Hazrat Mirza Masroor Ahmad
Jalsah Salanah Jerman, 8 September 2018
Apakah Islam mengizinkan ekstremisme? Apakah Islam memberikan hukuman berat bagi mereka yang menyebarkan kekacauan dan kebencian? Apakah Islam mengizinkan umat muslim untuk melanggar hukum negara atas nama agama mereka? Apa yang diharapkan Islam terhadap umat Islam dalam hal perilaku mereka di masyarakat? Apakah Islam mengajarkan umat Islam untuk membebani Negara? Atau apakah Islam telah mengajarkan mereka untuk bekerja keras, setia dan berkontribusi secara positif kepada masyarakat di mana mereka tinggal?
“Para tamu yang terhormat, Assalamualaikum warohmatullahi wa barokaatuhu.”
Baru-baru ini di Jerman, dan di beberapa negara Barat lainnya, kelompok kanan telah mengemuka dan para pendukungnya terus meningkat. Akar penyebab dari kecenderungan ini adalah karena warga pribumi di negara-negara ini semakin kesal dan kecewa. Mereka merasa diabaikan dan seolah-olah hak mereka tidak dilindungi oleh pemimpin dan pemerintah mereka.
Tidak diragukan lagi, faktor utama yang memicu kecemasan mereka adalah masuknya imigran ke banyak negara Barat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini tentu saja terjadi juga di Jerman, yang telah menampung lebih banyak pengungsi dibanding negara Eropa lainnya dalam beberapa kali kesempatan. Dampaknya, banyak penduduk setempat mengkhawatirkan lingkungan masyarakat mereka terjadi perubahan di luar pemahaman mereka, dan mereka takut sumber daya negara mereka digunakan secara tidak proporsional demi para imigran.
Selain mengemukanya istilah ‘imigran’, masalah nyata bagi sebagian besar orang adalah ‘Islam’ dan faktanya sebagian besar imigran ke Eropa adalah Muslim yang mengungsi dari negara-negara yang dilanda perang di Timur Tengah. Dengan demikian, ketika kelompok kanan dan pendukung mereka meningkatkan seruan protes terhadap para pengungsi, target mereka yang sebenarnya adalah Islam dan tujuan mereka adalah menghentikan umat Islam memasuki negara mereka. Mereka memandang Islam sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Barat, dan terus menyebarkan anggapan bahwa umat Islam tidak dapat berintegrasi dengan baik di Barat dan dapat menjadi ancaman bagi warga lainnya.
Lebih lanjut, banyak non-Muslim yang percaya bahwa Islam adalah agama ekstremisme dan membayangkan bahwa orang-orang Islam yang mengungsi akan menjadi ekstrimis atau fanatik agama, akan menyebarkan racun dalam masyarakat, memicu perpecahan dan mengganggu kedamaian dan kesejahteraan bangsa mereka. Tentu saja, rasa ketakutan ini telah menyebar ke beberapa daerah di negara ini, terutama di Jerman bagian Timur. Dan telah muncul gerakan dan kampanye melarang pembangunan masjid.
Kami, Jamaah Muslim Ahmadiyah, tidak luput dari penentangan semacam itu. Beberapa kelompok di Jerman aktif berkampanye menentang kami dan berusaha menghentikan pembangunan masjid baru kami. Mereka telah berkampanye menentang kami, meskipun semboyan kami adalah ‘Cinta untuk Semua Tidak Ada Kebencian Bagi Siapapun’. Padahal selama hampir 130 tahun, kami berada di garis terdepan dalam upaya mempromosikan perdamaian, persaudaraan, cinta dan kasih sayang di seluruh dunia.
Sejarah kami mencatat bahwa di mana pun kami membangun mesjid, rasa ketakutan orang-orang setempat segera hilang. Mereka yang awalnya memandang kami dengan kecurigaan dengan cepat menjadi teman setia dan mendukung kami dengan tulus. Di seluruh dunia, tetangga kami dengan senang hati memberikan kesaksian bahwa Muslim Ahmadi adalah orang-orang yang mempromosikan perdamaian di masyarakat dan yang menyebarkan pesan cinta, kasih sayang, dan simpati kepada manusia. Namun, karena keadaan dunia Islam yang memprihatinkan, Jamaah Muslim Ahmadiyah juga merasakan dampaknya.
