Peristiwa-peristiwa dalam Kehidupan Rasulullah saw. – Perang Qurtha
Khotbah Jumat Sayyidinā Amīrul Mu’minīn, Hazrat Mirza Masroor Ahmad, Khalīfatul Masīḥ al-Khāmis (أيده الله تعالى بنصره العزيز, ayyadahullāhu Ta’ālā binashrihil ‘azīz) pada 13 Desember 2024 di Masjid Mubarak, Islamabad, Tilford (Surrey), UK (United Kingdom of Britain/Britania Raya)
أَشْھَدُ أَنْ لَّا إِلٰہَ إِلَّا اللّٰہُ وَحْدَہٗ لَا شَرِيْکَ لَہٗ وَأَشْھَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُہٗ وَ رَسُوْلُہٗ
أَمَّا بَعْدُ فَأَعُوْذُ بِاللّٰہِ مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّجِيْمِ۔
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿۱﴾ اَلۡحَمۡدُلِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ۙ﴿۲﴾ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ۙ﴿۳﴾ مٰلِکِ یَوۡمِ الدِّیۡنِ ؕ﴿۴﴾إِیَّاکَ نَعۡبُدُ وَ إِیَّاکَ نَسۡتَعِیۡنُ ؕ﴿۵﴾ اِہۡدِنَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿۶﴾ صِرَاطَ الَّذِیۡنَ أَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۬ۙ غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا الضَّآلِّیۡنَ﴿۷﴾
Hari ini saya akan menceritakan tentang sebuah Sariyah (perang) pada masa Nabi Muhammad saw. yang dikenal sebagai Perang Qurtha. Perang ini terjadi pada 10 Muharam tahun 6 Hijriah. Rasulullah saw. mengutus Hz. Muhammad bin Maslamah r.a. bersama 30 sahabat berkuda menuju Qurtha.
Qurtha adalah cabang dari Bani Bakr bin Kilab yang tinggal di daerah bernama Baqrat di sekitar Zariyyah. Baqrat terletak tujuh malam perjalanan dari Madinah, dan menurut riwayat-riwayat, Dhariyyah adalah pemukiman kuno Bani Kilab yang juga berjarak tujuh malam dari Madinah. Sekarang mungkin jaraknya sudah lebih pendek. Ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa Dhariyyah berjarak satu atau dua malam perjalanan dari Madinah.
Di antara 30 sahabat tersebut termasuk Hz.Abbad bin Bisyr r.a., Hz.Salma bin Salamah r.a., dan Hz. Harits bin Khuzaimah r.a.. Rasulullah saw. memerintahkan rombongan ini untuk berjalan di malam hari, bersembunyi di siang hari, dan melakukan serangan secara tiba-tiba. Ketika mereka tiba di tempat bernama Syarba di Najd, mereka menemukan beberapa hewan tunggangan.
Hz. Muhammad bin Maslamah r.a. mengutus salah satu rekannya untuk menyelidiki siapa mereka. Setelah kembali, ia melaporkan bahwa mereka adalah orang-orang dari suku Maharib yang telah berkemah di dekat sana dan melepaskan hewan ternak mereka untuk merumput. Kaum Muslimin menunggu sampai hewan-hewan tersebut berkumpul di sekitar air, kemudian mereka menyerang. Beberapa orang terbunuh dan sisanya melarikan diri. Mereka yang melarikan diri tidak dikejar. Para sahabat mengambil unta dan kambing, tapi tidak mengganggu para wanita.
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan hingga mencapai tempat yang di sana mereka bisa melihat Bani Bakr. Hz. Muhammad bin Maslamah r.a. mengutus Hz. Aid bin Busr r.a. untuk mencari tahu keadaan Bani Bakr. Setelah Hz. Aid r.a. kembali dan melaporkan keadaannya, Hz. Muhammad bin Maslamah r.a. dan rekan-rekannya menyerang Bani Bakr, membunuh sepuluh orang dari mereka dan mengambil unta serta kambing mereka, lalu bergegas kembali ke Madinah.
Hz. Muhammad bin Maslamah r.a. meninggalkan beberapa rekannya bersama kambing-kambing di belakang, sementara beliau membawa unta-unta lebih dulu kepada Rasulullah saw. di Madinah. Kemudian kambing-kambing juga tiba. Rasulullah saw. mengambil seperlima dari harta ganimah dan membagikan sisanya di antara para rekan Hz. Muhammad bin Maslamah r.a.. Satu unta dihitung setara dengan sepuluh kambing.
Ini adalah riwayat yang diambil dari satu kitab sejarah karena rinciannya tidak lengkap. Oleh karena itu tampak seolah-olah terjadi kezaliman yang besar. Penjelasannya lebih lanjut akan disampaikan juga.
Jumlah totalnya ada 150 unta dan 3.000 kambing. Untuk perang ini, Hz. Muhammad bin Maslamah r.a. berada di luar Madinah selama 19 malam dan kembali ke Madinah pada 29 Muharam tahun 6 Hijriah.
