Nabi Isa (as) Turun dari Langit – Isu Besar bagi Seluruh Umat
Shahzad Ahmad & Zafir Malik, UK
Klaim dan kebenaran Mirza Ghulam Ahmad, Masih Mau’ud (as), sekali lagi menjadi bahan perdebatan sengit di media sosial. Meskipun menggunakan platform modern dan media baru untuk berdiskusi, sayangnya, argumen-argumen usang yang tidak berdasar terus digulirkan oleh para penentang Mirza Ghulam Ahmad (as) sejak beliau menyatakan dirinya sebagai Almasih di akhir zaman.
Dalam upaya putus asa mereka untuk menghindari Al-Qur’an dan hadis-hadis shahih para ‘akademisi’ dan ‘ulama’ ini berusaha menjelekkan karakter Hadhrat Masih Mau’ud (as); yang tak lebih dari tabir untuk menutupi kelemahan keyakinan mereka sendiri.
Salah satu topik yang mereka enggan bahas adalah inti argumen klaim Hadhrat Masih Mau’ud (as), yaitu Nabi Isa (as) telah wafat. Hal ini karena mereka tidak hanya gagal dalam upaya membuktikan Nabi Isa (as) masih hidup di langit berdasarkan Al-Qur’an, tetapi dengan melakukan hal itu mereka tidak akan punya pilihan selain bergulat dengan sejumlah pertanyaan serius dan dilema besar dalam mendukung keyakinan bahwa Nabi Isa (as) akan turun secara fisik dari langit. Akan tetapi, kami hanya akan menguraikan beberapa persoalan besar yang muncul jika Nabi Isa (as) benar-benar kembali secara fisik
Logical Fallacies tentang ‘Turunnya Nabi Isa (as)
Mari kita bayangkan sejenak bahwa Nabi Isa (as) benar-benar diangkat ke langit secara fisik; (abaikan fakta bahwa tidak ada satu pun ayat Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa Nabi Isa as pergi ke ‘langit’, dan kesampingkan juga 30 ayat yang secara eksplisit menyatakan bahwa Nabi Isa telah wafat)
Sekarang, demi sebuah hujjah, anggap saja Nabi Isa (as) memang benar-benar berada di langit (walaupun tak seorang pun yang bisa memastikan langit itu arah mana dari bumi). Mari gunakan imajinasi kita dan berasumsi bahwa Nabi Isa (as) sedang melayang di ruang angkasa seperti manusia super, lalu entah bagaimana berhasil mencapai lapisan terluar atmosfer—eksosfer—sekitar 100.000 mil di atas permukaan bumi. Dengan catatan bahwa beliau tidak tertabrak lebih dari 8000 satelit yang mengorbit bumi di lapisan ini, pertanyaannya sederhana: bagaimana beliau bisa bernapas?
Orang yang pernah belajar sedikit saja soal pendakian gunung akan tahu bahwa di atas ketinggian 8000 meter, kadar oksigen sangat terbatas sehingga sel-sel tubuh tidak dapat mengatasinya dan mulai mati satu per satu. Itulah kenapa, ketinggian ini disebut sebagai ‘Zona Kematian’ dan peralatan pernapasan khusus diperlukan untuk mengatasinya. Jadi, coba bayangkan jika Nabi Isa (as) benar-benar turun dari 100.000 mil di atas bumi. Belum lagi soal perjalanan antar-ruang angkasa yang harus beliau tempuh dari “entah di mana” itu!
Bayangkan seseorang terlempar dari Stasiun Luar Angkasa Internasional tanpa pakaian luar angkasa. Ia tidak akan langsung mati, tapi dalam waktu 15 detik ia akan kehilangan kesadaran karena darah yang kekurangan oksigen mengalir ke otak. [1]
Dan jika dia bertahan di sana lebih dari 2 menit, semua organ tubuhnya akan terhenti, yang mengakibatkan kematian. [2]
Belum lagi orang tersebut akan membesar hingga dua kali lipat dari ukuran normal karena nitrogen dalam aliran darah di bawah permukaan kulitnya akan terkumpul menjadi gelembung-gelembung. [3]
Jangan lupa soal suhu—atau lebih tepatnya, tidak adanya suhu—di luar angkasa. Karena tidak ada yang menjaga tubuh tetap hangat, ia akan membeku. Oh iya, belum lagi soal sinar UV berbahaya dari matahari. Tanpa perlindungan medan magnet dan atmosfer bumi, ia akan terkena luka bakar akibat radiasi UV dalam hitungan detik. [4]
Dan berbicara soal satelit, ketika Nabi Isa (as) turun, siapakah yang akan menjemputnya dengan satelit mereka terlebih dahulu, Amerika Serikat, Rusia, atau Cina?