Tuduhan lain yang diajukan oleh mereka yang menentang banyaknya imigrasi adalah para pengungsi rentan melakukan pelecehan seksual atau penganiayaan terhadap wanita. Sayangnya, laporan terbaru menunjukkan bahwa tingkat perkosaan atau percobaan pemerkosaan yang tinggi, di satu negara Barat, dilakukan oleh para imigran. Tuhan yang lebih tahu apakah angka-angka itu akurat, tetapi ketika laporan-laporan itu dipublikasikan hal tersebut mempengaruhi negara-negara lain dan kekhawatiran serta ketakutan masyarakat lokal semakin meningkat.
Hal lain yang difokuskan oleh partai-partai dan para politisi adalah beban pajak yang diperlukan untuk pemukiman para pengungsi. Selain biaya hidup sehari-hari mereka, biaya infrastruktur untuk para imigran yang berskala banyak sangatlah besar sehingga beban keuangan negara semakin membengkak dan pada akhirnya para pembayar pajak yang mendanai ini. Orang-orang yang telah menjalani hidup mereka dan membayar pajak di suatu negara memang patut bertanya apakah adil jika kontribusi mereka kepada negara dihabiskan untuk pemukiman para imigran asing, sebagai kebalikan dari pendanaan proyek yang bermanfaat bagi warga negara setempat.
Saya tidak membantah bahwa ini merupakan masalah yang nyata yang memprihatinkan, yang jika tidak ditangani dengan bijaksana maka ketegangan dalam masyarakat akan terus meningkat. Selain itu, di mana pun terdapat pengungsian dalam skala besar, hal itu pasti mengarah pada masalah keamanan. Dan memang terbukti bahwa di antara para pengungsi asli tersembunyi para imigran yang berpotensi menimbulkan bahaya besar. Sebagai contoh, beberapa hari yang lalu, telah diwawancari seorang pengungsi wanita yang tinggal di Jerman, yang di masa lalu telah diculik dan dipelihara sebagai budak di Irak.
Dia menceritakan bagaimana dia terkejut dan takut ketika mengetahui bahwa penculiknya, yang merupakan anggota kelompok teroris, saat ini juga hidup bebas di Jerman, yang datang dengan dalih persekusi. Ini adalah sesuatu yang telah saya peringatkan sebelumnya bahwa setiap perkara harus dianalisis secara hati-hati untuk memastikan bahwa ekstremis atau penjahat yang menyamar sebagai pengungsi tidak diizinkan masuk. Bagaimanapun, permasalahan ini menunjukkan bahwa ketakutan terhadap para imigran dari negara-negara Muslim sampai batas tertentu dibenarkan.
Namun, di sisi lain, perlu bagi orang yang berpikiran jernih, cerdas dan bijaksana untuk melihat banyak sisi, bukan didasari anggapan pribadi terhadap Muslim dan Islam berdasarkan kabar angin saja. Hanya karena seseorang mencap Islam sebagai agama ekstremisme atau mengklaim semua Muslim adalah teroris bukan berarti hal itu benar, sebaliknya, penting untuk menilik fakta secara rasional dan obyektif sebelum mencapai suatu kesimpulan. Oleh karena itu, sebelum mencapai kesimpulan pasti tentang apakah ajaran Islam bersifat ekstremis, Anda harus menyelidiki dan melihat kebenarannya. Selidiki, apakah tindakan jahat dari beberapa orang yang disebut Muslim dimotivasi oleh ajaran Islam?
Benarkah Islam Mengajarkan Kekerasan
Pertimbangkan, apakah Islam benar-benar mengizinkan ekstremisme? Atau apakah Islam memberikan hukuman berat bagi mereka yang menyebarkan kekacauan dan kebencian? Apakah Islam mengizinkan umat muslim untuk melanggar hukum negara atas nama agama mereka? Apa yang diharapkan Islam terhadap umat muslim dalam hal perilaku mereka di masyarakat? Apakah Islam mengajarkan umat muslim untuk membebani Negara? Atau apakah Islam telah mengajarkan mereka untuk bekerja keras, setia dan berkontribusi secara positif kepada masyarakat di mana mereka tinggal?