Mengenai rincian ini, Hazrat Mirza Bashir Ahmad r.a. menulis berdasarkan berbagai kitab sejarah sebagai berikut:
Baru saja memasuki tahun 6 Hijriah, pada awal bulan pertama kalender Qamariyah yaitu Muharam, Hz. Rasulullah saw. menerima laporan tentang ancaman dari penduduk Najd. Ancaman ini datang dari suku Qurtha, yang merupakan cabang dari Bani Bakr dan tinggal di daerah Dhariyyah di Najd, yang berjarak tujuh hari perjalanan dari Madinah. Setelah menerima berita ini, Rasulullah saw. segera mengirim pasukan kecil yang terdiri dari 30 penunggang kuda di bawah pimpinan seorang sahabat, Hz. Muhammad bin Maslamah Ansari r.a. ke arah Najd. Allah swt. telah menanamkan rasa takut di hati orang-orang kafir sehingga mereka melarikan diri setelah pertempuran yang singkat. Meskipun menurut kebiasaan perang di Arab pada masa itu, kaum Muslimin bisa saja menawan para wanita dan anak-anak musuh yang ditinggalkan, Hz. Muhammad bin Maslamah r.a. tidak mengganggu mereka dan hanya mengambil harta rampasan perang berupa unta dan kambing sebelum kembali ke Madinah.
Ini menjelaskan bahwa ekspedisi tersebut dikirim untuk mencegah serangan yang direncanakan musuh terhadap Madinah, dan bahkan dalam situasi ini mereka menunjukkan kelembutan dengan tidak mengganggu para wanita dan anak-anak.
Pada kesempatan ini juga disebutkan tentang penangkapan Tsumamah bin Utsal dan keislamannya. Dalam perjalanan pulang dari perang Qurtha, terjadi peristiwa penangkapan Tsumamah bin Utsal. Dalam Sīrat Khātamun-Nabiyyīn dijelaskan bahwa:
Dalam perjalanan pulang dari perang ini, terjadi peristiwa penangkapan Tsumamah bin Utsal. Ia adalah penduduk Yamamah dan pemimpin berpengaruh dari Bani Hanifah yang sangat memusuhi Islam dan selalu berusaha membunuh muslim yang tidak bersalah. Suatu kali ketika utusan Rasulullah saw. datang ke wilayahnya, ia berencana membunuhnya dengan mengabaikan semua hukum perang yang ada, bahkan ia pernah berencana membunuh Hz. Rasulullah saw.. Ketika rombongan Hz. Muhammad bin Maslamah r.a. membawanya sebagai tawanan, mereka tidak tahu siapa Tsumamah sebenarnya dan menangkapnya hanya berdasarkan kecurigaan. Tampaknya Tsumamah dengan cerdik menyembunyikan identitasnya karena ia tahu telah melakukan kejahatan serius terhadap Islam dan jika para prajurit Islam yang penuh semangat ini mengetahui identitasnya, mereka mungkin akan bersikap keras atau bahkan membunuhnya. Namun ia berharap akan mendapat perlakuan baik dari Rasulullah saw.. Ia berpikir jika bisa sampai kepada Hz. Rasulullah saw., ia akan diperlakukan dengan baik. Maka sampai kembali ke Madinah, identitas Tsumamah tetap tersembunyi dari rombongan Hz. Muhammad bin Maslamah r.a..
Ketika sampai di Madinah dan Tsumamah dibawa menghadap Hz. Rasulullah saw., beliau saw. langsung mengenalinya dan bertanya kepada Hz. Muhammad bin Maslamah r.a. dan rekan-rekannya, “Tahukah kalian siapa orang ini?” Mereka menjawab tidak tahu, lalu beliau saw.. menjelaskan siapa dirinya. Setelah itu, seperti biasa, beliau saw. memerintahkan agar Tsumamah diperlakukan dengan baik, dan ketika masuk ke dalam rumah, beliau saw. memerintahkan agar makanan yang tersedia dikirim untuk Tsumamah. Beliau juga menginstruksikan para sahabat untuk menahan Tsumamah di halaman Masjid Nabawi dengan mengikatnya ke salah satu tiang, bukan di bangunan lain. Tujuan beliau saw. adalah agar Tsumamah bisa menyaksikan majelis-majelis beliau saw. dan salat kaum Muslimin, sehingga hatinya bisa terpengaruh oleh pemandangan kerohanian ini dan condong kepada Islam.
Ia diikat dengan cara yang lembut dan nyaman, bukan dengan cara yang kasar yang bisa membuatnya marah, yakni saat ditawan ia masih bisa menggerakkan tangan dan kakinya.
Selama masa ini, Rasulullah saw. setiap pagi mendatangi Tsumamah, menanyakan keadaannya dan bertanya, “Tsumamah, apa keputusanmu sekarang?” Tsumamah menjawab, “Wahai Muhammad (saw.)! Jika engkau membunuhku, itu adalah hak engkau karena aku dituduh melakukan pembunuhan. Tapi jika engkau berbuat baik, engkau akan mendapatiku sebagai orang yang berterima kasih, dan jika engkau menginginkan tebusan, aku siap membayarnya.” Percakapan ini berlanjut selama tiga hari.
Akhirnya, pada hari ketiga, Rasulullah saw. memerintahkan para sahabat untuk melepaskan dan membebaskan Tsumamah. Para sahabat segera membebaskannya, dan Tsumamah bergegas keluar dari masjid. Mungkin para sahabat mengira ia akan kembali ke negerinya, tetapi Rasulullah saw. sudah memahami bahwa hati Tsumamah telah terbuka dan telah terpengaruh oleh daya penyucian beliau saw..
Tsumamah pergi ke kebun terdekat, dan hasilnya sesuai dugaan. Disebutkan bahwa ia pergi ke kebun terdekat, membersihkan diri, lalu kembali dan langsung masuk Islam di tangan Rasulullah saw.. Setelah itu, ia berkata kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah saw.! Dulu Anda, agama Anda, dan kota Anda adalah yang paling saya benci di seluruh dunia, tapi sekarang Anda, agama Anda, dan kota Anda telah menjadi yang paling saya cintai.”
