Teori Substitusi – Benarkah Nabi Isa Digantikan Orang Lain Saat Penyaliban?
Pengantar
Terdapat suatu masa ketika keadaan seputar penyaliban Nabi Isa as menjadi perdebatan besar antara kaum Ahmadi dan non-Ahmadi Muslim. Muslim Ahmadi meyakini bahwa Nabi Isa as adalah seorang nabi yang meninggal seperti halnya manusia lainnya, Sementara mayoritas besar umat Islam berpendapat bahwa Nabi Isa as diangkat ke langit oleh Allah, dan sebagai gantinya seorang yang mirip dengan Nabi Isa as disalib oleh kaum Yahudi.
Saat ini, hanya sedikit ulama non-Ahmadi yang tertarik untuk membahas kematian Nabi Isa as. Bagi kebanyakan dari mereka, hal ini sudah tidak menjadi isu lagi. Mereka lebih cenderung bersemangat untuk menyebarkan tafsiran mereka tentang Khatamun Nabiyyin. Hal ini seolah-olah telah menjadi “isu utama” yang sedang populer. Mayoritas umat Muslim tampaknya bersikap tak acuh atau kurang tertarik.
Perubahan sikap yang lebih menarik dari para ulama Islam adalah ditinggalkannya keyakinan bahwa Nabi Isa as masih hidup di langit. Baru-baru ini, saya memesan buku dari Masjid Juma di Toronto, masjid non-Ahmadi terbesar di Toronto. Salah satu buku yang berjudul “Myth of the Cross” karya Al Hajj Ajijola secara penuh mendukung pandangan Ahmadiyah bahwa Nabi Isa as meninggal secara alami. Demikian pula, para ulama Muslim terkenal seperti Ahmed Deedat mendukung pandangan Ahmadiyah mengenai Nabi Isa as. Lebih dari itu, beberapa tafsiran Al-Quran dari Mesir, salah satunya yang didukung oleh Al Azhar, kini menafsirkan ayat-ayat mengenai kematian nabi Isa as seperti yang ditafsirkan oleh kaum Ahmadi.
Berikut ini disajikan rangkaian artikel dalam empat bagian mengenai kematian Nabi Isa as, berdasarkan Al-Quran, Hadits, dan buku-buku sejarah.
Dr. Tahir Ijaz, M.D.
Bukti dalam Ayat Suci Alquran
Keyakinan yang dianggap sebagai pandangan ortodoks Muslim, bahwa seseorang yang mirip Nabi Isa as disalibkan menggantikan beliau, dan Nabi Isa as diangkat ke langit untuk turun kembali di masa mendatang, tidak memiliki dasar dalam Al-Quran. Asal-usul keyakinan populer ini berasal dari sumber-sumber Kristen, sebagaimana akan dijelaskan dalam artikel mendatang.
Al-Quran dengan jelas menyatakan bahwa Nabi Isa as telah wafat, dan tidak memberikan dukungan terhadap konsep bahwa Nabi Isa as secara fisik diangkat ke langit. Beberapa rujukan ayat akan dibahas:
Berkatalah ia, Ibnu Maryam, “Sesungguhnya aku seorang hamba Allah, Dia telah menganugerahkan kepadaku Kitab dan Dia telah menjadikanku seorang nabi; dan Dia telah menjadikanku diberkati di mana pun aku berada, dan telah memerintahkan kepadaku shalat dan zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikanku seorang zalim bernasib buruk; dan selamat-sejahtera atasku pada hari aku dilahirkan dan pada hari aku wafat, dan pada hari aku akan dibangkitkan hidup.” (QS Maryam, 19:31-34)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa Nabi Isa as pasti telah wafat dan tidak mungkin berada di langit dengan tubuh fisiknya:
- Jika beliau masih hidup, beliau harus memberikan sedekah di langit, namun siapa yang membutuhkan sedekah di sana?
- Jika beliau turun kembali ke bumi dalam keadaan hidup, beliau harus mengikuti aturan-aturan Yahudi tentang shalat dan zakat — dan tidak bisa menjadi pengikut syariat Islam.
- Apakah ibunda beliau ikut naik ke langit secara fisik? Jika tidak, bagaimana mungkin beliau tetap berbakti sebagai seorang anak kepada ibunya?