Jika terbukti bahwa Muslim yang melakukan kesalahan itu termotivasi karena keyakinan agama mereka, maka dapat dikatakan bahwa kekhawatiran para kelompok kanan itu dapat dibenarkan. Namun, bagaimana jika tindakan mereka tidak ada hubungannya dengan Islam? Bagaimana jika kelompok anti-Islam menyebarkan kebencian yang hanya didasarkan pada khayalan daripada fakta? Dalam waktu singkat ini, saya akan sampaikan beberapa poin yang saya harap dapat membantu menjawab beberapa pertanyaan ini sehingga Anda memahami esensi sejati ajaran Islam.
Pertama, prinsip dasar Islam adalah, sebagaimana seorang Muslim menginginkan hidup damai, ia juga harus berusaha untuk memberikan perdamaian dan keamanan kepada orang lain. Orang-orang sering berbicara tentang perang yang terjadi di masa permulaan Islam dan menganggap bahwa ternyata Islam itu adalah agama yang haus darah yang mengizinkan mempergunakan kekerasan dan paksaan. Tetapi pada kenyataannya umat Islam di masa awal telah mengalami tiga belas tahun penganiayaan keji secara terus menerus tanpa sedikitpun membalas.
Barulah setelah periode panjang itu Allah mengizinkan mereka untuk membela diri dan izin ini disebutkan Al-Quran Surah 22: 40-41. Dalam ayat-ayat ini, Allah taala berfirman bahwa mereka yang telah dianiaya dan diusir dari rumah mereka diizinkan untuk membela diri dari kekejaman dan penindasan yang terus terjadi. Lebih lanjut, Al-Qur’an menyatakan bahwa jika saja umat Islam tidak membela agama mereka maka gereja, kuil, sinagog, masjid dan semua tempat ibadah lainnya akan berada dalam bahaya besar. Jadi, izin ini diberikan untuk melindungi hak semua orang untuk menjalani hidup mereka dengan bebas, sesuai dengan keyakinan mereka.
Di dalam Al-Quran Surah 10: 100, ketika membicarakan tentang Nabi Muhammad, Allah taala berfirman bahwa jika Dia menginginkan, Dia dapat memaksakan kehendak-Nya dan membuat semua orang menerima Islam. Tetapi sebaliknya, Allah taala memilih memberikan kebebasan berkendak. Demikian juga, dalam Al-Quran Surah 18: 30, Allah Taala berfirman bahwa umat Islam harus terbuka mendakwahkan pesan Islam dan menyatakan bahwa Islam adalah agama yang benar, namun pada saat yang sama Al Qur’an juga menyatakan bahwa setiap orang bebas untuk beriman atau menolaknya.
Ayat tersebut berbunyi:
“..maka barangsiapa menghendaki, maka berimanlah, dan barangsiapa menghendaki, maka ingkarlah.”
Dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala juga menjelaskan tentang orang-orang non-Muslim yang mengakui bahwa Islam adalah agama yang damai dan penuh kebajikan, namun mereka menolak untuk menerimanya karena mereka takut jika mereka menerima jalan damai dan kasih sayang itu, hal itu akan membahayakan kepentingan duniawi mereka.
Al-Quran 28: 58 berbunyi:
“Dan mereka berkata, “Jika sekiranya kami mengikuti petunjuk bersama engkau, tentulah kami akan diusir dari negeri kami.”
Ini adalah gambaran Islam yang sebenarnya. Islam mengharuskan setiap Muslim untuk hidup damai dan berkontribusi pada lingkungan mereka. Tidak diragukan lagi, orang-orang Islam yang menyerukan bahwa Jihad itu adalah dengan menyerang non-Muslim atau memaksa mereka untuk masuk Islam, maka hal itu sangat keliru. Keyakinan dan sikap semacam itu tidak ada kaitannya dengan ajaran Islam.