Pada malam itu, ketika makanan seperti biasa dibawakan untuk Tsumamah, ia hanya makan sedikit. Para sahabat heran karena selama ini Tsumamah selalu makan banyak. Di sini, kenyataan bahwa ia bisa makan dan minum saat ditahan menunjukkan bahwa ia diikat dengan cara yang memungkinkannya untuk makan dan minum, dan ia diperlakukan dengan sangat baik dalam hal makanan. Alhasil, ia hanya makan sedikit padahal sebelumnya ia makan banyak dan rakus. Ketika hal ini disampaikan kepada Hz. Rasulullah saw., beliau saw. bersabda, “Tadi pagi Tsumamah makan seperti orang kafir, sekarang ia makan seperti seorang Muslim.” Beliau menjelaskan bahwa orang kafir makan dengan tujuh usus sedangkan seorang Muslim makan dengan satu usus. Maksud beliau saw. adalah bahwa seorang kafir tenggelam dalam kenikmatan duniawi, sementara seorang Muslim sejati membatasi kebutuhan jasmaninya hanya pada yang diperlukan untuk bertahan hidup, karena kenikmatan sejati baginya hanya didapat dalam agama. Perlu diingat bahwa angka tujuh di sini tidak dimaksudkan sebagai angka hitungan, tetapi dalam peribahasa Arab, angka tujuh digunakan untuk menunjukkan sangat banyak dan kesempurnaan. Artinya, seorang kafir tenggelam dalam kenikmatan duniawi dan semua perhatiannya tercurah pada dunia, sementara seorang Mukmin menahan diri dari kenikmatan duniawi dan tidak melampaui batas kebutuhan yang diperlukan karena kenikmatan sejatinya ada di tempat lain. Peristiwa ini adalah cermin yang sangat jujur dari kecenderungan alami dan sifat mulia Rasulullah saw..
Setelah masuk Islam, Tsumamah berkata kepada Nabi saw., “Wahai Rasulullah saw.! Ketika orang-orang Anda menangkap saya, saya sedang dalam perjalanan untuk umrah ke Ka’bah. Apa yang harus saya lakukan sekarang?” Beliau saw. memberinya izin untuk pergi dan mendoakannya, lalu Tsumamah berangkat ke Makkah. Sesampainya di sana, dengan semangat keimanannya – yang kini telah berubah total dari kebencian menjadi gejolak keimanan – ia mulai bertablig secara terbuka di kalangan Quraisy. Ketika Quraisy melihat hal ini, mereka sangat marah dan bermaksud menangkap dan membunuh Tsumamah. Namun, mengingat ia adalah pemimpin daerah Yamamah dan antara Makkah dan Yamamah memiliki hubungan perdagangan yang erat, mereka mengurungkan niat tersebut dan melepaskannya setelah mencacinya. Namun Tsumamah sangat bersemangat, dan semua kezaliman Quraisy terhadap Rasulullah saw. dan para sahabatnya masih segar dalam ingatannya. Saat meninggalkan Makkah, ia berkata kepada Quraisy, “Demi Allah, tidak akan ada sebutir gandum pun yang sampai kepada kalian dari wilayah Yamamah sampai Rasulullah saw. mengizinkannya.”
Setelah tiba di negerinya, Tsumamah benar-benar menghentikan kafilah dari Yamamah yang menuju Makkah. Karena sebagian besar makanan Makkah berasal dari Yamamah, penghentian perdagangan ini membuat Quraisy Makkah mengalami kesulitan besar. Tidak lama kemudian, mereka dalam kepanikan menulis surat kepada Hz. Rasulullah saw., mengatakan, “Anda selalu mengajarkan untuk menyambung silaturahmi dan kami adalah saudara Anda, bebaskanlah kami dari kesulitan ini.” Quraisy Makkah begitu panik sehingga tidak hanya mengirim surat, tetapi juga mengutus pemimpin mereka, Abu Sufyan bin Harb kepada Hz. Rasulullah saw.. Abu Sufyan menghadap Hz. Rasulullah saw. dan menyampaikan keluhan mereka dengan sangat memilukan, membuat keributan dan memohon belas kasihan dengan mengungkapkan penderitaan mereka. Menanggapi hal ini, Hz. Rasulullah saw. mengirim pesan kepada Tsumamah bin Utsal agar tidak menghalangi kafilah Quraisy yang membawa bahan makanan untuk penduduk Makkah. Dengan demikian, perdagangan kembali berjalan dan penduduk Makkah terbebas dari kesulitan ini.
Peristiwa ini tidak hanya membuktikan belas kasih, rahmat, dan pengampunan Nabi saw. yang tiada tara, tetapi juga menunjukkan bahwa ketika beliau saw. awalnya menghentikan kafilah Quraisy, tujuan utamanya bukanlah untuk menghancurkan Quraisy dengan kelaparan, melainkan untuk melindungi Madinah dan sekitarnya dari ancaman Quraisy. Dari kejadian ini juga dapat disimpulkan bahwa menurut ajaran Islam, bahkan terhadap musuh yang memerangi kita, tidak dibenarkan dalam keadaan yang normal untuk memutus hubungan mereka sampai-sampai mereka tidak bisa mendapatkan makanan pokok, air, dan kebutuhan pangan. Ya, pengiriman peralatan perang atau barang-barang selain kebutuhan pangan dan minuman yang mendasar dapat dihentikan berdasarkan keadaan untuk peperangan.