Dan, ketika Allah berfirman, “Hai Isa ibnu Maryam, adakah engkau berkata kepada manusia, “Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?” Ia menjawab, “Maha Suci Engkau. Tidak layak bagiku mengatakan apa yang bukan hakku; sekiranya aku telah mengatakannya tentu Engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada dalam diriku, dan aku tidak mengetahui apa yang ada dalam diri Engkau. Sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib. Tidak pernah aku mengatakan kepada mereka selain apa yang telah Engkau perintahkan kepada ku, yaitu, “Beribadahlah kepada Allah, Tuhan-ku dan Tuhan-mu.” Dan aku menjadi saksi atas mereka selama aku berada di antara mereka, akan tetapi, setelah Engkau mewafatkan aku maka Engkau-lah Yang menjadi Pengawas atas mereka dan Engkau adalah Saksi atas segala sesuatu. (QS Al-Maidah, 5:117-118)
Ayat tersebut membuktikan bahwa:
- Kerusakan doktrin Kristen terjadi setelah wafatnya Nabi Isa as. Jika Nabi Isa as masih hidup seperti yang diyakini oleh sebagian umat Islam, maka agama Kristen seharusnya masih murni.
- Nabi Isa as yang sama tidak akan muncul kembali untuk kedua kalinya di dunia ini, karena ia akan menyadari bahwa umat Kristen telah mengangkat ibunya sebagai bagian dari ketuhanan, sehingga ia tidak dapat mengaku tidak tahu di hadapan pengadilan Allah.
Al-Quran mengungkapkan tentang orang-orang atau makhluk-makhluk yang disembah sebagai Tuhan:
“Mereka itu mati, tidak hidup; dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.” (QS An-Nahl, 16:22)
Jika Nabi Isa as masih hidup seperti yang diyakini oleh sebagian umat Islam, apakah itu berarti beliau harus dianggap sebagai Tuhan?
Kenaikan Fisik
Gagasan bahwa Nabi Isa as diangkat ke langit menuju Tuhan adalah konsep yang tidak sesuai dengan Al-Quran. Sebelum membahas ayat-ayat khusus yang membantah keyakinan populer ini, perlu dicatat bahwa Surga adalah keadaan spiritual yang dialami jiwa kita setelah kematian. Surga bukanlah tempat fisik di luar stratosfer. Mendaki Gunung Everest, misalnya, tidak membuat kita lebih dekat kepada Allah!
Menurut Al-Quran, manusia pasti hidup dan mati di alam dunia:
Tuhan berfirman, ”Pergilah kamu sekalian dari sini; sebagian kamu adalah musuh bagi sebagian lain. Dan bagimu di bumi ini terdapat tempat kediaman dan bekal hidup sampai masa tertentu.” Dia berfirman, “Di situlah kamu sekalian akan hidup dan di situlah kamu akan mati, dan darinya kamu akan dikeluarkan.” (QS Al-A’raf, 7:25-26)
Apakah Kami tidak menjadikan bumi cukup menampung. Bagi yang hidup dan yang mati? (QS Al-Mursalat, 77:26-27)
Pada suatu kesempatan, musuh-musuh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menantang beliau bahwa mereka tidak akan percaya kepadanya kecuali beliau “naik ke langit” dan “menurunkan kepada kami sebuah Kitab.” (17:93) Nabi Muhammad SAW menjawab: “Mahasuci Tuhan-ku! Aku tidak lain hanyalah seorang manusia, yang diutus sebagai seorang rasul.” (QS Bani Israil, 17:94)
Dengan demikian, para nabi, seperti semua manusia, hidup dan mati di bumi. Jika Isa masih hidup hari ini, maka beliau seharusnya lebih dari seorang manusia.
Jika ada manusia yang dapat pergi ke surga dengan tubuh fisiknya, maka tentunya itu adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang terbaik dari semua nabi. Namun, ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa karena beliau adalah seorang manusia, hal itu tidaklah mungkin.
“Aku akan menyebabkan engkau wafat”
Salah satu ayat penting adalah sebagai berikut:
Ingatlah ketika Allah berfirman, “Hai Isa, sesungguhnya Aku akan mematikan engkau secara wajar dan akan meninggikan derajat engkau di sisi-Ku dan akan membersihkan engkau dari tuduhan orang-orang yang ingkar dan akan menjadikan orang-orang yang mengikut engkau di atas orang-orang yang ingkar hingga Hari Kiamat; kemudian kepada Aku-lah kamu kembali, lalu Aku akan menghakimi di antaramu tentang apa yang kamu perselisikan.” (QS Ali Imran, 3:56)
Ayat ini dengan jelas menunjukkan bahwa Nabi Isa as akan meninggal secara alami, dan baru kemudian diangkat kepada Allah. Ayat ini tidak mengatakan bahwa Nabi Isa as akan diangkat terlebih dahulu, lalu meninggal.