Islam dan Perlakuan terhadap Wanita
Tuduhan lain yang ditujukan pada Islam, seperti saya sebutkan sebelumnya, berhubungan dengan perlakuan terhadap wanita. Sebagian non-Muslim khawatir jika Muslim mengungsi ke Barat maka mereka akan merampas perempuan-perempuan setempat dan menyiksa mereka. Memang, beberapa pengungsi telah dinyatakan bersalah atas kejahatan semacam itu dan perilaku memalukan mereka telah menyebabkan ketakutan dan kecemasan. Atas dasar ini, izinkan saya menjelaskan dengan gamblang bahwa setiap Muslim yang melanggar kehormatan wanita atau melecehkannya dengan cara apa pun benar-benar bertentangan dengan ajaran Islam. Islam menganggap perilaku seperti itu sebagai kejahatan dan telah menetapkan hukuman yang sangat keras bagi mereka yang bersalah atas kejahatan tak bermoral dan tercela seperti itu.
Sebagai contoh, Islam menetapkan jika seorang Muslim terbukti bersalah atas kejahatan semacam itu, maka ia harus dicambuk secara terbuka di tempat umum. Dengan demikian, jika Anda benar-benar ingin menumpas perilaku seperti itu, maka pria Muslim yang bersalah atas kejahatan yang menjijikkan tersebut harus dihukum sesuai dengan hukum Islam. Meskipun, saya yakin pemerintah-pemerintah Barat tidak akan setuju atas ide ini dan para aktivis HAM pasti akan keberatan.
Peran seorang Muslim bagi Masyarakat
Seperti saya katakan sebelumnya, perhatian utama masyarakat setempat lainnya adalah bahwa penempatan pengungsi akan memakan uang Negara yang besar. Dalam hal ini, tidak ada imigran yang memasuki negara lain dengan merasa mendapatkan haknya saja; sebaliknya, mereka harus merenungkan apa yang dapat mereka tawarkan kepada masyarakat setempat. Saya telah mengatakan berkali-kali sebelumnya bahwa imigran harus menganggap diri mereka berhutang budi kepada bangsa yang telah menerima mereka. Mereka berterima kasih kepada pemerintah dan masyarakat dan cara untuk membalas kebaikan ini adalah mereka jangan membuang waktu hanya mencari bantuan dan tunjangan dari negara; sebaliknya, mereka harus berusaha berkontribusi kepada masyarakat sesegera mungkin. Mereka harus bekerja keras dan berusaha untuk mendapatkan pekerjaan, bahkan jika satu-satunya pekerjaan yang bisa mereka dapatkan adalah pekerjaan buruh kasar. Hal itu akan menjadikan mereka dapat mempertahankan kehormatan dan martabat pribadi mereka, hal itu juga menjadi sarana untuk mengurangi beban negara dan menghilangkan kecemasan masyarakat setempat.
Tentu saja, setiap Muslim harus ingat bahwa Rasulullah saw telah bersabda bahwa tangan yang memberi jauh baik besar daripada yang meminta. Dalam banyak kesempatan, orang-orang harus berusaha membantu para tetangganya, dan sungkan untuk untuk menerima pemberian bahkan lebih suka mencari nafkah untuk diri mereka sendiri. Seperti yang saya katakan, bahkan andai para pengungsi dipaksa untuk melakukan pekerjaan kasar, yang mereka anggap diri mereka tidak layak melakukannya, maka itu lebih baik daripada hanya diam dan mengharapkan negara memenuhi semua kebutuhan mereka. Jika tidak, para imigran yang gagal berkontribusi untuk masyarakat akan menjadi sarana meningkatnya kegelisahan di antara masyarakat yang lebih luas. Selain itu, jika pemerintah memang memberikan beberapa kebaikan atau bantuan keuangan kepada imigran, mereka harus memastikan bahwa mereka jangan mengabaikan kebutuhan masyarakat setempat. Di beberapa negara, imigran menerima bantuan yang lebih baik daripada warga yang membayar pajak dan ini menyebabkan gejolak alami di tengah masyarakat.