Namun dunia sekarang telah menciptakan pemandangan yang aneh, yang bahkan masyarakat miskin dan tertindas tidak dibiarkan mendapatkan makanan selama perang dengan alasan ada teroris atau alasan lainnya. Bagaimanapun juga, ini adalah perbuatan orang-orang yang duniawi dan bukan ajaran Islam. Jika terjadi keadaan musuh menahan pasokan makanan untuk kaum Muslimin, maka prinsip Al-Qur’an mengajarkan
وَجَزَٰٓؤُا۟ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا
“Dan pembalasan terhadap suatu keburukan adalah keburukan semisalnya.” (Asy-Syura:41)
yakni prinsip “balasan kejahatan adalah kejahatan yang serupa”, maka diperbolehkan juga melakukan blokade terhadap mereka sebagai balasan setimpal.
Seperti yang telah disebutkan, Tsumamah bin Utsal adalah seorang pemimpin berpengaruh di daerahnya. Melalui tablignya yang penuh semangat, banyak penduduk Yamamah masuk Islam. Kemudian menjelang kewafatan Rasulullah saw. dan awal kekhalifahan Hz. Abu Bakar r.a., ketika banyak penduduk Arab pedalaman dari Yamamah murtad dan mengikuti Musailamah Al-Kadzdzab (pendusta yang mengaku nabi), Tsumamah tidak hanya tetap teguh dalam Islam, tetapi dengan perjuangannya yang penuh semangat, ia berhasil melindungi banyak orang dari kejahatan Musailamah dan menjaga mereka tetap di bawah bendera Islam, serta memberikan pengkhidmatan yang luar biasa dalam menghapuskan fitnah Musailamah.
Ini adalah keseluruhan peristiwa dari misi peperangan ini.
Hari ini ada beberapa salat jenazah yang harus dilakukan. Salah satunya adalah jenazah yang hadir, yaitu Tn. Abdul Latif Khan yang pernah berkhidmat sebagai Amir Wilayah Middlesex. Beliau wafat pada 11 Desember di usia 85 tahun. Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn. Beliau adalah putra dari Hazrat Muhammad Zhahur Khan Patialawi, sahabat Hazrat Masih Mau’ud a.s., dan keponakan dari Hazrat Dr. Hasymatullah Khan ra., dokter pribadi Hazrat Muslih Mau’ud ra.. Tn. Abdul Latif Khan adalah salah satu anggota awalin Jemaat Inggris. Beliau mendapat taufik untuk berkhidmat di tingkat lokal dan nasional hingga kurun waktu 55 tahun. Beliau adalah Ketua pertama Jemaat Hounslow, dan di tingkat nasional berkhidmat sebagai Sekretaris Wasiyat, Sekretaris Tabligh, Sekretaris Rishta Nata, dan sebagai Amir Wilayah. Almarhum disiplin dalam berpuasa dan salat, memiliki akhlak yang baik, penuh simpati, ramah, berbicara dengan baik, pekerja keras, taat, saleh dan tulus ikhlas. Beliau juga memiliki hubungan yang sangat dalam dan teguh dengan khilafat. Beliau selalu siap untuk berkhidmat kepada Jemaat. Beliau memainkan peran penting dalam mengumpulkan perjanjian untuk semua masjid yang dibangun di wilayahnya. Beliau juga sangat giat dalam bertabligh. Di Hounslow, beliau memiliki hubungan baik dengan komunitas Hindu dan Sikh, dan selalu membawa mereka dalam jumlah besar ke acara-acara Jemaat. Almarhum adalah seorang Musi dan meninggalkan dua putri dan empat putra yang juga aktif dalam pengkhidmatan di Jemaat, serta beberapa cucu laki-laki dan perempuan. Beliau memiliki keluarga yang baik. Semoga Allah Taala menurunkan ampunan dan rahmat kepada beliau, dan semoga Allah Taala menjaga anak-anak dan keturunan beliau tetap berpegang teguh dan setia terhadap khilafat dan Jemaat.
Jenazah kedua yang merupakan jezanazh gaib adalah Tn. Tayyib Ahmad, putra Tn. Manzur Ahmad dari Rajanpur yang tinggal di Rawalpindi. Tn. Tayyib Ahmad disyahidkan di Rawalpindi pada 5 Desember oleh seorang penentang Ahmadiyah yang menyerangnya dengan kapak. Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn.
Menurut rincian kejadian, beberapa hari sebelumnya, Tn. Tayyib Ahmad Syahid telah tiba di Rawalpindi dari Rajanpur untuk membantu bisnis saudaranya, Tahir Ahmad Qamar. Almarhum syahid sedang duduk di toko saudaranya ketika seseorang datang dan mulai berdebat dengannya. Almarhum syahid memberitahu orang tersebut, “Mengapa Anda mencari masalah dengan saya? Saya hanya tamu di sini.” Meskipun demikian, penyerang tidak peduli dan menyerang kepala, leher, dan punggungnya dengan kapak, yang mengakibatkan Tn.Tayyib Ahmad syahid di tempat.