Salah satu kata penting yang digunakan dalam Al-Quran adalah mutawaffi, yang berasal dari kata tawaffa. Ketika Allah menjadi subjek dan manusia sebagai objek, tawaffa berarti mengambil nyawa, yakni mati.
Zamakhshari (467-538 H), seorang ahli bahasa Arab terkenal, mengatakan,
“Mutawaffika berarti, Aku akan melindungimu dari pembunuhan dan akan memberimu masa hidup yang telah ditentukan bagimu, dan akan menyebabkanmu mati secara alami tanpa dibunuh (Kashshaf).”
Para ulama dan penafsir seperti Hazrat Ibnu Abbas, Imam Malik, Imam Bukhari, Imam Ibnu Hazm, Imam Ibnu Qayyim, Qatadah, Wahhab, dan lainnya juga memiliki pandangan yang sama.
Perlu dicatat bahwa kata yang sama tawaffa, juga digunakan di tempat lain dalam Al-Quran untuk menunjukkan kematian. Sebagai contoh, pada 2:235: “Dan, mengenai orang-orang yang wafat (yatawaffauna) di antaramu dan meninggalkan istri-istri, istri-istri mereka itu harus menahan diri mereka empat bulan sepuluh hari.”
Kata penting lainnya adalah rafaa, yang berarti mengangkat, meninggikan, menaikkan, memuliakan. Ketika rafaa dari seorang manusia disebut sebagai menuju kepada Allah, maknanya selalu adalah peninggian dan pemuliaan rohani. Sebagai contoh, Al-Quran mengatakan tentang Nabi Idris: “Kami telah mengangkatnya kepada derajat yang sangat tinggi” (19:58).
Sebuah tafsir Al-Quran oleh Ibnu Khatib (Tafsir Mesir modern) menyimpulkan:
“Dan mereka yang menyatakan bahwa Isa telah wafat, menunjukkan kepada firman Allah Yang Maha Tinggi: setiap jiwa akan merasakan kematian, dan Isa (as) termasuk manusia yang ditakdirkan untuk mati. Sebagian orang berpendapat bahwa beliau telah wafat, dan dikuburkan di sebuah lokasi yang mereka sebutkan namanya, mungkin di India, dan Allah Ta’ala lebih mengetahui apa yang telah Dia firmankan dan lakukan.”
Penyaliban
Ayat yang merujuk pada penyaliban adalah:
Dan ucapan mereka, “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa Ibnu Maryam, Rasul Allah,” padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula mematikannya di atas salib, akan tetapi ia disamarkan kepada mereka seperti telah mati di atas salib. Dan, sesungguhnya orang-orang yang berselisih dalam hal ini niscaya ada dalam keraguan tentang ini; mereka tidak mumpunyai pengetahuan yang pasti tentang ini melainkan menuruti dugaan; dan mereka tidak membunuhnya dengan yakin. Bahkan Allah telah mengangkatnya kepada-Nya dan Allah itu Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (QS An-Nisa, 4:158-159)
Argumen kaum Yahudi adalah bahwa karena Nabi Isa as meninggal di kayu salib — yang dianggap kematian terkutuk menurut hukum Taurat — maka Nabi Isa as tidak bisa menjadi nabi yang benar. Al-Quran menolak pembunuhan Nabi Isa as dalam bentuk apa pun, termasuk dengan cara penyaliban. Tidak ada dalam ayat tersebut yang menunjukkan bahwa Nabi Isa as TIDAK dipakukan di kayu salib; ayat ini hanya menolak kematian dengan cara dipaku di kayu salib.
Kata-kata “Syubbiha lahum” artinya “dijadikan serupa baginya atau seperti dia,” atau “meragukan.” Pertanyaan yang muncul adalah, siapakah orang yang “seperti orang yang disalib”? Jelas bahwa itu adalah Nabi Isa as sendiri yang dicoba oleh orang-orang Yahudi untuk disalib atau dibunuh. Teori yang diciptakan oleh beberapa ahli tafsir Muslim bahwa orang lain dibuat terlihat seperti Nabi Isa as dan kemudian disalib menggantikannya, hal tersebut tidak masuk akal. Konteks ayat ini tidak dapat diputarbalikkan untuk memasukkan orang lain. Tidak ada orang lain yang disebutkan. Selain itu, keyakinan bahwa Allah membuat orang lain — orang yang tidak bersalah — menyerupai Nabi Isa as dan mati menggantikannya, akan membuat Allah terlihat sangat kejam.