Rasa kekecewaan seperti itu tidak bisa hilang dengan sendirinya, karena di mana ada rasa frustasi selalu ada reaksi. Oleh karena itu, setiap negara harus menerapkan kebijakan yang bijaksana dan adil yang tetap memperhatikan hak dan kebutuhan warta negara dan imigran; serta masyarakat lokal harus diberikan perlakuan dan bantuan yang lebih baik.
Beberapa hari yang lalu, dilaporkan bahwa Pemerintah Jerman sedang mempertimbangkan kebijakan baru di mana pencari suaka akan diminta untuk melakukan pelayanan masyarakat selama setahun setelah menetap di Jerman. Beberapa kritikus sudah mengklaim bahwa ini hanyalah bentuk ‘tenaga kerja murah’ dan tidak akan membantu proses integrasi. Namun, dalam pandangan saya, siapa pun yang melayani masyarakat setempat maka mereka sedang melakukan integrasi melalui pelayanan itu. Tentu saja istilah ‘layanan masyarakat’ adalah positif karena menanamkan keyakinan bahwa itu adalah kewajiban setiap orang untuk melayani masyarakat mereka dan untuk membantu anggota masyarakat. Dengan demikian, Pemerintah Jerman layak mendapat pujian, bukan kritik atas kebijakan ini.
Namun demikian, tanggung jawab pemerintah tidak terbatas pada mengatur pelayanan masyarakat; tetapi mereka juga harus membimbing para imigran dengan suatu cara yang dapat membuat mereka dapat berkontribusi secepat mungkin kepada masyarakat. Jika para imigran tidak memiliki keterampilan untuk memasuki pasar kerja mereka harus diberikan beberapa bentuk pelatihan atau magang sehingga mereka dapat segera mengembangkan keterampilan tersebut. Setiap biaya yang dikeluarkan dalam pelatihan tersebut akan menjadi investasi berharga bagi masa depan bangsa.
Muslim Penjaga Keamanan
Dalam hal keamanan, jika ada keraguan atau kecurigaan tentang tabiat atau latar belakang imigran tertentu, pihak berwenang harus waspada dan mengawasi mereka sampai mereka yakin bahwa mereka tidak menimbulkan risiko bagi masyarakat. Beberapa orang mungkin menganggap ini sebagai kebijakan yang mengganggu, namun melindungi masyarakat dari bahaya dan menjaga perdamaian dan keamanan negara adalah tujuan terpenting bagi pemerintah mana pun. Tentu saja, jika ada imigran yang datang dengan tujuan menyebarkan kejahatan atau menciptakan kekacauan, mereka secara langsung telah melanggar ajaran Islam. Di dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 192 menyatakan bahwa pembunuhan adalah kejahatan yang sangat keji, tetapi menyebarkan kekacauan dan memprovokasi dengan kebencian adalah kejahatan yang lebih besar.
Tentu saja, bukan berarti membunuh seseorang itu adalah kejahatan kecil atau sepele, tetapi hal itu menunjukkan bahwa akibat dari merebaknya api kekacauan dalam masyarakat menjadi lebih tinggi. Pada akhirnya, provokasi dan hasutan dapat menyebabkan kerusakan besar pada masyarakat dan mengarah pada konflik dan peperangan, sehingga banyak orang yang tidak bersalah menjadi sasaran atau ditindas.
Nabi Muhammad saw juga bersabda bahwa seorang Muslim sejati adalah mereka yang semua orang selamat dari lidah dan tangannya.
Jadi bagaimana bisa dikatakan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan atau radikalisme?
Bagaimana Islam dapat dikatakan menyebarkan kekacauan di masyarakat?
Bagaimana Islam dapat dinyatakan melanggar kehormatan perempuan?
Bagaimana bisa dikatakan bahwa Islam mengizinkan para pengikutnya untuk merebut harta atau kekayaan orang lain?