Tn. Tahir Ahmad Qamar, yang berada agak jauh dari lokasi kejadian, bergegas datang membantu saudaranya. Beliau juga dikejar oleh penyerang dengan kapak. Beliau berhasil menyelamatkan diri dengan susah payah. Selama kejadian, pembunuh terus meneriakkan slogan-slogan anti-Jemaat dan mengatakan, “Qadiani, sudah berkali-kali kami katakan untuk meninggalkan daerah ini.” Kemudian ia melarikan diri setelah melakukan penyerangan. Namun polisi kemudian menahan pembunuh tersebut dan kasus ini sedang berlanjut. Kini kita lihat sampai mana kasus ini berjalan.
Saudara almarhum syahid, Tahir Ahmad, dan anggota keluarga lainnya tinggal di Rawalpindi untuk berdagang, dan selama setahun terakhir, karena adanya permusuhan dan ancaman, keluarga ini harus berpindah-pindah tempat berdagang hingga empat kali. Tiga bulan lalu, mereka juga dipaksa mengosongkan rumah mereka. Mereka berulang kali menghadapi pelemparan batu dan berbagai kerugian bisnis dari penentang. Mereka juga kerap dipanggil oleh polisi berdasarkan tuduhan palsu dalam pengaduannya. Mereka menghadapi semua keadaan ini dengan keberanian tinggi.
Ahmadiyah masuk ke keluarga syahid melalui kakek buyutnya, Umar Din Sahib dari Qadian. Kakek almarhum syahid, Ahmad Din Sahib, mendapat karunia ikut serta dalam pembangunan Minaratul Masih Qadian sebagai tukang. Beliau juga mendapat karunia berkhidmat di Furqan Batalion. Saat pembentukan Pakistan, beliau termasuk dalam kafilah Hz. Khalifatul Masih Tsani r.a.. Setelah tiba di Pakistan, beliau mendirikan Jemaat di Basti Qandhara Singh, Distrik Rahim Yar Khan, dan berkhidmat sebagai Ketua Jemaat, dan berperan penting dalam pembangunan Masjid Jemaat Baitul Dzikr.
Almarhum Syahid tidak bisa menjalani pendidikan karena sakit, namun beliau bisa membaca dan menulis. Beliau memiliki sifat sederhana dan bekerja di bidang pertanian dan pekerjaan yang membutuhkan kerja keras. Almarhum Syahid rutin melaksanakan salat lima waktu dan tahajud, serta selalu mengingatkan semua anggota keluarga untuk melaksanakan salat. Beliau sangat mencintai khilafat dan sangat berbakti kepada orang tua. Beliau memiliki rasa kasih sayang yang kuat terhadap kerabatnya. Beliau sangat memperhatikan pelaksanaan salat Jumat dan selalu tiba di masjid di awal waktu.
Ayah Almarhum syahid, Manzur Ahmad, menceritakan bahwa di masa muda, suatu kali Almarhum syahid tertidur tanpa melaksanakan salat Isya. Dalam mimpi, ia melihat seseorang membangunkannya dengan keras dan bertanya mengapa tidak melaksanakan salat. Setelah itu, dikatakan bahwa Almarhum syahid hampir tidak pernah meninggalkan salat dan bahkan menjadi rajin melaksanakan tahajud.
Istrinya, ny. Ghazala Sahibah, menuturkan: kami menikah lima atau enam tahun lalu dan almarhum selalu secara khusus mengingatkan untuk melaksanakan shalat secara teratur.
Tn. Mahmud Ahmad Rind, Mubalig lokal, menuturkan: saat pertemuan pertama dengan almarhum syahid, beliau mengatakan, “Saya akan selalu siap untuk berkhidmat kepada Jemaat. Jika saya diperlukan, beritahu saya.” Almarhum Syahid sangat mencintai para Waqifin Zindegi dan merupakan orang yang sederhana dan pendiam. Ketika di masjid, setelah melaksanakan salat sunah, beliau selalu sibuk dengan zikir Ilahi.
Almarhum meninggalkan ayah, ibu (Ny. Maqsudah Bibi), istri (Ny. Ghazala), dan dua saudara laki-laki – salah satunya adalah Mualim Waqf-e-Jadid. Almarhum tidak memiliki anak. Beliau juga memiliki dua saudari perempuan. Semoga Allah Taala meninggikan derajat almarhum syahid dan menganugerahkan kesabaran yang tinggi kepada semua yang ditinggalkan.
Jenazah gaib kedua adalah Sdr. Muhannad Muayyad Abu Awad dari Gaza, Palestina. Beliau juga syahid dalam serangan drone di usia 20 tahun. Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn. Tn. Syarif Audah, Amir Kababir, menulis: Sdr. Muhannad Muayyad Abu Awad adalah pemuda 20 tahun yang pemalu, pendiam dan selalu berpakaian rapi meskipun dalam keadaan peperangan. Beliau tinggal bersama orang tuanya di tenda di kamp Humanity First di dekat Khan Yunis di Gaza selatan dan juga berkhidmat untuk Humanity First. Humanity First menuturkan bahwa almarhum adalah anggota yang baik.
Ahmadiyah masuk ke keluarga beliau mereka melalui ayah beliau, Tn. Muayyad Sahib, yang baiat bersama keluarganya sekitar tahun 2009 atau 2010. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, almarhum Muhannad mendapat taufik untuk berkhidmat sebagai relawan dalam tim Humanity First dan merupakan anggota yang sangat aktif. Alm. Muhannad sangat peka terhadap kesulitan dan kebutuhan keluarganya dan selalu berusaha untuk mengatasinya. Di daerah itu tidak ada makanan, sehingga mendapatkan sesuap makanan pun adalah kenikmatan yang luar biasa.
