Apakah shalat itu? Shalat adalah permohonan doa yang diajukan kepada Allah Yang Maha Agung dimana tanpa itu maka seseorang tidak bisa sepenuhnya dianggap bisa hidup dan memperoleh sarana keamanan dan kebahagiaan. Hanya berkat Rahmat Ilahi saja maka manusia bisa memperoleh ketenangan hakiki. Dari sejak saat itu maka yang bersangkutan akan merasakan kenikmatan dan kesenangan dari shalat.
Sebagaimana ia mendapat kenikmatan dari makanan lezat, ia pun akan memperoleh kenikmatan dari isak dan tangisnya saat shalat. Sebelum ia mencapai kondisi demikian dalam shalatnya itu, perlu kiranya ia bersiteguh dalam shalatnya tersebut sebagaimana halnya orang yang harus menelan obat pahit agar pulih kembali kesehatannya. Perlu baginya tetap rutin melaksanakan shalat dan mengajukan doanya meski saat itu ia belum merasakan kenikmatannya. Dalam keadaan seperti itu, ia harus mencari kepuasan dan kesenangan dalam shalat melalui pengajuan doa berikut:
“Ya Allah, Engkau melihat betapa butanya diriku dan saat ini aku sepertinya seperti orang yang sudah mati. Aku menyadari bahwa dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi aku ini akan kembali menghadap kepada-Engkau dimana tidak ada seorang pun bisa mencegahnya. Namun hatiku ini buta dan belum mendapat pencerahan. Turunkanlah ke dalam hatiku nyala nur yang terang agar hatiku diilhami dengan kecintaan kepada-Engkau dan pengabdian kepada Engkau. Berkatilah aku dengan Rahmat-Engkau ini agar aku tidak dibangkitkan nanti dalam keadaan buta atau bersama mereka yang tidak melihat.”
Jika ia berdoa dengan cara ini dan bersiteguh dalam doanya maka ia akan melihat satu waktu akan datang ia merasakan sesuatu turun ke dalam hatinya ketika ia sedang berdoa demikian yang akan meluluhkan hatinya. (Malfuzat, vol. IV, hal. 321-322).
***
وَالَّذينَ هُم عَلىٰ صَلَواتِهِم يُحافِظونَ
“Dan mereka yang memelihara dengan ketat shalatnya” (QS Al-Mukminun [23]: 10
Makna dari ayat ini ialah mereka yang beriman yang selalu menjaga keutuhan shalatnya dan tidak perlu diingatkan lagi oleh siapa pun. Hubungan mereka dengan Allah Swt sedemikian rupa sehingga ingatan akan Wujud-Nya menjadi suatu hal yang amat berharga bagi mereka, menjadi sumber segala ketentraman dan bahkan hidup mereka itu sendiri. Karena itu mereka selalu menjaga ketat shalat mereka dan tidak pernah ingin meninggalkannya.
Jelas bahwa seseorang akan menjaga sesuatu jika ia menyadari bahwa kehilangannya akan menghancurkan hidupnya. Orang yang akan menempuh perjalanan di gurun yang diduga tidak memiliki mata air atau pun makanan dalam jarak ratusan kilometer, dengan sendirinya
akan menjaga persediaan bekal miliknya seolah-olah nyawanya sendiri karena keyakinan bahwa kehilangan benda-benda itu berarti kehilangan nyawanya. Karena itu mukminin hakiki akan selalu menjaga keutuhan shalatnya seperti si petualang di atas. Mereka tidak akan mengabaikan shalatnya meski pun menghadapi risiko kehilangan kekayaan atau kehormatan atau pun mengundang ketidak-senangan orang lain. Setiap kekhawatiran akan kehilangan kesempatan bershalat menjadikan mereka menderita dan terasa seperti mau mati. Mereka tidak bisa memikul beban perasaan telah mengabaikan ingatan kepada Tuhan meski hanya sekejap saja. Mereka menganggap shalat dan zikir kepada Tuhan sebagai sumber kehidupan dimana tergantung nyawa mereka.
Kondisi seperti itu akan tercapai ketika Allah Swt mengasihi mereka dimana nur terang dari Kasih-Nya turun ke dalam kalbu mereka dan memberikan suatu kehidupan baru bagi mereka sedemikian rupa sehingga ruhani mereka dicerahkan dan menjadi hidup. Dalam keadaan seperti itu, kesibukan mereka berzikir dan mengingat Tuhan bukan lagi karena formalitas atau penampilan semata tetapi karena kesadaran bahwa Tuhan telah menjadikan kalbu mereka menjadi bergantung pada sumber makanan rohani yang menjadi keniscayaan karena ingatan kepada Wujud-Nya sebagaimana halnya tubuh fisik bergantung pada makanan jasmani. Hal inilah yang menjadikan mereka lebih menyukai sumber makanan rohani ini dibanding makanan jasmani dan mereka selalu ketakutan akan kehilangan hal itu.
Semua itu sebagai akibat dari ruh yang turun ke diri mereka seperti sebuah nyala yang menimbulkan mabuk hakiki akan kecintaan kepada Tuhan dalam hati mereka. Mereka tidak ingin dipisahkan darinya meski hanya sekejap. Mereka siap menderita dan disiksa demi kedekatan demikian dan karenanya selalu menjaga ketat shalat mereka. Hal ini menjadi suatu yang alamiah bagi mereka bahwa shalat yang menjadi sarana keingatan kepada Tuhan lalu menjadi Sumber makanan ruhani yang pokok. Manifestasi kecintaan Allah Swt kepada mereka adalah dalam bentuk zikir kepada Tuhan yang menyenangkan hati. Karena itulah zikir kepada Tuhan lalu menjadi suatu hal yang amat berharga bagi mereka yang bahkan lebih berharga daripada nyawa mereka sendiri. Kasih Allah Swt merupakan jiwa baru yang turun ke hati mereka seperti sebuah nyala cahaya dan menjadikan shalat serta dzikir sebagai sumber makanan keruhanian mereka. Mereka meyakini bahwa yang menghidupkan mereka bukanlah roti dan air semata tetapi adalah karena shalat dan zikir kepada Allah swt.
Khalid, A.Q (Penerjemah). 2017. Inti Ajaran Islam Bagian Kedua, Ekstrak dari Tulisan, Pidato, Pengumuman dan Wacana Masih Mau’ud dan Imam Mahdi, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad. Jakarta: Neratja Press