Islam dan Integrasi Sosial
Siapa pun yang bersalah atas kejahatan semacam itu, apakah mereka mengatasnamakan Islam atau tidak, hal itu sangat bertentangan dari ajaran Islam dan ia akan bertanggung jawab atas kekejaman mereka. Dalam segala hal, Islam menuntut umatnya untuk menampilkan standar integritas dan kebajikan yang tinggi. Sebagai contoh, dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 189 Allah taala telah memperingatkan umat Islam bahwa mereka tidak boleh memperoleh kekayaan atau harta benda melalui penipuan; sebaliknya, umat Islam diajarkan untuk jujur, amanah dan menegakkan kebenaran dalam segala hal.
Demikian pula dalam Al-Quran Surah 83: 2-4 umat Islam diajarkan tentang pentingnya menerapkan kejujuran dalam urusan bisnis dan perdagangan. Allah taala berfirman:
“Celakalah bagi orang-orang yang mengurangi timbangan; Orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka meminta dengan penuh. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi.”
Ayat-ayat ini menyatakan bahwa mereka yang eksploitatif dalam hal transaksi bisnis, mencari keuntungan dengan cara yang curang untuk diri mereka sendiri dengan mengorbankan orang lain, maka mereka akan celaka dan pada akhirnya akan terhina. Sejatinya Islam melindungi masyarakat dari segala bentuk kekejaman dan ketidakadilan serta melindungi kehidupan dan harta benda setiap orang. Oleh karena itu, sangat disayangkan dan sungguh menyedihkan orang-orang terus membuat tuduhan palsu terhadap akhlak Rasulullah saw, padahal beliau adalah sosok yang membawa revolusi rohani dan akhlak yang luar biasa di masyarakat. Sesungguhnya tidak pernah dalam sejarah umat manusia memiliki contoh-contoh integritas akhlak seperti yang telah ditunjukkan oleh umat Islam awalin. Kalaupun para sahabat berselisih, itu bukan untuk mengambil keuntungan dari satu sama lain; melainkan untuk memastikan bahwa hak-hak orang lain terpenuhi.
Misalnya, suatu ketika seorang sahabat Rasulullah saw datang ke pasar untuk menjual kudanya seharga 200 dinar. Ketika seorang sahabat Nabi yang lain maju untuk membeli kuda itu, dia memberitahukannya bahwa 200 dinar terlalu rendah dan harga yang pantas seharusnya adalah 500 dinar. Dia mengatakan bahwa dia tidak ingin beramal tetapi hendak melakukan pembelian yang sah dan adil sehingga dia akan membayar 500 dinar. Atas hal ini, penjual Muslim mengatakan bahwa dia juga tidak ingin beramal dan tetap melakukan penjualan yang adil, dan hanya menginginkan 200 dinar. Jadi, alasan mereka adalah demi melindungi hak-hak orang lain, alih-alih mementingkan kepentingan mereka sendiri.
Bayangkan, jika semua anggota masyarakat dapat hidup dengan menjunjung nilai-nilai seperti itu, betapa hebatnya masyarakat seperti itu! Masyarakat yang setiap warganya mengutamakan kejujuran dan berjuang demi kebaikan bersama. Dengan kata lain, masyarakat Islam.
Jika ada yang ingin tahu apa yang diberikan oleh Islam, mereka harus melihat pada contoh-contoh mulia seperti itu, bukan dengan menabur perpecahan dan intoleransi palsu dengan mengatasnamakan Islam. Tentu saja, saat ini hal tersebut menjadi kebutuhan kita bersama, Muslim atau non-Muslim, berhentilah sejenak dan kita renungkan dampak dari tindakan kita. Dengan bangga, kita mengatakan bahwa dunia dunia telah berkembang menjadi desa global yang saling terhubung dan kita kagum atas kecepatan komunikasi dan perjalanan.
Tanggung Jawab Bersama
Namun, di samping kemajuan tersebut, kita harus menyadari bahwa tanggung jawab kita kepada dunia juga semakin meningkat. Dalam hal krisis pengungsi, di mana pun terdapat orang-orang yang mengalami kekejaman dan kebrutalan di negara asal mereka, terserah kepada komunitas internasional untuk membantu mereka. Hal yang utamanya yang perlu dilakukan adalah merekonsiliasi para penduduk negara-negara tersebut dan mengakhiri perang serta mewujudkan perdamaian yang berkelanjutan; Namun, jika hal itu belum memungkinkan, maka kewajiban moral kita adalah membuka hati kita untuk mereka yang sangat menderita.