Kondisi di sana saat ini sangat buruk. Pemerintah Israel telah memberlakukan larangan pengiriman makanan ke Gaza. Truk-truk bantuan yang datang dihalangi. Beberapa hari sebelum syahid, Sdr. Muhannad pergi ke daerah Rafah di Gaza selatan untuk mencari bahan makanan. Truk-truk bantuan makanan melewati daerah ini, tetapi sering diserang dan dihancurkan atau dijarah. Karena itu, beberapa pemuda pergi ke daerah tersebut dengan harapan menemukan sisa-sisa makanan di puing-puing. Terkadang mereka menemukan tepung yang tercampur dengan tanah – bahkan dalam keadaan seperti itu, ini menjadi nikmat yang luar biasa bagi mereka.
Suatu kali ketika Sdr. Muhannad pergi ke sana, ia beruntung mendapatkan tepung untuk keluarga dan tetangganya. Ibunya senang karena ini akan membantu banyak orang untuk bertahan hidup, tetapi ayahnya memarahinya dan melarangnya pergi lagi karena kembali dengan selamat dari sana adalah seperti mukjizat. “Kamu masih muda dan masih banyak yang harus kamu lakukan dalam hidup, jadi jangan mempertaruhkan nyawamu hanya untuk beberapa kilogram tepung,” kata ayahnya.
Namun pada tanggal 3 Desember, ia pergi lagi bersama dua temannya untuk mencari makanan. Di sana mereka melihat jenazah seorang sahabatnya yang merupakan warga asli Palestina yang sedang dimakan anjing liar. Mereka sangat sedih dan melupakan tujuan awal mereka, lalu membawa jenazah tersebut ke ambulans agar bisa dimakamkan di tempat yang aman. Saat itu mereka mendengar teriakan minta tolong dari seorang wanita dan putrinya yang tengah terluka. Setelah mengantar jenazah ke ambulans, mereka kembali dengan tandu untuk menyelamatkan ibu dan anak yang terluka. Saat sedang membawa salah satu korban, tiba-tiba pesawat Israel meluncurkan roket. Sdr. Muhannad, satu temannya, dan kedua perempuan yang terluka itu syahid di tempat, sementara temannya yang ketiga selamat. Dia yang menceritakan kisah tragis ini. Dikatakan bahwa sangat disayangkan, siapa pun yang mencoba mengambil jenazah Muhannad dan temannya juga terbunuh disana. Akhirnya jenazah mereka ditemukan di satu rumah sakit. Baru ditemukan satu hari yang lalu.
Ayah syahid, Tn. Muayyad Sahib, adalah anggota Jemaat yang sangat tulus ikhlas dan rendah hati. Beliau selalu mencari cara untuk berkhidmat kepada Jemaat. Di kamp Humanity First, beliau tidak membiarkan orang lain membersihkan tempat salat dan melakukannya sendiri. Beliau selalu bekerja dengan ketulusan dan kejujuran.
Ayah almarhum juga menghadapi banyak kesulitan setelah menerima Ahmadiyah. Karena keberaniannya, beliau sering pergi ke berbagai masjid dan mengumumkan dengan suara lantang bahwa Al-Masih telah datang. Sering kali beliau menghadapi kekerasan fisik, bahkan pemerintah setempat memenjarakan beliau selama beberapa minggu dengan tuduhan murtad karena beriman kepada Hazrat Masih Mau’ud a.s., tetapi beliau tetap kuat dalam menghadapi semua kesulitan ini. Iman beliau tidak berkurang sedikit pun.
Selama masa penahanan, seorang yang menginterogasi memukul telinga beliau hingga beliau tidak bisa mendengar sama sekali dengan telinga itu. Jadi ayah almarhum syahid dan keluarga ini telah memberikan pengorbanan besar demi Jemaat dan keimanan mereka. Semoga Allah Taala melindungi mereka dari segala kejahatan di masa depan dan meninggikan derajat almarhum syahid.
Jenazah berikutnya adalah Tn. Maulvi Muhammad Ayyub Butt, Darwesh Qadian, yang wafat di Qadian pada usia 100 tahun. Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn.
Dalam sebuah pernyataan, Tn. Ayyub Butt menuliskan bahwa Ahmadiyah masuk ke keluarga beliau melalui ibunya, Ny. Karim Bibi, yang berasal dari Mirpur Kashmir. Saudara laki-lakinya, Tn. Syed Arsyad Ali, telah menerima tablig dari Qadian. Melalui tablignya, ibu beliau menerima Ahmadiyah, dan kemudian ayah beliau juga baiat. Berdasarkan yang ditulis Tn. Ayyub Butt Darwesh, di masa mudanya, beliau bermimpi melihat Rasulullah saw. menunggang kuda. Ibunya menafsirkan mimpi ini bahwa Allah Taala akan memberinya taufik untuk berkhidmat kepada agama. Pada tahun 1939, beliau mewakafkan hidupnya dan diperintahkan oleh administrasi untuk pergi ke Iran. Di sana beliau berkhidmat selama lima tahun, kemudian diperintahkan untuk pergi ke Kabul, Afghanistan. Ketika beliau berada di Quetta dalam perjalanan menuju Kabul, Amir Jemaat Ahmadiyah Quetta memberitahu bahwa beliau dipanggil ke Qadian. Ini adalah masa pembagian India-Pakistan. Hazrat Muslih Mau’ud r.a. telah hijrah dan tinggal di Lahore. Ketika Maulvi Sahib tiba di Lahore, beliau diberitahu bahwa ini adalah truk terakhir yang akan pergi ke Qadian dan mungkin tidak ada truk lain setelahnya, jadi beliau diminta untuk pergi ke Qadian. Di Qadian, Maulvi Sahib mendapat kesempatan untuk bertugas di berbagai pos keamanan, kemudian atas petunjuk Hazrat Muslih Mau’ud r.a., beliau dikirim sebagai salah satu mualim ke tempat-tempat pertabligan di India. Beliau dikirim ke Jhansi di Provinsi UP.