Seperti yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam artikel ini, kepercayaan bahwa seseorang yang mirip Isa mati di kayu salib menggantikannya berasal dari Kristen dan masuk ke dalam kepercayaan Islam melalui perpindahan agama dari Kristen ke Islam.
Jadi, Al-Quran menjelaskan bahwa Nabi Isa as hanya terlihat disalib, dan sesungguhnya kaum Yahudi berada dalam keadaan ragu.
Bagian terakhir dari kutipan di atas merujuk pada rafaa, yaitu pemuliaan rohani. Rencana kaum Yahudi gagal untuk membuat Nabi Isa as tampak terkutuk dengan menjadikannya mati melalui penyaliban, dan sebaliknya, Nabi Isa as selamat dari penyaliban. Di sisi Allah, Nabi Isa as tidaklah terkutuk.
Sebagai ringkasan, menurut Al-Quran, manusia hidup dan mati di alam dunia. Para nabi adalah manusia. Para nabi, seperti semua manusia, tunduk pada rasa lapar, rasa sakit, kematian, dan lain sebagainya. Al-Quran menegaskan bahwa Nabi Isa as adalah seorang manusia seperti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Mengatakan bahwa Nabi Isa as masih hidup hingga saat ini, 2000 tahun setelah kelahirannya, berarti menjadikannya lebih dari seorang manusia. Hukum-hukum Allah tidak berubah. Bahkan, Al-Quran menyatakan: “Maka sekali-kali tidak akan engkau dapatkan sesuatu perubahan dalam sunnah Allah ; tidak pula sekali-kali engkau dapatkan sesuatu pergantian dalam sunnah Allah.” (QS Al-Fathir, 35:44)
Bukti dalam Hadits
Fakta bahwa Nabi Isa as telah wafat dengan jelas disebutkan dalam beberapa hadis Nabi Muhammad (saw). Hadits-hadits tersebut dijelaskan sebagai berikut:
لَوْ كَانَ مُوسَى وَعِيسَى حَيَّيْنِ لَمَا وَسِعَهُمَا إِلَّا اتَّبَاعِي
“Jika Isa dan Musa masih hidup, keduanya tentu akan mengikuti aku” (Tafsir Ibnu Katsir, jilid II, hal. 245 dan al-Yawaqit wal Jawahir, bagian 2, hal. 24).
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ لِفَاطِمَةَ: وَأَخْبَرَنِي جِبْرِيلُ أَنَّ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ عَاشَ عِشْرِينَ وَمِائَةِ سَنَةٍ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Fatimah: “Jibril telah mengabarkan kepada saya bahwa Nabi Isa (as) hidup 120 tahun lamanya. (Kanzul Ummal, bagian 6, hal. 120).
– Dalam Bukhari, diriwayatkan bahwa dalam peristiwa spiritual yang dikenal sebagai mi’raj, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melihat Nabi Yahya as dan Nabi Isa as di langit kedua. Jika Nabi Yahya as sudah wafat, maka Nabi Isa as juga sudah wafat, sebab yang sudah wafat tidak berada bersama yang hidup.
Dalam Bukhari juga tercatat bahwa setelah wafatnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, beberapa sahabat, di antaranya Hazrat Umar bin Khattab ra, sempat ragu apakah beliau benar-benar telah wafat. Namun, Hazrat Abu Bakar ra naik ke mimbar di masjid dan membacakan ayat Al-Quran: “Muhammad itu tidak lain adalah seorang Rasul. Sungguh, telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Maka jika ia wafat atau dibunuh, apakah kamu akan berbalik ke belakang?” (QS Ali Imran, 3:145). Setelah pidato singkat dan pembacaan ayat ini, para sahabat menyadari bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memang telah wafat. Tidak ada yang membantah bahwa Nabi Isa as atau nabi lainnya belum wafat. Semua menerima dan mengakui kematian semua nabi sebelumnya. Ini adalah Ijma’ (konsensus) pertama dari umat Islam.
– Keluarga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga sepakat tentang wafatnya Nabi Isa as. Imam Hasan ra, yang mengisahkan peristiwa wafatnya Hazrat Ali ra, menyatakan, “Ali wafat pada malam ke-27 bulan Ramadhan, malam yang sama ketika roh Isa diangkat ke langit.” (Tabaqat Ibn Sa’ad, jilid III, hal. 26).