Faktanya adalah memegang keyakinan seperti ini sangat tidak sopan dan bertentangan dengan kehormatan para nabi. Padahal, di antara tugas-tugas besar Masih Mau’ud as (Almasih yang Dijanjikan) adalah menegakkan kehormatan dan kesucian para Nabi Allah. Berkaitan dengan Nabi Isa (as), beliau menulis,
“Kami ingin memberi tahu para pembaca bahwa keyakinan kami mengenai Nabi Isa (as) adalah sangat mulia. Kami dengan sepenuh hati percaya bahwa beliau adalah seorang nabi Allah yang sejati, dan Allah mencintainya. Sebagaimana yang diajarkan oleh Al-Qur’an, kami meyakini dengan teguh bahwa beliau sangat tulus beriman kepada junjungan dan Tuan kami, Nabi Muhammad Mustafa (saw) untuk keselamatannya, dan beliau adalah salah satu dari ratusan hamba yang taat terhadap Hukum Musa. Oleh karena itu, kami sangat menghormati beliau sesuai dengan kedudukan beliau yang mulia.” [5]
Allah Maha Kuasa–Mengapa Dia Tidak Bisa Menurunkan Nabi Isa dari Langit?
Seseorang mungkin akan bertanya pada titik ini, ‘baiklah, tapi jika Allah Maha Kuasa, lalu apa yang menghalangi-Nya untuk mengizinkan terjadinya mukjizat yang luar biasa yang melanggar semua hukum alam yang telah ditetapkan?’ Pertanyaan ini bermasalah setidaknya karena dua alasan, di antara banyak alasan lainnya.
Pertama, Allah Ta’ala sendiri berfirman:
فَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّتِ اللّٰهِ تَبْدِيْلًا ەۚ وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّتِ اللّٰهِ تَحْوِيْلًا
‘Maka sekali-kali tidak akan engkau dapatkan suatu perubahan dalam sunnah Allah, tidak pula engkau dapatkan suatu pergantian dalam sunnah Allah.’ [6]
Sekarang, jika sebelum Nabi Isa (as), ada seorang nabi yang naik ke langit atau turun dari sana, maka kita akan mempunyai contoh dari sebelumnya sehingga mukjizat seperti itu tidak akan bertentangan dengan ayat yang telah disebutkan di atas. Namun, sejak zaman Nabi Adam (as), tidak pernah ada nabi yang melakukan mukjizat seperti itu.
Kedua, meskipun Allah Ta’ala tidak terikat oleh hukum-hukum yang Dia ciptakan, melanggar hukum-Nya sendiri akan berarti bahwa hukum-Nya tidak sempurna, dan Dia harus menyimpang dari hukum-Nya demi memungkinkan bagi Nabi Isa (as) untuk menunjukkan mukjizat naik ke langit.
Namun, dilema terbesar dari semua ini bagi umat Islam adalah bagaimana mereka dapat menyelaraskan ‘mukjizat’ seperti itu dengan mukjizat yang ditunjukkan oleh Nabi Agung Nabi Muhammad (saw)? Para penentang Nabi Muhammad (saw) di Makkah juga pernah meminta mukjizat serupa, yakni agar Nabi Muhammad (saw) naik ke langit dan membawa turun sebuah kitab sebagai tanda. Tetapi Allah Ta’ala memerintahkan Nabi Muhammad (sa) untuk menjawab:
قُلْ سُبْحَانَ رَبِّيْ هَلْ كُنْتُ اِلَّا بَشَرًا رَّسُوْلًا
‘Katakanlah, “Maha Suci Tuhan-ku! Aku tidak lain hanyalah seorang manusia, yang diutus sebagai seorang rasul”’ [7]
Rasulullah (saw) dengan jelas menyatakan bahwa meskipun beliau adalah seorang nabi Allah, beliau tetaplah seorang manusia dan dengan demikian tuntutan semacam itu bertentangan dengan karakteristik manusia. Jadi, apakah Nabi Isa (as) akan menggantikan Rasulullah (saw) dalam hal ini?
Nabi Isa (as); Manusia Super atau Manusia Biasa?