Beliau bertablig dengan sangat baik di sana dan memiliki hubungan baik dengan orang-orang Hindu. Diceritakan suatu kali seorang guru Hindu jatuh sakit. Muridnya meminta Maulvi Sahib memberikan obat. Beliau mengatakan untuk datang besok pagi. Beliau berkata, “Saya berdoa dan di malam hari melihat Hazrat Muslih Mau’ud r.a. dalam mimpi membuka kotak obatnya dan menunjukkan obat yang harus diberikan.” Almarhum Maulvi Sahib menceritakan bahwa ketika beliau bangun pagi, botol obat itu ada di tangannya. Beliau memberikan tiga dosis kepada guru tersebut dan ia sembuh.
Beliau berkesempatan berkhidmat di berbagai tempat di India dan selama itu juga mendapatkan gelar homeopati di lapangan pengkhidmatan. Banyak orang yang berfitrah baik mendapat taufik untuk menerima Ahmadiyah melalui beliau. Salah satu putra beliau, Dr. Mahmud Ahmad Butt, dan istrinya (menantu Darwesh Sahib), Dr. Manju Butt, adalah Waqaf Zindegi yang telah lama berkhidmat di Ghana dan sekarang berkhidmat di Rumah Sakit Nur di Qadian. Putra lainnya juga seorang dokter di Amerika. Semoga Allah Taala meninggikan derajat almarhum dan memberi taufik kepada anak-anak dan keturunannya untuk melanjutkan kebaikan-kebaikannya.
Selanjutnya adalah Yang Terhormat Tn. Dr. Masud Ahmad Malik, sabiq Naib Amir Jemaat USA, yang juga wafat beberapa hari lalu di usia 86 tahun. Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn. Dengan karunia Allah Taala, beliau adalah seorang Musi dan berkesempatan menunaikan ibadah haji pada tahun 2000. Beliau adalah cicit dari Hazrat Al-Haj Maulvi Muhammad Abdullah Sahib, sahabat Hazrat Masih Mau’ud a.s., dan cucu dari Malik Abdul Rahman Sahib. Setelah menyelesaikan pendidikan di Pakistan, beliau pindah ke Amerika dan mendapatkan gelar Ph.D. di bidang Animal Nutrition dari Universitas Nebraska, kemudian bekerja di berbagai tempat. Dalam hal pengkhidmatan di Jemaat, almarhum berkhidmat sebagai Naib Amir Jemaat Amerika dari 2013 hingga kewafatannya, dan sebagai Sekretaris Umum Jemaat Amerika dari 1988 hingga 2013. Selain itu, beliau juga menjadi ketua jemaat di berbagai Jemaat tempat beliau tinggal, termasuk di Washington.
Beliau mendapatkan taufik berkhidmat bersama timnya dalam mencari referensi dari berbagai jurnal ilmiah untuk buku Hazrat Khalifatul Masih IV r.h., Revelation, Rationality, Knowledge and Truth. Hazrat Khalifatul Masih IV r.a. juga meminta bantuan beliau dalam hal ini, dan pekerjaan ini berlangsung selama beberapa tahun.
Amir Jemaat Amerika menulis bahwa Dr. Sahib telah mengkhidmati Jemaat Amerika selama beberapa dekade dengan penuh ketulusan dan kesetiaan. Beliau taat dan patuh kepada khilafat, selalu mengucapkan “Labbaik” terhadap perintah Khalifatul Masih, memahami nizam/sistem Jemaat dan pentingnya sistem tersebut, dan selalu mematuhi Nizam Jemaat.
Istri beliau, Ny. Farida, mengatakan bahwa Tn. Malik berusaha menghabiskan sebanyak mungkin waktunya dalam pengkhidmatan agama. Beliau bekerja empat hari seminggu selama 10 jam sehari agar bisa bekerja penuh di kantor Sekretaris umum pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Terkadang setelah bekerja 10 jam, beliau langsung pergi ke masjid dan tetap sibuk bekerja hingga larut malam. Beliau bahkan membawa sarapan di mobil saat pergi ke kantor untuk menghemat waktu agar bisa melakukan lebih banyak pekerjaan Jemaat.
Beliau sangat berhati-hati dalam menjaga dan menggunakan dana Jemaat. Beliau pernah berkata kepada seorang teman bahwa meskipun Jemaat sekarang memiliki lebih banyak sumber daya, beberapa orang tidak menggunakannya dengan penuh kehati-hatian dan membuat pengeluaran yang tidak perlu. Para anggota lama sangat prihatin tentang hal ini, bahwa dana Jemaat terkadang tidak digunakan sebagaimana mestinya. Semua pengurus harus memperhatikan hal ini.