Kata-kata dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarganya, dan para sahabatnya semua menunjukkan bahwa Nabi Isa as telah wafat sebagaimana manusia lainnya.
Keterkaitan dengan Pandangan Kristen
Kematian Nabi Isa as dalam Kristologi Islam adalah topik yang kompleks dan kontroversial. Dalam beberapa kalangan Islam, penyaliban Nabi Isa as sepenuhnya disangkal. Menurut beberapa ulama, Allah secara mukjizat mengubah salah seorang murid Nabi Isa as menjadi sosok yang menyerupai Nabi Isa as, dan kaum Yahudi pun menyalib murid tersebut, mengira ia adalah Nabi Isa as. Konsep ini dikenal sebagai “teori substitusi.” Nabi Isa as, yang diselamatkan dari penderitaan dan kematian, kemudian diangkat ke langit menuju Allah.
Seperti disebutkan dalam artikel sebelumnya, teori substitusi dan kenaikan fisik Nabi Isa as tidak didukung oleh Al-Quran dan Hadits. Justru, Al-Quran dan Hadis dengan jelas menunjukkan bahwa Nabi Isa as wafat secara alami. Namun, teori substitusi telah menonjol dalam literatur tafsir Islam.
Tujuan dari bagian akhir ini adalah untuk menjelaskan bagaimana teori substitusi diperkenalkan ke dalam Islam. Saya akan menunjukkan bahwa kepercayaan bahwa Nabi Isa as tidak disalib, melainkan digantikan oleh seseorang yang mirip dengannya, diperkenalkan ke dalam Islam dari ajaran beberapa sekte Gnostik Kristen. Ajaran-ajaran ini masuk ke dalam Islam melalui proses masuk Islam dari golongan “Ahli Kitab.”
1. Beragam Versi Kisah Substitusi dalam Literatur Islam
Keyakinan bahwa seseorang menggantikan Nabi Isa as di kayu salib telah disebutkan oleh berbagai penafsir Al-Quran selama beberapa abad terakhir. Sebagian besar hadits yang menceritakan kisah Nabi Isa as didasarkan pada riwayat para muallaf Yahudi atau Kristen yang tidak disebutkan namanya (referensi: “Towards an Islamic Christology: The Death of Jesus, Reality or Delusion” dalam The Muslim World vol 70, No. 2, halaman 96).
Tafsir Thabari (wafat tahun 923 M) meriwayatkan dari Wahb (seorang mualaf Yahudi) bahwa ketika orang Yahudi mencari Nabi Isa as untuk menyalibnya, Allah menciptakan rupa (menyerupakan) Nabi Isa as pada tujuh belas muridnya. Orang Yahudi mengancam akan membunuh mereka semua, tetapi hanya mengambil satu di antara mereka dan membunuhnya, dengan keyakinan bahwa dia adalah Nabi Isa as.
Pada tahap perkembangan berikutnya dari teori substitusi, salah satu murid Nabi Isa as secara sukarela bersedia mati di kayu salib untuk menyelamatkan gurunya. Kisah semacam itu mungkin muncul untuk menghindari masalah besar terkait dengan gagasan substitusi: Mengapa Allah memaksa orang tak bersalah untuk menderita dan mati demi menyelamatkan yang lain?
Thabari meriwayatkan dari Qatada: “Telah diceritakan kepada kami bahwa Isa, putra Maryam, Nabi Allah, berkata kepada sahabat-sahabatnya, ‘Siapa di antara kalian yang rela dibuat menyerupai diriku, dan mati?’ Salah satu dari mereka menjawab, ‘Saya rela, Wahai Nabi Allah.’ Maka orang tersebut dibunuh dan Allah melindungi Nabi-Nya dan mengangkatnya ke sisi-Nya.”
Kisah serupa disebutkan dalam tradisi Ibn Ishaq yang sumbernya adalah mualaf Kristen yang tidak disebutkan namanya. Dalam kisah ini, orang yang rela menjadi penyerupaan Nabi Isa as bukanlah salah satu dari dua belas murid, melainkan seorang pria bernama Sergus.