Bahkan jika kita menganggap, untuk kepentingan sebuah dalil, bahwa Nabi Isa (as) akan segera turun, itu berarti beliau tetap hidup di langit dalam jasad fisiknya selama lebih dari 2.000 tahun. Mempercayai hal semacam ini sekali lagi menimbulkan dilema besar bagi saudara-saudara Muslim kita karena keyakinan tersebut jelas-jelas bertentangan dengan Al-Qur’an Suci. Sebagai contoh:
مَا الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُۗ وَاُمُّهٗ صِدِّيْقَةٌ ۗ كَانَا يَأْكُلَانِ الطَّعَامَ
‘Almasih ibnu Maryam tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu rasul-rasul sebelumnya, dan ibunya adalah seorang yang benar, keduanya dahulu biasa makan makanan…’ [8]
Al-Qur’an dengan jelas menyatakan bahwa Nabi Isa (as) dan ibunya biasa makan makanan. Fakta bahwa bentuk lampau telah digunakan dan terlebih lagi penyebutan ibundanya yang diberkati telah dikaitkan kepada beliau membuktikan bahwa ini adalah rujukan kepada peristiwa masa lalu. Ayat ini mengatakan bahwa ‘mereka dahulu biasa makan makanan’ namun sekarang tidak lagi. Dalam kasus Maryam (as), jelas bahwa ia tidak makan lagi karena telah wafat. Dan karena bentuk kata kerja ganda digunakan, artinya hal yang sama berlaku untuk kedua orang yang disebutkan.
Kata-kata Arab yang digunakan adalah: كَانَا يَأۡكُلَانِ yaitu bentuk lampau dan bentuk sekarang digunakan secara bersamaan. Konstruksi ini dalam Bahasa Arab digunakan ketika suatu tindakan tertentu tidak lagi dilakukan, yang dikenal sebagai ‘Istimrar’. Misalnya, jika seseorang biasa bermain sepak bola, tapi sekarang sudah tidak lagi, konstruksi yang sama akan digunakan.
کنتُ ألعب کرۃ القدم
‘Saya dulu bermain sepak bola.’
Dari sini pembaca memahami fakta yang jelas bahwa dia tidak lagi bermain sepak bola.
Akan tetepi, bagi mereka yang percaya bahwa Nabi Isa (as) masih hidup di langit berarti beliau tetap hidup tanpa makanan apapun. Namun hal ini secara langsung bertentangan dengan ayat Al-Quran yang sangat jelas. Saat secara khusus merujuk kepada para nabi, Al-Qur’an menyatakan:
وَمَا جَعَلۡنَٰهُمۡ جَسَدٗا لَّا يَأۡكُلُونَ ٱلطَّعَامَ وَمَا كَانُواْ خَٰلِدِينَ
‘Dan tidak Kami jadikan mereka jasad yang tidak makan makanan, dan mereka tidak hidup kekal.’ [9]
Maka, Nabi Isa (as) pun tidak terkecuali, beliau tidak akan mampu bertahan hidup selama 2.000 tahun tanpa bentuk makanan apa pun, Al-Qur’an menyatakan bahwa beliau ‘biasa makan makanan.’
Gagasan bahwa Nabi Isa (as) tetap tinggal di langit, hidup selama ribuan tahun menimbulkan dilema lain, yaitu ia secara ajaib menjadi kebal terhadap fenomena alami penuaan dan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh manusia, yang bahkan Rasulullah (saw) pun tidak kebal terhadapnya. Al-Qur’an dengan jelas menyatakan:
وَمَن نُّعَمِّرۡهُ نُنَكِّسۡهُ فِي ٱلۡخَلۡقِ ۚ أَفَلَا يَعۡقِلُونَ
‘Dan barangsiapa Kami panjangkan umurnya, tentu kami akan kembalikan dia kepada keadaan lemah.’ [10]
Dengan demikian, jika Nabi Isa (as) akan muncul dalam bentuk fisik yang sama seperti ketika diangkat ke langit, maka itu berarti bahwa beliau bebas dari perubahan bentuk fisik dan kemampuan manusiawinya, seolah-olah beliau kebal terhadap fenomena-fenomena yang sudah digariskan oleh Allah Ta’ala sendiri.
Singkatnya, dengan mempertimbangkan semua aspek di atas, kita tidak punya pilihan lain selain mengambil salah satu dari dua kesimpulan: Nabi Isa (as) akan muncul dengan cara yang bertentangan langsung dengan ayat-ayat Al-Qur’an (namun ia akan datang sebagai pengikut Islam dan Rasulullah Muhammad (saw). Atau beliau memiliki kemampuan super yang tidak dimiliki oleh manusia lain, termasuk Rasulullah Muhammad (saw).
Sumber: Review of Religions
Penerjemah: Nafilatun Nafiah
ENDNOTES
[1] https://sitn.hms.harvard.edu/flash/2013/space-human-body/
[2] https://www.space.com/30066-what-happens-to-unprotected-body-in-outer-space.html
[3] https://www.space.com/30066-what-happens-to-unprotected-body-in-outer-space.html
[4] https://sitn.hms.harvard.edu/flash/2013/space-human-body/
[5] Nur-ul-Qur’an, Bagian 2, Ruhani Khaza’in, Vol. 9, hal. 374
[6] The Holy Qur’an, 35:44
[7] The Holy Qur’an, 17:94
[8] The Holy Qur’an, 5:76
[9] The Holy Qur’an, 21:9
[10] The Holy Qur’an, 36:69