Putri beliau, Sarah, mengatakan bahwa almarhum selalu terlihat sibuk dalam pengkhidmatan Jemaat. Beliau memasang tanda besar di depan mejanya di rumah yang bertuliskan “What have I done today in the service of my Jama’at?” (Apa yang telah aku lakukan hari ini untuk mengkhidmati jemaatku?) dan almarhum benar-benar menghabiskan setiap hari dalam pengkhidmatan Jemaat. Saudara beliau, Mubarak Malik, mengatakan bahwa setelah selesainya pembangunan Masjid Baitul Rahman, beliau langsung pergi ke masjid setelah bekerja dan tetap sibuk dengan pekerjaan Jemaat hingga larut malam, terutama selama hari-hari Majelis Syura ketika tanggung jawab beliau sangat meningkat. Beliau menghabiskan beberapa minggu bekerja sangat lama untuk urusan Jemaat.
Orang-orang yang mengenal beliau menulis bahwa beliau memiliki rasa hormat yang luar biasa terhadap Nizam Jemaat dan berusaha menanamkan kecintaan kepada Jemaat dalam diri anak-anak beliau. Beliau sendiri berjalan di atas jalan ketakwaan dan menganjurkan hal yang sama kepada anak-anak beliau. Menjaga hubungan dengan kerabat dekat dan jauh adalah sifat mulia beliau. Beliau selalu membantu yang membutuhkan dan menjadi yang pertama mengunjungi orang sakit. Beliau adalah sosok yang sangat rendah hati, ramah, memiliki kemampuan intelektual, tulus dan setia. Beliau melakukan setiap tugas dengan detail dan ketelitian, memahami dan memenuhi tanggung jawab beliau sepenuhnya. Beliau berusaha menghabiskan sebanyak mungkin waktu di masjid.
Semoga Allah Taala menganugerahkan magfirah dan rahmat untuk beliau, meninggikan derajat beliau dan memberi taufik kepada anak-anak dan keturunan beliau untuk melanjutkan kebaikan-kebaikan beliau.
Selanjutnya adalah Yang Terhormat Tn. Syabir Ahmad Lodhi, putra almarhum Tn. Mian Muhammad Syafi dan ayah dari salah satu Muballigh kita, Farukh Syabir Lodhi. Beliau wafat beberapa hari lalu di usia 62 tahun. Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn. Ahmadiyah masuk ke dalam keluarga beliau melalui kakek beliau, Mian Syihabuddin Sahib dari Lodhi Nangal, yang mendapat taufik untuk baiat dan bergabung dengan Jemaat pada awal masa Khilafat Tsaniah. Almarhum adalah seorang Mushi. Putra tertua beliau, Farukh Syabir Lodhi, adalah Muballigh di Liberia dan telah berkhidmat di sana selama beberapa tahun terakhir, dan karena berada di lapangan, tidak bisa menghadiri pengurusan jenazah dan pemakaman ayahnya.
Farukh Syabir Lodhi menulis tentang ayahnya bahwa dengan karunia Allah Taala, beliau rajin tahajud, menjaga salat lima waktu, berusaha sebisa mungkin melaksanakan salat secara berjamaah, mengutamakan agama di atas dunia, membaca Al-Qur’an dan literatur Jemaat, sangat mencintai khilafat, rutin mendengarkan khotbah, mengucapkan “Labbaik” terhadap gerakan-gerakan yang diserukan Jemaat, rutin berpuasa sunnah ketika sehat, selalu siap untuk pengkhidmatan Jemaat, sangat mencintai Waqifin Zindegi, menghormati para pengurus, memiliki semangat keagamaan terhadap Nizam Jemaat, mendidik dengan kasih sayang, pemaaf, menunjukkan kesabaran dan keberanian dalam kesulitan, berserah diri sepenuhnya kepada Allah Taala, menyampaikan kesulitannya kepada Allah dengan penuh kerendahan hati, sebisa mungkin membantu kesulitan orang lain, tidak menyimpan kemarahan terhadap siapa pun, menganggap setiap kesuksesan semata-mata karunia Allah, adil, bijaksana, ramah, dan membantu secara finansial dengan tangan terbuka. Beliau memperlakukan stafnya dengan akhlak yang baik, dan orang-orang juga menulis tentang hal ini, bukan hanya perkataan putra beliau. Beliau adalah orang yang baik dan saleh.
Di Gujranwala, ketika gerakan menghapus Kalimah Syahadat dari masjid dimulai, maka kalimah syahadat dihapus dari masjid kita, dan beliau ditugaskan untuk menulisnya [kembali]. Setiap kali Kalimah Syahadat dihapus, beliau segera pergi dan menulisnya ulang. Beliau bekerja dengan sangat berani saat itu. Dituliskan bahwa satu keistimewaan yang menonjol adalah bahkan jika seseorang menyakitinya, beliau tidak pernah membalas melainkan menunjukkan kesabaran dan keberanian serta menyerahkan urusannya kepada Allah Taala. Beliau menghadapi kesulitannya dengan doa-doanya.
Di sekolah tempat beliau mengajar, beliau menghadapi banyak penentangan dari rekan-rekannya, bahkan beberapa rekan menjanjikan hadiah kepada seorang siswa jika menembak beliau. Bagaimanapun, Allah Taala selalu menjaga beliau, dan beliau terus bekerja dengan berani di sana. Semoga Allah Taala menurunkan ampunan dan rahmat kepada beliau dan meninggikan derajatnya. Semoga Allah Taala menjadi Pelindung dan Penolong anak keturunan beliau.
Saya akan memimpin salat jenazah setelah salat.[1]
[1] Penerjemah: Mln. Mahmud Ahmad Wardi, Shd., Mln. Fazli Umar Faruq, Shd. dan Mln. Muhammad Hasyim. Editor: Mln. Muhammad Hasyim