Masyarakat seharusnya tidak menolak pengungsi yang benar-benar menderita yang bukan karena kesalahan mereka sendiri. Masyarakat seharusnya tidak menyingkirkan orang-orang yang tidak bersalah yang semata-mata menginginkan kesempatan hidup damai dan yang berkeinginan menjadi warga negara yang baik serta mengikuti hukum negara di mana mereka tinggal. Sebaliknya, kita harus berada di sana untuk memberikan bantuan kepada mereka yang hidupnya telah hancur, yang telah disiksa dan benar-benar tak berdaya.
Mari kita buktikan kemanusiaan kita.
Mari kita tunjukkan kasih sayang kita.
Mari kita bersama-sama memikul beban mereka yang sangat membutuhkan.
Di sisi lain, para imigran juga memiliki tanggung jawab besar di negara-negara baru mereka. Seperti yang sudah saya katakan, mereka harus berusaha untuk berkontribusi pada masyarakat baru mereka dan berusaha untuk berintegrasi. Mereka seharusnya tidak mengisolasi diri atau memisahkan diri dari masyarakat setempat, tetapi harus melayani rumah baru mereka dan bekerja menuju perkembangan dan kemajuan yang berkesinambungan. Kita harus bersama-sama mencari cara agar orang-orang dari latar belakang dan kebudayaan yang berbeda dapat hidup bersama secara harmonis.
Seperti yang saya katakan, dunia sekarang seperti sebuah desa global dan kita tidak hidup di masa lalu yang jika terjadi suatu peristiwa di satu negara ia hanya mempengaruhi masyarkat setempat atau paling jauh negara tetangga. Tetapi saat ini kita hidup di zaman ketika terjadi gangguan atau konflik di satu negara maka ia memiliki dampak dan konsekuensi luas bagi seluruh dunia. Dengan demikian, daripada merasa takut antara satu sama lain, kita harus berusaha menyelesaikan masalah melalui dialog bersama dan dengan semangat toleransi dan kasih sayang.
Tujuan dan cita-cita kita seharusnya tidak lain untuk membangun perdamaian di setiap desa atau kota di setiap negara di dunia.
Jamaah Muslim Ahmadiyah selalu berusaha untuk memenuhi tujuan ini. Dan untuk tujuan akhir ini, kami menyebarkan apa yang kami anggap sebagai sarana utama bagi perdamaian, dengan penuh keyakinan bahwa kita semua adalah ciptaan Tuhan dan Dia menciptakan umat manusia supaya mereka mengenali-Nya dan memenuhi hak satu sama lain.
Kami yakin bahwa jika manusia sampai pada taraf kesadaran ini, perdamaian sejati dan abadi dapat terwujud.
Sayangnya, kita menyaksikan hal sebaliknya.
Bukannya bersama-sama mencari kedamaian melalui keberadaan Tuhan Yang Maha Kuasa, umat manusia terlibat dalam perjuangan untuk perdamaian melalui sarana material semata.
Hari demi hari, umat manusia semakin menjauh dari agama dan kerohanian, dan hasilnya sangat menakutkan.
Saya berkeyakinan dengan teguh bahwa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa adalah satu-satunya cara bagi keselamatan dan satu-satunya cara untuk mewujudkan perdamaian sejati, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Dan dari lubuk hati terdalam saya berdoa semoga dunia dapat mengenali Pencipta mereka dan mengikuti ajaran-Nya yang sejati.
Daripada mengejar tujuan pribadi atau politik, saya berdoa supaya para pemimpin saat ini memenuhi hak semua orang tanpa memandang kasta, keyakinan, atau warna kulit.
Dengan sepenuh hati, saya berdoa semoga jurang yang ada antara umat manusia dan Tuhan Yang Mahakuasa dapat hilang dan kita dapat melihat dengan mata kepala kita terwujudnya perdamaian sejati di seluruh dunia.
Sumber: Review of Religions
Penerjemah: Jusmansyah
Editor: Syihad Ahmad