tidak menyukai orang yang musrif (pemboros). Allah Yang Maha Esa berfirman:
اِنَّہٗ لَا یُحِبُّ الۡمُسۡرِفِیۡنَ
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al-An’am [6]: 142)
“Karena orang yang boros lebih mengutamakan kesenangan dirinya sendiri dibandingkan kesusahan dan kenyamanan orang lain. Siapa yang suka dengan orang yang tidak mau membelanjakan hartanya di jalan Allah dan lebih memilih membelanjakan hartanya secara tidak perlu untuk dirinya sendiri?”
Jadi Allah memberi kita uang untuk membantu manusia, Allah memberi kita ilmu, memberi kita kehormatan dan kemasyhuran. Tetapi jika kita tidak menggunakan harta, ilmu, kehormatan dan kemashyuran kita untuk membantu orang-orang, dan lebih asyik dengan kesenangan hawa nafsunya sendiri, lalu apa yang bisa kita harapkan bahwa Allah akan mencintai kita?” (Ta’alluq Billah, Anwar-ul-Ulum, volume 23, halaman 183-184)
10. Zalim
Allah tidak menyukai orang yang zalim. Allah Ta’ala berfirman:
وَ اللّٰہُ لَا یُحِبُّ الظّٰلِمِیۡنَ
“Dan Allah tidak menyukai orang yang aniaya.” (QS Al-Imran [3]:141)
“Kezaliman dan cinta tidak bisa hidup berdampingan. Orang yang zalim adalah orang yang paling mencintai dirinya sendiri, dan orang yang paling mencintai dirinya sendiri, tidak akan bisa mencintai orang lain. Selain itu, mustahil bagi seseorang untuk mencintai Allah, sementara pada saat yang sama berlaku aniaya atau zalim kepada hamba-hamba Allah.
Perlu juga diingat bahwa cinta adalah perasaan yang berhubungan dengan kelembutan, sedangkan kezaliman adalah perasaan yang berhubungan dengan kekerasan. Cinta berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri, sementara kezaliman berarti mengorbankan kepentingan orang lain. Jadi ini adalah dua perasaan yang sangat bertolak belakang. Oleh karena itu, orang yang zalim tidak dapat mencintai Allah, begitu juga Allah tidak bisa mencintainya.” (Ta’alluq Billah, Anwar-ul-Ulum, volume 23, halaman 184-185)
Sumber: Alislam.org – 10 habits that hinder your relationship with Allah
Penerjemah: Asifa Syarif
Comments (3)