Dalam versi lain, mukjizat mengubah seseorang menjadi serupa dengan Nabi Isa as dianggap sebagai hukuman dari Allah atas penganiayaan dan pengkhianatan orang tersebut terhadap Nabi Isa as. Misalnya, dikatakan bahwa musuh-musuh Nabi Isa as mengirim seorang pria bernama Tityanus untuk membunuhnya. Namun, Allah menggagalkan rencana tersebut dengan mengangkat Nabi Isa as kepada-Nya dan secara mukjizat menyebabkan Tityanus menjadi serupa dengan Nabi Isa as. Tityanus kemudian dihukum mati di kayu salib oleh orang Yahudi. Namun, Allah hanya membuat wajah orang tersebut menyerupai Nabi Isa as, bukan tubuhnya. Dengan demikian, orang-orang bingung mengenai identitas orang yang dibunuh itu. Hal ini ditambahkan untuk menjelaskan ayat Al-Quran 4:158 yang menyatakan bahwa mereka yang berbeda pendapat tentangnya hanya mengikuti dugaan mereka (referensi, The Muslim World, edisi yang sama seperti dikutip di atas).
2. Asal-usul Teori Substitusi dalam Pemikiran Islam
Penggantian Nabi Isa as di kayu salib dengan orang lain tidak memiliki dasar dalam Al-Quran atau Hadits, sebagaimana disebutkan sebelumnya. Konsep ini kemungkinan besar berasal dari pengaruh Kristen Gnostik terhadap Islam. Beberapa sekte Kristen Gnostik diketahui berkembang dari abad ketiga hingga kesembilan Masehi dan dianggap sesat oleh Katolik Romawi. Sekte-sekte ini akhirnya menghilang, baik karena penganiayaan maupun konversi pengikut mereka ke agama yang paling cepat berkembang saat itu, yaitu Islam. Sebagian besar penganiayaan dilakukan oleh Katolik Romawi. Pada tahun 1940-an, dokumen dan tulisan dari sekte-sekte ini ditemukan di Mesir, yang kemudian dikenal sebagai Kitab Nag Hammadi. Dokumen-dokumen ini bernilai dalam memahami teologi Kristen Gnostik.
Tujuan saya di sini bukan untuk menjelaskan detail tentang Gnostisisme, tetapi hanya filosofi doketisme yang akan dibahas. Doketisme adalah ciri menonjol dari Gnostisisme, yang meyakini bahwa materi dan roh bersifat antagonis; materi dianggap jahat, sedangkan roh dianggap baik dan suci.
Doketisme menyatakan bahwa Kristus hanya “tampak” memiliki tubuh manusia yang nyata, dan bahwa Kristus hanya “tampak” menderita dan mati di kayu salib: itu hanyalah ilusi atau seseorang digantikan untuknya.
Kecenderungan untuk menyangkal atau setidaknya mengurangi realitas kemanusiaan dan penderitaan Nabi Isa as adalah inti dari pandangan doketisme. Dipercaya bahwa doketisme berakar pada kesulitan untuk memahami konsep Inkarnasi Tuhan dalam pribadi Kristus – sulit untuk mengaitkan Putra Tuhan (roh) yang berinkarnasi dengan manusia (materi) yang tunduk pada penderitaan dan kematian (referensi: “Gnosis” oleh Geddes MacGregor).
Sebuah referensi dari Kitab Nag Hammadi menunjukkan pandangan doketis tentang Nabi Isa as. Buku “Apocalypse of Peter” menceritakan sebuah penglihatan dari murid Petrus. Dia melihat Isa as tampak dipaku di kayu salib dan Isa as lainnya melayang di atas kayu salib. Nabi Isa as menjelaskan kepada Petrus: “Dia yang engkau lihat di atas pohon (salib), bergembira dan tertawa, adalah Isa yang hidup. Tetapi orang yang tangan dan kakinya dipaku adalah bagian tubuhnya yang berdaging, yang merupakan pengganti…seseorang yang dibuat mirip dengannya.” (Referensi: “The Laughing Savior“, oleh John Dart, Halaman 107).
Kesimpulannya, kematian Nabi Isa as dalam pemikiran Islam selalu menjadi kontroversi dan perdebatan. Jelas bahwa keyakinan akan kenaikan Nabi Isa as dan kematian sosok yang mirip dengan Nabi Isa as tidak ada dalam ajaran asli Islam. Adanya spekulasi semacam itu dalam tafsir Al-Quran tampaknya diakibatkan oleh pengaruh beberapa filosofi Kristen Gnostik seperti doketisme.
Sumber: Alislam.org – Death of Hazrat Jesus (as)
Penerjemah: Mashud Akhmad